Seorang pria bertubuh yang tegap dan tinggi, serta wajah dengan garis rahang yang tegas memasuki cafe, pandangan pria itu langsung tertuju pada Laura yang melambaikan tangan ke arahnya.Laura dengan antusias melihat Anna seraya berkata, "Dia adalah sepupuku. Dia tampan dan mapan, aku yakin dia sangat cocok denganmu, Anna!"Anna sama sekali tidak menduga bahwa Laura akan memperkenalkannya dengan seorang pria. Masalahnya, dia tidak mau memfokuskan dirinya untuk segala hal tentang percintaan. Anna memiliki masalah lain yang lebih utama daripada sebuah hubungan. Selain itu Anna juga sudah memiliki suami, meski dia belum pernah bertemu dengan suaminya tetapi statusnya saat ini adalah sebagai istri orang. Carlos bangun dan berbisik di telinga Laura, "Laura, seharusnya kau tidak berbuat seperti ini. Mengenalkan Anna pada seorang pria tanpa berdiskusi dulu dengannya, itu adalah perbuatan yang tidak baik. Laura melirik Carlos dengan kesal, jika dia melakukannya, tentu Anna tidak akan mau dat
"Tidak perlu, kali ini aku yang akan membayarnya." Anna langsung mengambil dompet dari dalam tasnya.Tepat pada saat itu, Brian segera menahan gerakannya. Pria itu tersenyum pada Anna kemudian berkata, "Aku tidak terbiasa dibayari oleh seorang wanita cantik." Anna tersenyum, dia melihat Brian yang menatapnya penuh minat, "Terima kasih, Tuan Brian. Tapi aku juga tidak terbiasa dibayari oleh orang asing."Laura terkekeh, dia bagai mendengar sebuah lelucon dari mulut Anna. Dia sangat tahu bagaimana Anna, jika bukan karena ingin menjadi kekasih Carlos, dia sangat enggan untuk berteman dengannya. Anna melihat itu, dirinya merasa terhina. Memang dia sadar bahwa apapun yang dimilikinya sangat tidak sebanding dengan Laura. Tetapi hanya mentraktir mereka sarapan, tentu tidak akan sampai membuat dia bangkrut. Anna masih memiliki cukup uang jika hanya untuk itu. Laura melihat tatapan mereka yang tertuju ke arahnya, seketika dia mengembalikan ekspresi wajahnya dan berdeham, kemudian berkata pa
Eric tersenyum melihat notifikasi yang masuk ke ponselnya. Akhirnya kartu yang dia berikan kepada sang istri, digunakan. Ternyata gadis itu tahu bagaimana cara memakainya."Pergi dan jemput dia sekarang!" Eric berseru memerintah. Liam tiba-tiba mendapatkan perintah seperti itu tanpa disebutkan siapa yang harus dijemput Tentu saja sangat terkejut, "Maaf, Tuan. Siapakah yang Anda maksud?"Eric mengangkat kepala, dia berdecak kesal lalu berkata, "Gadis itu. Segera jemput dia sekarang juga! Kirim juga seseorang untuk mengambil mobil yang telah dia tinggalkan di perusahaannya."Liam terkejut, dia berkata ragu-ragu, "Baik, Tuan."Sebelum asistennya pergi dari sana, Eric kembali berkata, "Hal yang kuminta darimu, apakah sudah selesai?"Liam mengangguk, "Kita telah menemukan rumah sakit dimana dia dirawat. Tapi ...." Eric mengangkat sebelah alisnya, dia hanya diam menunggu sang asisten melanjutkan perkataannya."Keamanan yang dilakukan oleh ibu mertua Anda, lumayan canggih. Sangat sulit unt
Butuh waktu lama Eric berbicara sampai akhirnya Cedric bisa diajak bicara. Raut wajah pria itu nampak sangat tua, guratan lelah di wajahnya sangat terlihat. Namun, dia bisa menduga bahwa ayah mertuanya ini dulunya adalah seorang pekerja keras. Lalu apa yang membuat Cedric bisa berakhir di rumah sakit jiwa?"Kau adalah suami putriku? Benarkah?" Eric menganggukkan kepala dengan yakin, "Ya, saya adalah Eric, suami Anna."Cedric tidak langsung menjawab perkataannya, pria itu nampak berpikir sejenak hingga kemudian berkata, "Kenapa kau bisa menikah dengannya?" Cedric tahu bahwa pria di depannya ini merupakan pewaris kerajaan bisnis ternama di negara ini. Bagaimana mungkin gadis yang berasal dari keluarga seperti mereka, bisa menjadi menantu keluarga Shailendra? Pasti ada suatu hal yang tidak dia ketahui perihal pernikahan putrinya. Kali ini Eric yang terdiam mendengarnya, dia seperti merasa bahwa Cedric tahu ada sesuatu yang tidak sesuai. "Kami menikah karena ibunya yang sudah menyuruh
Anna tidak dapat lagi berpikir, setelah seharian menangis, akhirnya dia bangun pada malam hari. Ketika itu, dia juga baru tersadar dengan perutnya yang lapar. Melihat jendela yang sudah menampilkan langit yang gelap, dia segera bangkit dan menutupnya. Melihat ke sekeliling ruangan, Anna merasa sepi dalam hatinya. Sekarang tidak ada apapun yang dapat dilakukannya. Harapannya juga sudah tidak ada, dia tidak tahu harus dengan cara apa untuk bisa membongkar kematian ayahnya. Anna menundukkan kepala, sekarang kedua matanya terasa panas, Anna belum berkaca, jadi tidak tahu apakah wajahnya menjadi bengkak atau tidak. Menangis sampai tertidur ternyata sangat melelahkan.Anna menghela napas, ternyata nasibnya sangat menyedihkan. Dia merasa gagal dari segala sisi, seperti dia adalah manusia paling tidak berguna di bumi ini.Tepat pada saat itu, pintu kamarnya diketuk, Anna berjalan ke arah cermin, memastikan kondisinya tidak terlalu buruk, barulah dia berjalan menuju pintu. Ketika dibuka, ter
Anna duduk sendirian di ruang makan, pikirannya masih terbayang kejadian beberapa saat sebelumnya. Di saat dia sedang kalut karena semua hal yang tidak sesuai dengan harapannya, tiba-tiba anak mafia itu malah berkata bahwa dia adalah suaminya. Selain itu, dia juga mengetahui banwa Anna sedang mencari tahu kebenaran mengenai kematian sang ayah. Anna menunduk, melihat makanan yang masih tersentuh sedikit, sebelumnya dia merasa lapar, sekarang rasa lapar itu malah menguap. Dia bahkan sudah tidak berselera melihat semua makanan di meja. Apa ini? Kenapa tiba-tiba bisa seperti ini?Semalaman Anna sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Hatinya terus saja melakukan penyangkalan bahwa anak mafia bukan suaminya.Pagi itu, Anna sama sekali tidak sarapan terlebih dahulu. Dia langsung saja pergi ke Shailendra grup seperti yang dikatakan oleh pria itu. Anna berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit. Dia melihat ke atas dan kedua matanya langsung menyipit akibat silau matahari. Entah berapa j
Resepsionis terkejut mendengar nada suara Anna yang meninggi. Keseriusan dalam wajahnya, seketika membuat hati resepsionis bergetar. Namun, dia masih merasa benar jadi tidak memperlihatkan ketakutan yang dirasakannya. "Nona, saya hanya menjalankan tugas saya. Tidak ada maksud untuk menyinggung Anda," resepsionis masih membela dirinya. "Kalau begitu, bukankah seharusnya kau memberitahu sekertaris atau asistennya untuk memastikan apakah aku bisa bertemu dengan Tuan Eric? Kau tidak melakukan hal itu dan langsung mengusirku dengan tidak sopan seakan aku adalah orang yang mengganggu pekerjaan para karyawan di perusahaan." Kepalan tangan Anna mengerat, tatapannya pada resepsionis semakin tajam. Ekspresi wajahnya dingin dan seketika membuat nyali pegawai ini mengecil. Resepsionis melirik ke sekitar, sekarang mereka telah menjadi bahan tontonan. Perkataan Anna tentu saja sudah didengar banyak orang. Sekarang dia bisa mendengar bisikan-bisikan yang menjelekkan namanya. Anna juga menya
Anna berpikir dia akan merasakan sakit yang luar biasa di tubuhnya. Tetapi malah merasakan sepasang tangan yang memeluknya. Anna langsung membuka kedua mata, dia melihat sepasang mata Jason yang menatapnya. Bibir pria itu tersenyum, ekspresi wajahnya khawatir, dia bertanya, "Kau tidak apa-apa, Anna?" Anna bersyukur dia baik-baik saja, tidak harus merasakan sakit akibat dihempaskan kuat oleh dua orang pria. "Tidak apa-apa, terima kasih sudah menolongku," ucapnya tulus pada Jason.Tanpa sempat berpikir, tiba-tiba tubuh Anna ditarik. Dia sangat terkejut dan langsung menoleh untuk melihat siapa yang telah menariknya. Ternyata adalah pria yang sudah menyuruhnya datang."Kau—""Jangan sentuh wanitaku!"Kedua mata Anna terbelalak, dia melihat pria itu sangat marah menatap ke arah Jason. Dalam hatinya berpikir bahwa anak mafia ini sangat tidak sopan. Berani sekali bersikap buruk pada kakak atasannya. Ditambah dengan kalimatnya, yang menyentuh dia adalah wanitanya, membuat Anna bertanya-tany
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn