Eric tidak langsung menjawab perkataan Anna, tentu saja hal itu tidak mungkin dilakukan. Mana bisa dia membiarkan Anna dalam kondisi seperti itu tanpa menyentuhnya.Melihat sang suami yang hanya diam saja ketika dia meminta, seketika itu juga Anna menyadari bahwa negosiasi mereka percuma. Tidak akan menemui titik di mana dirinya hanya ingin mandi tanpa sentuhan. "Kalau gitu, kamu menunggu di luar saja!" Anna segera berjalan menuju kamar mandi tetapi langkahnya terhenti ketika sang suami tiba-tiba memeluknya dari belakang. Anna menghela napas, dia menolehkan kepala dan tepat pada saat itu kepala Eric yang bersandar di bahunya langsung menyentuh pipinya. "Eric, apakah kamu mau mandi lebih dulu? Aku tidak masalah jika harus menunggumu," ucap Anna lagi. Sebenarnya bukan dia tidak mau, hanya saja Anna selalu merasa bersalah setiap kali pria itu memandikannya. Dia merasa tidak berdaya dan penuh dengan kelemahan ketika sedang dimandikan oleh Eric dalam kondisi seperti sekarang. Hal itu m
Keesokan paginya Anna bangun dan segera mencuci wajah. Dia melihat Eric yang masih terlelap di atas ranjang. Dia merasa bersyukur karena memiliki suami seperti Eric yang menerima bagaimanapun kondisinya. Anna melihat tampilan dirinya di cermin, kacamata yang sudah bertengger dengan cantik di wajahnya. Tidak pernah terpikir bahwa dia bisa kembali melihat lagi dengan bantuan kacamata. Tetapi hal itu lebih baik daripada dirinya terus mendapatkan bantuan jadi orang lain bahkan untuk kamar mandi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Anna mencoba untuk tersenyum, dalam hatinya terus saja memberikan afirmasi positif supaya bisa melewati hari dengan sangat baik. Setelah Anna selesai bersiap, dia segera keluar dari kamar dan menuju dapur. Dilihatnya Vania yang sudah sibuk untuk menyiapkan harapan. Segera Anna datang menghampirinya dan menawarkan bantuan. "Mama masak apa?" Anna bertanya dengan senyum ceria di wajah. Vania sangat terkejut dengan suara itu, dia refl
Cukup lama sekali Eric menempelkan bibir mereka. Melumat Anna sampai habis hingga akhirnya wanita itu kehabisan nafas. Di saat itu dia langsung mendorong tubuh sang suami dan mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Eric terkekeh melihat sang istri yang belum juga pandai mengatur nafas. Padahal mereka sudah menikah lebih dari satu tahun tapi Anna belum juga terampil dalam hal ciuman. "Beri aku waktu ... untuk bernapas!" Anna menggerutu kesal disela dirinya mengambil napas. Eric hanya menanggapinya dengan tawa kemudian menarik tubuh Anna ke dalam pelukannya. Dia mengusap puncak kepala Anna, menghirup aroma shampo istrinya yang sangat menyegarkan. Eric tidak lagi berlama-lama, dia segera melonggarkan pelukan mereka kemudian memberikan kecupan di dahi Anna. Setelah itu dia langsung mengusap wajah Anna sembari berkata, "Aku pergi bekerja sekarang." Tepat setelah Eric pergi untuk bekerja, di saat itulah Vania langsung keluar dari dalam rumah. Berjalan menghampiri Anna dengan membawa tas
Sepeninggal Anna, Agatha langsung dibawa kembali masuk ke dalam sel tahanannya. Di sana, dia ditempatkan dengan tiga orang wanita lainnya. Agatha menatap ke arah kotak bekal yang dibawakan oleh Anna, kemudian membuangnya ke tempat sampah. "Hei! Kamu tidak akan memakannya?" tanya salah seorang wanita bertubuh besar. "Makan saja," Agatha langsung berjalan menuju ranjangnya. Dia tidak peduli dengan apapun yang dibawakan oleh Anna. Agatha begitu membenci anak tirinya sampai tidak peduli tentang hal apapun mengenai dirinya."Wahhhh ... keliatannya enak!" "Hei! Kamu yakin tidak mau? Ini terlihat sangat lezat dan juga mewah. Kami belum pernah memakannya." Agatha melirik ke arah mereka yang berkerumun. Saat itu pandangannya tertuju pada kotak bekal yang sudah terbuka. Melihat makanan yang ada di dalamnya, seketika dia merasa sangat terkejut. Itu adalah chicken cordon bleu yang biasa dia buat untuk Clarissa. Lalu kenapa Anna mengatakan bahwa dia pernah membuatkannya makanan ini? Di sisi
Anna merasa sangat terkejut dengan gerakan Eric yang tiba-tiba. Dia baru saja akan bertanya tetapi pria itu malah langsung menerkamnya. Anna berusaha untuk melepaskan diri tetapi tenaga suaminya jauh lebih kuat. Akhirnya dia hanya bisa pasrah ketika Eric terus saja membeltnya, membuat mereka saling bertaut dalam kegiatan panas yang membuatnya mabuk. Saat Anna sudah mulai kehabisan nafas, barulah di situ Eric melepaskannya. Pria itu menempelkan dahinya dengan dahi Anna, keduanya saling berebut oksigen untuk dimasukkan ke dalam paru-paru masing-masing. Saat Eric sudah mulai tenang, pria itu melonggarkan pelukannya. Menatap Anna dengan tajam dan penuh amarah. "Kenapa kamu datang ke tempat itu? Apakah kamu tidak tahu bagaimana perasaanku?" Pertanyaan Eric membuat Anna tersadar bahwa pria itu tahu ke mana dia pergi hari ini. Sebenarnya Anna sudah menduga karena dia datang bersama dengan sopir. Dia pun sudah menyiapkan alasan jika Eric marah. Tetapi sikap pria itu yang tiba-tiba menerka
Kedua mata Anna membelalak, dia tidak siap jadi hanya bisa diam saja saat Eric mendaratkan ciumannya. Saat Anna mendapatkan kembali kesadarannya, dia langsung melingkarkan kedua tangan di leher Eric. Anna semakin terbuai dengan permainan cinta yang diberikan suaminya hingga tanpa sadar kini dia telah pasrah berada di bawah kuasa Eric. Anna semakin jatuh cinta saat Eric berkali-kali mengajaknya terbang ke angkasa. Membuat Anna merasa bahwa dialah satu-satunya wanita yang dicintai olehnya. Mulai hari ini, Anna benar-benar berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan melupakan masa lalu yang membuatnya merasa bersedih. Hanya akan ada kebahagiaan yang selalu dia ingat. Dia hanya akan fokus pada orang-orang yang mencintainya sepenuh hati. Keesokan paginya, Eric bekerja seperti biasa. Sebelum mereka pergi berlibur, setidaknya dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Sementara Anna memilih untuk bekerja dari rumah saja. Saat ini dia butuh suasana yang tenang dan aman. Tiba-tiba ponsel
Anna sedang bicara dengan Erlan ketika melihat ibu mertuanya turun dari lantai dua dengan membawa sebuah tas tangan. Dia tersenyu pada Erlan lalu berkata, "Erlan, tunggu sebentar, ya. Aku mau menghampiri ibuku dulu."Erlan mengangguk kemudian dia kembali fokus pada pekerjaan mereka. Anna langsung menghampri Vania, dengan penasaran bertanya, "Ma, Mama mau kemana?""Mama mau keluar sebentar bertemu teman. Kamu di rumah saja. Tidak usah menunggu Mama makan siang." Vania beralih pada Erlan, dia sudah mengenal pria itu yang merupakan sahabat Eric, "Erlan."Erlan yang sedang sibuk, mengangkat kepala, "Iya, Tante?""Nanti makan siang saja bersama dengan Anna. Tante pergi dulu.""Baik, Tante."Vania tersenyum kemudian mengusap wajah Anna, setelah itu dia segera pergi dari sana. Ketika kakinya baru saja menginjakkan halaman rumah, seketika itu juga Vania merasa tidak nyaman. Tetapi dia berpikir bahwa hanya sekali saja, tidak ada maksud apapun juga. Dia tidak akan mungkin mengkhianati menantun
Anna sedikit terkejut dengan pertanyaan ibu mertuanya, dia menegakkan punggung, "Aku tidak pernah membenci Jessie. Lagipula kami baru bertemu sekali. Tidak mungkin aku langsung membencinya." Sejujurnya Anna sedikit tersinggung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Vania. Mereka tidak pernah membahas wanita lain, tetapi ibu mertuanya itu langsung membahas Jessie. Mengatakan bahwa dia membenci gadis itu. Vania terdiam mendengar penjelasan menantunya, saat ini dia bisa menduga bahwa sebenarnya Anna tidak nyaman dengan pertanyaannya. Segera dia tersenyum, lalu mengusap tangannya dengan hangat."Iya, mama mengerti. Mama tahu bahwa kamu tidak akan mungkin seperti itu. Terima kasih karena sudah menjawab pertanyaan mama," ucap Vania, dia lalu kembali mengambil alat makan, "Sekarang makanlah. Setelah itu kamu istirahat. Kamu tidak boleh terlalu lelah." Anna menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia tahu bahwa ada suatu hal yang disembunyikan oleh Vania. Tetapi apa hal