Telepon rumah kembali berdering, Fachri berharap itu dari penculik tadi. Dia ingin mengatakan jika dirinya sama sekali tidak takut dengan apa yang akan di lakukan oleh penculik tersebut. Mengingat penculik itu adalah kumpulan orang jahat yang tidak memiliki nyali besar. "Assalamualaikum, Pondok pesantren Al-Madinah," ucap Fachri dengan lembut."Jika dalam waktu 2 X 24 jam, tidak ada respon apapun dari pihak pondok pesantren akan Khadijah. Sudah di pastikan dia aka mendapatkan tindakan yang tidak akan pernah di pikirkan sebelumnya," ancam penculik. "Jangan pernah sedikit pun kamu melakukan tindakan yang tidak baik pada Bibi saya. jika kamu melakukannya, saya tidak akan pernah lupa dengan apa yang kamu lakukan. Saya akan membalas apa yang sudah kamu perbuat pada Bibi saya," tegas Fachri dengan lantangnya. Mendengar Fachri yang marah besar pada penculik tersebut. Wati terlihat begitu panik. Dia melihat wajah marah yang merah. Di penuhi dengan amarah yang cukup hebat pada penculik ters
Hampir sebulan tidak bertemu dengan Dini. Ada rasa yang sulit di ungkapkan oleh ayah Dini saat ini. Dia memang sudah jarang berbicara dengan Dini. Tetapi dia masih menyimpan rasa rindu yang cukup besar pada Dini. Mengingat sudah hampir sebulan tidak melihat wajahnya di rumah.Ayah Dini pun memanggil Deni menghadapnya. Dia berharap Deni akan membantu dirinya dalam pertemuan dengan Dini. Sehingga ayahnya akan segera bertemu dengan Dini dalam waktu yang cepat.Deni dengan handphone di tangannya. Segera menghampiri panggilan yang di lakukan oleh ayahnya. Deni pun segera mematikan handphone miliknya. Sehingga Deni bisa leluasa untuk berbicara dengan ayahnya."Ada apa Yah?" Tanya Deni dengan raut wajah penasaran."Apa kamu mau mengantarkan ayah ke tempat Dini berada saat ini?" Tanya ayah Deni."Boleh, jika memang Ayah ingin bertemu dengan dia. Kapan kita akan pergi?" Tanya Deni dengan raut wajah penasaran."Mungkin sekarang kita akan pergi. Ayah begitu rindu dengan Dini," jawab ayah Dini.
Fachri datang ke ruang UKS dengan wajah yang begitu kesal. Bagaimana pun, Fachri merasa apa yang sudah di lakukan oleh Ferdi pada Khadijah adalah tindakan yang kurang ajar. Dia melakukan penculikan dengan tujuan untuk mendapat tanah di belakang pondok pesantren. Hal yang tidak akan pernah di bayangkan olehnya.Fachri segera menceritakan bagaimana kejahatan yang coba di lakukan oleh Ferdi. Tentu saja Fachri merasa sudah berada di titik amarah yang begitu besar. Tidak heran, Fachri pun ingin melakukan tindakan yang akan membuat Ferdi jera."Aku tidak tahu apa yang hendak di pikirkan oleh Ferdi. Dia mengatakan jika kita ingin Khadijah selamat. Kita harus menukar dengan lahan di belakang pondok pesantren. Dia mengatakan akan melakukan tindakan yang lebih lanjut, jika tidak mau menjual lahan itu. Ini gila," ucap Fachri dengan raut wajah kecewa.Gus Fiment yang sedang dalam keadaan sakit di bagian kaki. Segera bertindak dengan apa yang di sampaikan oleh Fachri. Dia merasa apa yang di lakuka
Semua mata tertuju pada Gus Fatur, ketika memasuki area ruang tamu rumah Kiayi Musthofa. Semuanya tidak bisa untuk tidak menaruh curiga pada Gus Fatur. Mengingat Gus Fatur merupakan salah seorang yang menginginkan tanah di belakang pondok pesantren di jual. Sehingga ia akan mendapatkan banyak bonus dari Ferdi. Merasa ada yang aneh dengan seluruh penghuni rumah. Gus Fatur yang kurang suka dengan cara menatap para anggota rumah. Segera membuat suasana rumah menjadi sedikit kondusif. Dia segera bertanya apa yang membuat seisi rumah menatap wajahnya dengan tatapan yang kurang baik. "Ada yang salah dengan ku?" Tanya Gus Fatur dengan tatapan bingung. Semuanya hanya terdiam dengan pertanyaan dari Gus Fatur. Sementara sebagian lainnya lebih memilih untuk menunduk. Menciptakan sebuah suasana yang tidak baik. Gus Fatur benar-benar di buat bingung oleh sikap para penghuni rumah. "Ada apa ini Firman. Jika Mas ada salah, cepat katakan. Jangan diam saja," ucap Gus Fatur dengan tegas. Gus Fimen
Gus Fiment nampak masih terus terpikir akan kondisi dari Khadijah. Dia khawatir Khadijah akan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari Ferdi. Apalagi respon dari pondok pesantren tidak begitu baik akan ancaman dari Ferdi. Itu yang membuat Gus Fiment masih cukup takut dengan segala hal yang mungkin terjadi pada Khadijah."Aku melihat semuanya akan menjadi buruk saat ini. Bisa saja ini akan menjadi hal yang paling bodoh. Tetapi aku tidak bisa melakukan apapun lagi. Semuanya begitu membingungkan. Ya Allah, lindungi adik hamba. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada hal buruk yang akan datang pada dirinya," ucap Gus Fiment dengan raut wajah pasrah.Dini datang dengan segelas air hangat. Udara dingin di malam ini. Benar-benar membuat Dini tidak bisa mengelak dari rasa dingin yang datang. Sepertinya ini adalah malam yang paling dingin bagi Dini selama berada di pondok pesantren."Assalamualaikum Gus," sapa Dini."Wallaikumsallam Dini," jawab Gus Fiment dengan tatapan wajah les
Fachri terlihat tidak mampu lagi menyembunyikan rasa marahnya pada Gus Fatur. Wajahnya terlihat begitu emosi dengan segala hal yang sudah di lakukan oleh Gus Fatur. Fachri menaruh curiga yang cukup besar pada Gus Fatur. Sehingga ia masih memiliki sedikit rasa amarah dalam diri Gus Fatur.Angin kencang tidak mampu menahan Fachri untuk berjalan cukup jauh. Dia membawa motornya dengan kecepatan yang begitu tinggi. Angin itu mulai menusuk sela-sela bajunya. Tetapi itu tidak cukup meredakan emosi dari Fachri saat ini. Menghangatkan sedikit tubuhnya yang di buat dingin oleh angin malam. Fachri memilih untuk menepikan tubuhnya di sebuah gerobak wedang jahe. Tentu jahe adalah rempah yang cocok untuk kondisi dingin seperti ini. Fachri pun segera memesan satu porsi wedang jahe. Fachri terkejut, saat masuk ke dalam tenda pedagang tersebut. Dia melihat Fitri yang sedang merapikan meja yang ada di dalam tenda tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" Tanya Fachri pada Fitri. Fitri yang senang denga
Berat untuk menceritakan apa yang tengah di alami oleh Khadijah saat ini. Apalagi ini ada sangkut pautnya dengan tanah yang ada di belakang pondok pesantren. Tentu saja ini akan menjadi persoalan yang cukup pelik bagi semua orang yang ada di dalam pondok pesantren. Terutama bagi seorang kiayi Musthofa yang merupakan pucuk pimpinan dari pondok pesantren. Ada rasa khawatir yang di rasakan oleh kiayi Musthofa. Sehingga tidak heran kiayi Musthofa mungkin akan semakin khawatir dengan kondisi dari Khadijah.Gus Fiment sama sekali tidak mampu berkata-kata lagi. Saat dia harus menceritakan semuanya pada ayahnya sendiri. Dia tahu, ayahnya akan bersedih dengan semua yang akan terjadi. Sehingga ia harus menggunakan kata-kata yang setidaknya tidak akan melukai perasaan kiayi Musthofa. Bibir Gus Fiment mulai bergetar, tak kala ia melihat kiayi Musthofa yang semakin tidak berdaya. Rasanya itu seperti hal yang tidak pernah bisa di duga oleh Gus Fiment. Sama sekali perasaan yang cukup rapuh di rasak
Tidak alasan lagi bagi seorang Deni untuk menolak ajakan dari ayahnya bertemu dengan Dini. Ini sudah saatnya Deni mengajak ayahnya bertemu dengan Dini. Ada kerinduan yang harus di sampaikan oleh ayahnya pada Dini. Sekali pun, Dini belum tentu membalas kerinduan yang datang pada ayahnya tersebut.Dengan hati yang penuh kegembiraan, ayah Deni berharap akan mendapatkan respon positif dari Dini. Rasanya ini akan menjadi pertemuan yang cukup krusial yang akan di lakukan oleh dirinya. Mengingat apa yang sudah terjadi pada dirinya dan Dini selama ini. Menjadi satu hal yang sulit untuk bisa di lupakan. Ayah Dini adalah seorang yang cukup vital dalam hidup Dini saat ini."Ayah sudah tidak sabar bertemu dengan adik kamu. Melihat dia dengan hijab sekarang. Rasanya ini akan menjadi kejutan besar dalam hidup Ayah," ucap ayah Deni."Semoga saja Ayah. Dini juga akan senang dengan apa yang terjadi pada saat ini. Mudah-mudahan dia akan senang dengan kedatangan Ayah di hari ini," ucap Deni dengan wajah