Vania menunggu dengan tidak sabaran hingga dari dalam jendela mobil, dia melihat Liam yang kembali dengan tergesa-gesa. "Dimana? Apakah mereka ada di sana?" Vania bertanya dengan tidak sabaran." "Tidak ada siapapun di dalam sana. Hanya rumah kosong yang sudah lama tidak ditinggali. Sebaiknya kita segera pergi dari sini karena kita tidak tahu ada apa saja di sini." Tempat yang mereka singgahi kali ini adalah sebuah rumah di tengah ilalang yang tumbuh. Sebenarnya sejak awal yang sudah berpikir bahwa tidak mungkin majikannya ada di sini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif. Berharap bahwa mereka bisa ditemukan di sini. Akhirnya rombongan mobil mereka kembali bergegas dengan mobil Vania yang memimpin. Mereka segera pergi menyusuri jalanan dan berharap ada secercah cahaya yang menjadi titik terang keberadaan Eric dan Anna. Di sisi lain, entah sudah berapa lama dia tertidur, ingatan terakhir kali yang Anna ingat adalah kedua tangannya ditahan saat dia mencoba untuk melawan.
Tepat pada saat itu Liam sudah berada di depan Eric. Seketika itu juga dia baru bisa keluar sembari menggendong Anna. Segera Eric membawa Anna berjalan meninggalkan hutan sesuai dengan arahan Liam. "Maaf sudah membuat Anda menunggu, Tuan," ucap Liam, dia mengulurkan tangan, hendak berganti menggendong Anna. "Biar saya yang menggendong Nyonya Anna." Namun, Eric segera menolak dengan berkata, "Biar aku saja. Pastikan tidak ada orang yang mengikuti kita!" "Baik." Eric segera membawa Anna masuk ke dalam mobil yang ditumpangi oleh Vania. Ketika dia masuk, seketika Vania langsung terkejut melihat kondisi Anna yang sudah berdarah-darah di bagian bawahnya. "Eric, apa yang terjadi? Kenapa Anna bisa perdarahan seperti ini?" Eric terbelalak, dia baru melihat darah di kedua kaki Anna. Dilihatnya sang istri yang sudah pucat dengan kedua mata terpejam."Anna, Sayang ... bertahanlah!" "Segera ke rumah sakit terdekat!" Eric memberikan perintah. "Anna, bangunlah, ya! Jangan tidur, Sayang! Kamu
Eric hanya bisa pasrah setelah mendengarkan penjelasan dokter mengenai kondisi kedua mata istrinya. Saat ini Anna sedang beristirahat setelah diberikan obat penenang. Kehilangan penglihatan yang dialami oleh istrinya itu tentu saja sangat membuat jiwanya terguncang. Hingga Anna terus saja menangis dan berteriak meminta penglihatannya kembali. Ditambah dengan mereka yang baru saja kehilangan bayi, Eric sangat memahami reaksi yang diberikan oleh sang istri. Perlahan Eric mengangkat tangan kemudian menyentuh luka lebam di area sekitar mata Anna. Pukulan tongkat baseball yang dilayangkan oleh Agatha ternyata mengenai saraf yang ada di area sekitar mata Anna hingga membuat pandangannya gelap. Meskipun dokter berkata bahwa hal ini masih bisa diobati, tetap saja Eric sangat cemas dan takut jika keadaan akan terus seperti ini.Eric menundukkan kepala, menenangkan diri sejenak sebelum akhirnya dia bangun kemudian memberikan kecupan di dahi Anna. Diusapnya kepala Anna kemudian dia memberikan j
Butuh waktu sampai Anna bisa kembali pulih seperti sedia kala. Tidak cukup sehari atau dua hari, bahkan hingga di hari ke 10, Anna tetap tidak bisa melihat apapun yang berada di depannya. Setiap harinya hanya mengurung diri di kamar. Anna sangat terluka dan merasa tidak berdaya dengan kondisinya sekarang. Dia menolak untuk makan dan hanya sedikit saja yang masuk ketika ada Vania. Eric melihat itu menjadi sedih, dia pun berusaha untuk tetap di dekat Anna. Membawa serta pekerjaannya ke vila supaya bisa mengawasi istrinya. "Bagaimana? Apakah ada tanda-tanda pria itu?""Maafkan saya karena belum bisa menemukan mereka. Saya sudah mencari ke pesisir pantai tetapi saja tidak ada. Pelabuhan dan juga bandara, seluruhnya sudah kami lihat dan tidak ada data orang keluar dengan menggunakan nama Jason Aldric Shailendra." Eric terdiam mendengarnya, jika Jason tidak keluar dengan nama aslinya, mungkinkah dia menggunakan nama palsu untuk bisa pergi keluar dari pulau Bali? "Kalau gitu, sebarkan f
Anna masih belum bisa menerima kondisinya. Setiap kali dia mau melakukan sesuatu, selalu saja sulit dilakukan. Anna tidak bisa bergerak dengan bebas dan selalu saja membutuhkan bantuan orang lain bahkan hanya untuk sekedar ke kamar mandi. Dan yang lebih membuat frustasi adalah, Anna tidak bisa lagi menyalurkan hobinya. Tidak ada yang dapat dia lakukan untuk mengalihkan perhatiannya dari semua yang sudah dia alami.Anna sudah tidak sanggup lagi dengan smeuanyang menimpanya. Dia berjalan menuju meja riasnya kemudian membuka laci dan mengambil meraba-raba beberapa benda di dalamnya hingga dia mengeluarkan sebuah gunting. "Tidak ada gunanya aku hidup," Anna berucap lirih, dia pasrah, dia akan pergi meninggalkan semua kepahitan yang dirasakannya. Anna mengangkat tangan yang memegang gunting dan seketika itu juga gerakannya tertahan."Apa yang kamu lakukan?" Mendengar suara itu, air mata Anna langsung keluar. Dia menangis dengan kencang, Eric langsung saja memeluknya erat. Eric sangat
Setelah selesai memberikan pelajaran pada Daphne, Vania kembali ke kediaman putranya. Tepat ketika dia sampai, tiba-tiba suaminya datang. Seketika amarah Vania kembali naik sebab teringat dengan kelakuan anak tirinya."Untuk apa kamu datang? Apakah kamu senang dengan semua yang telah menimpa putramu? Itukah yang kamu inginkan? Kamu menginginkan mereka untuk berpisah, dan sekarang karena mereka masih bersama, jadi kamu merasa bahagia putramu yang lain telah membunuh calon cucuku."Edmund memejamkan kedua matanya, tangannya terkepal dengan erat, dia berusaha untuk menahan dirinya. Dengan nada suara yang rendah, "Aku tidak pernah merasa seperti yang telah kamu katakan."Vania tertawa setelah mendengarnya, kemudian tatapannya kembali menjadi tajam, "Tidak mungkin! Kamu yang meminta Anna untuk pergi meninggalkan Eric.""Memang benar bahwa aku sangat ingin mereka berpisah. Tapi itu sebelum aku mengetahui bahwa Anna sedang mengandung cucuku. Aku pun merasa marah dengan sikap Jason yang berse
Ekspresi wajah Hans berubah, semenjak putrinya sudah tidak lagi menjabat sebagai CEO Gwenevieve grup, dia sudah mau lagi berurusan dengan keluarga itu. Hans merasa sangat sakit hati dengan perlakuan Cedric padanya putri dan cucunya.Sejak awalpun dia sudah menentang Cedric mengangkat Anna yang ternyata adalah anak kandungnya. Harga dirinya tercoreng, dia langsung menjauhkan diri dari mantan menantunya itu. Hans pun sudah berusaha untuk membujuk Agatha supaya mau kembali ke rumah, tetapi wanita itu menolak dengan alasan bahwa dia harus mempertahankan semua yang sejak awal menjadi miliknya dan Clarissa. Sekarang apa yang terjadi pada cucu tirinya, dia sama sekali tidak tahu sebab dia memang sudah tidak mau tahu apapun yang terjadi pada Cedric dan anaknya. Namun, Hans sangat terkejut dengan pertanyaan Eric yang tiba-tiba. Tidak pernah ada satu orangpun yang mengetahui mengenai masalah keluarganya. Hans tersenyum, dia berusaha menekan perasaannya, "Maaf, Tuan. Tapi, kenapa Anda bisa t
Pandangan Hans pada Eric semakin berubah, dia mengira bisa menang melawan anak kemarin sore, tetapi tidak menyangka bahwa ternyata Eric sudah menyiapkan hal ini sebelumnya. "Saya tidak bisa melakukannya," Hans berkata dengan tegas. Clarissa adalah satu-satunya cucu perempuan yang dia miliki. Satu-satunya yang membuat keluarga Saffron menjadi lebih berwarna. Tidak mungkin dia menyakiti cucu kesayangannya. Bila kebanyakan orang menyukai cucu laki-laki, hal berbeda dialami oleh Hans. Dia lebih menyayangi Clarissa dibandingkan dengan Leo. "Kalau gitu, jangan salahkan saya!" Kini bukan hanya ponsel asisten Hans yang berdering, tetapi ponsel itu juga sama. Hans mengangkat panggilan itu dengan penuh keraguan. "Tidak seperti itu. Anda tenang saja. Saya pasti akan segera membereskannya," ucap Hans melirik Eric dengan sinis. Sementara Eric, dengan santainya dia melihat sekitar. Seperti tengah melihat sebuah drama yang menarik minatnya. Kehancuran di depan mata, Hans semakin tidak k
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn