Anna melihat keraguan di mata Eric, dia tidak mau memaksa pria itu tetapi untuk acara kali ini, bukankah sudah semestinya mereka hadir? Bukan untuk membungkam mulut orang-orang. Melainkan untuk menghargai Edmund sebab dia merupakan ayah kandung suaminya. Perlahan, Anna memegang kedua tangan Eric, senyuman di wajahnya juga terkembang. Hingga akhirnya pria itu membalas tatapannya lalu menganggukkan kepala. "Baiklah, kita lihat saja besok. Jika aku ingin pergi maka aku akan mengajakmu pergi bersamaku," meski kalimat itu diucapkan dengan tidak peduli, tetapi Anna tahu bahwa suaminya itu pasti akan datang. Setelah obrolan pagi di atas ranjang, mereka lalu bersiap untuk pergi bekerja. Anna mandi lebih dulu kemudian berdandan dengan rapi seperti biasa. Setelah selesai, dia hendak keluar dan pergi ke ruang makan. Tetapi dia teringat bahwa saat ini mereka tidak hanya tinggal berdua. Ada ibu mertuanya yang pasti sudah menunggu mereka. Anna bukannya merasa keberatan dengan kehadiran Vania d
Vania melihat ke arah anak dan menantunya secara bergantian. Seketika dia merasakan sebuah keanehan. Vania menegakkan punggungnya, menatap kembali wajah Anna dan seketika dia menyadari suatu hal."Anna," panggilnya, memegang tangan menantunya sembari tersenyum hangat. Anna menoleh, ditatap seperti itu seketika membuat hatinya tersentuh. Dia tidak pernah mendapatkan tetapan seperti itu dari sosok seorang ibu. Sebab ibu kandungnya sudah tiada ketika melahirkannya dan yang tersisa ternyata adalah ibu tiri yang membencinya. "Iya, Ma, ada apa?" "Hari ini selain bekerja, apakah kamu memiliki rencana?" Anna tidak langsung menjawab pertanyaan Vania. Tentu saja dia merasa keheranan, tetapi dia tidak menunjukkannya. "Tidak ada, Ma. Kebetulan pekerjaan hari ini tidak begitu banyak. Jadi aku bisa pulang lebih awal dari biasanya. Apakah Mama menginginkan sesuatu?" "Bagus sekali! Mama ingin mengajakmu ke suatu tempat. Bisakah?" Meski merasa bingung, Anna tetap menerima ajakan ibu mertuanya t
Vania hanya diam saja ketika Hellen telah menyelesaikan ceritanya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa kehidupan pernikahan putranya tidak seperti pasangan suami istri kebanyakan. "Nyonya, maafkan saya. Tapi tidak sepantasnya bagi saya untuk membicarakan rumah tangga majikan saya meskipun itu kepada Anda. Bisakah Anda untuk merahasiakan perihal ini pada Tuan Eric? Saya takut bahwa hal ini akan mempengaruhi pekerjaan saya." Vania menoleh dan seketika itu juga Hellen menundukkan kepala, ekspresi wajahnya ketakutan. Vania tentu saja paham dengan maksudnya, seorang pelayan memang tidak seharusnya untuk buka suara mengenai rumah tangga majikannya. Dia bersyukur Hellen menyadari perihal batasannya sebagai seorang pelayan. Vania menghela nafas panjang, kemudian dia tersenyum pada Hellen yang sudah mengabdi pada keluarga Shailendra lebih dari 10 tahun. Kesetiaannya tentu saja patut diacungi jempol. Tidak banyak pelayan yang dapat dipercaya dan sangat menjaga kerahasiaan keluarga majika
Anna menyelesaikan pekerjaan yang lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Dia langsung membereskan pekerjaannya kemudian berpamitan pada Erlan. Anna berniat untuk kembali ke rumah dengan menggunakan bus. Jadi dia segera berjalan kaki menuju halte tempatnya tadi tiba.Sebenarnya pekerjaan Anna tidak memerlukan kehadirannya untuk berada di lokasi syuting. Hanya saja beberapa ini kebetulan dia dimintai tolong untuk melakukan beberapa pekerjaan lain. Anna sama sekali tidak keberatan, baginya hal ini bisa menjadi sebuah pengalaman baru untuknya. Selain itu, Anna juga bisa merefreshing otak supaya tidak terus-menerus melihat layar laptop.Anna melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 04.00 sore. Tentu dia ingat dengan janjinya bersama dengan ibu mertuanya. Anna segera mengambil ponsel dan mengirimkan sebuah pesan singkat pada Vania. Baru saja pesan yang dikirim, tiba-tiba ponselnya langsung berdering. Sebuah panggilan masuk yang berasal dari ibu mertuanya.Anna tersenyum melihat
Tepat pada saat itu Vania keluar dari dalam rumah. Melihat Anna yang ternyata sudah sampai, senyuman di wajahnya semakin cerah. Vania berjalan menghampiri anak dan menantunya, kemudian langsung menuju Anna. Membuat Eric hanya bisa melongo ketika ibu kandungnya malah menghampiri istrinya. "Ma, aku ada di sini," ucap Eric dengan kesal. Melihat sikap Eric yang sangat berbeda, membuat Anna tersenyum lucu. Ternyata meski Eric adalah seorang lelaki dewasa, tetapi jika berhadapan dengan ibu kandungnya tetap saja akan berubah menjadi anak kecil. "Mama tahu, tapi tujuan mama adalah bertemu dengan menantu kesayangan mama," Vania tak acuh. Seakan saat ini pandangannya hanya tertuju pada Anna. "Anna, kamu sudah siap?" Ditanya secara tiba-tiba seperti itu, tentu membuat Anna merasa sangat terkejut dan bingung, "Siap kemana, Ma?" "Kamu lupa bahwa kita punya janji hari ini?" Anna mana mungkin lupa, dia hanya sekadar berbasa-basi saja, lebih tepatnya sedang berpikir bagaimana cara untuk
Anna tidak bertanya lagi mengenai gaun yang akan dikenakan oleh ibu mertuanya. Dia hanya berpikir, jika semakin banyak dia bertanya maka akan semakin tidak bisa memahami jalan pikiran ibu kandung suaminya.Ini adalah pertama kalinya bagi Anna datang ke pesta ulang tahun Ayah mertuanya. Dan hal itu akan menjadi pertama kalinya dia berjumpa dengan keluarga besar suaminya. Melihat sikap Vania yang begitu bersahabat dengannya, Anna hanya berharap bahwa sikap itulah yang memang tulus ditujukan untuknya. Anna sudah pernah kecewa sekali sebab tidak pernah dianggap oleh ibu yang dia pikir adalah ibu kandungnya. Dia tidak mau mengulangi lagi kesalahan yang sama dengan mempercayai orang yang salah.Anna menutup matanya ketika pegawai salon kecantikan menyemprotkan wajahnya dengan face mist. Setelah itu dia merasakan hembusan angin supaya cairan itu bisa cepat mengering."Sudah selesai, Nyonya. Anda boleh membuka mata Anda."Perlahan, Anna membuka kedua matanya dan langsung ditujukan dengan pen
"Apa maksudmu? Gaunku tidak terbuka seperti yang kamu katakan." Dikatakan seperti itu, tentu saja membuat Anna merasa tidak terima. Menurutnya, pilihannya sudah sangat sempurna. Dia juga bukan seorang wanita yang akan memamerkan tubuhnya dengan mudah. Dia masih memiliki rasa malu dengan tidak menampilkan bagian tubuhnya secara percuma.Eric merasa penglihatannya benar, gaun sang istri sangat terbuka dalam pandangannya. Dia menunjuk bahu Anna sembari berkata, "Itu! Bahumu terlihat. Itu artinya bahwa gaun yang kamu pilihkan sangat terbuka!" Anna melihat ke arah gaunnya, seketika dia tertawa. Setelah dia menetralkan perasaannya, segera dia berkata, "Hanya bagian ini saja tidak akan sampai mempengaruhi orang-orang. Aku sangat yakin bahwa di pesta nanti, akan ada lebih banyak gaun terbuka yang bisa kamu lihat!""Kata siapa tidak akan mempengaruhi orang-orang? Kamu tidak tahu bagaimana pikiran pria berjalan. Mereka akan—""Eric!" Mendengar suara Vania, pasangan suami istri itu refleks me
Tatapan Vania berubah, tetapi senyuman di wajahnya masih tersemat. Hal itu menimbulkan pertanyaan yang sangat banyak di kepala Eric dan juga Anna. "Tenang saja. Mama sudah menyiapkan hadiah yang sangat spesial untuk papa kalian," ucap Vania kemudian langsung mengajak mereka berdua untuk masuk ke dalam gedung. Sejak awal sang ibu memintanya untuk ikut datang ke pesta ulang tahun Edmund, hal itu saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Biasanya Vania tidak pernah memaksanya jika tidak ingin pergi tetapi kali ini ibunya itu seakan sangat ingin datang bersama dengannya dan juga Anna. Tiba-tiba langkah kaki mereka kembali terhenti, Anna menoleh ke arah ibu mertuanya kemudian bertanya, "Ada apa, Ma? Apakah ada yang terlupa?"Vania melihat ke arah anak dan menantunya secara bergantian. Merasa ada yang tidak beres kemudian pandangannya tertuju pada mereka yang malah berdiri dengan berjarak dan tidak saling berpegangan."Kenapa kalian berdiri sejauh itu?" Vania beralih pada Anna, "Kamu jug
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn