"Eric, siapa dia? Kenapa wajahnya sangat mirip denganku?" Anna mengabaikan pertanyaan suaminya. Dia lebih penasaran dengan siapa wanita di dalam foto itu sebenarnya. Sementara Eric, dia mendadak tidak bisa bicara. Dia sangat bingung menjelaskan pada Anna. Dia tidak bisa menceritakan yang sebenarnya. Hubungan yang begitu rumit di antara mereka. "Itu adalah seseorang yang memiliki hubungan darah dengan ibuku. Dan aku juga tidak tahu kenapa dia bisa memiliki wajah yang mirip denganmu."Kening Anna berkerut bingung, dia tidak mempermasalahkan hubungan darah wanita itu dengan Vania, tetapi kenapa bisa Eric tidak tahu alasan di balik wajah mereka yang sama?Namun, Anna tidak berniat untuk bertanya lebih jauh padanya. Dia merasa semakin bertanya maka Eric akan semakin enggan untuk menjawabnya. Anna bertekad untuk mencari tahu sendiri supaya hatinya jadi lebih tenang. "Aku sudah selesai, lebih baik kita sarapan sekarang setelah itu pulang ke rumah. Atau ada sesuatu yang ingin kamu lakukan
Anna akhirnya pergi bersama dengan Eric setelah pria itunterus saja memaksanya untuk ikut bersama. Dia tidak tahu kenapa sang suami bisa bersikeras seperti ini untuk mengajaknya keluar. Padahal dia sendiri sudah mengatakan bahwa dirinya hanya ingin beristirahat. Tetapi Eric sama sekali tidak mau mendengarkannya. "Tenang saja, aku yakin kamu pasti sangat senang ikut bersama denganku hari ini," ucap Eric ketika sang istri hanya diam saja sembari terus menatap ke arah luar jendela mobil. Eric membawa mereka menuju pinggiran ibu kota. Bukan hanya itu saja, dia bahkan sampai membawa Anna ke luar kota. Perjalanan yang panjang, membuat Anna berulang kali menguap. Hingga tanpa sadar dia malah memejamkan kedua mata hingga dirinya pulas. Eric menoleh ke arah sang istri dan saat itu juga dia tersenyum. Anna bagi seorang bayi yang sangat lucu. Membuat dia ingin sekali menciumnya tetapi tidak mungkin juga untuk dilakukan. Mereka sedang berada di jalan, Eric tidak mau membuat masalah. Eric meng
Anna sangat terkejut dengan pengakuan suaminya. Dia sampai tidak bisa berkata-kata untuk membalasnya. Baru kali ini Anna mendapatkan pengakuan cinta, terlebih dengan kondisi yang seperti sekarang. Awal mula mereka menikah, Anna tidak pernah membayangkan kisah pernikahannya akan berakhir bahagia. Dia malah berpikir mungkin saja mereka akan bercerai kurang dari lima tahun ke depan. Sama sekali tidak pernah menyangka bahwa suaminya akan lebih dulu mencintainya. Anna sangat bingung dengan perasaannya sekarang. Dalam hatinya masih muncul ketakutan jika dia akan dikecewakan. Anna sadar jika dia memilih untuk jatuh cinta pada Eric, maka dia harus siap untuk disakiti oleh rasa cintanya. Namun, di sisi lain Anna juga tidak mau Eric pergi dari hidupnya. Sebab dia sudah mulai merasa nyaman dengan keberadaan pria itu di sisinya. Seakan tahu dengan yang dipikirkan oleh istrinya, Eric tersenyum sembari berkata, "Tidak apa-apa jika kamu belum mau membuka hatimu untukku. Aku akan siap menunggumu
Anna langsung membalikkan tubuhnya ketika Eric masuk saat dia sudah siap. Beruntungnya dia sudah membalut tubuhnya dengan handuk kimono sehingga Eric tidak langsung melihat tubuhnya yang berbalut lingerie. Anna tidak berniat untuk mengenakannya tetapi ketika tadi dia mencoba untuk melihat ke sekeliling tidak satupun pakaian yang dapat dipakainya. Benar-benar hanya ada lingerie saja yang disediakan. Awalnya dia memilih hanya mengenakan handuk kimono saja tetapi setelah dipikirkan ulang lebih baik dia memakai dalaman. Anna sama sekali tidak tahu kenapa bisa dua hari ini kejadian yang sama terulang. Hal yang menjadi pembeda adalah di sini tidak ada pakaian sang suami yang bisa dikenakan. "Kenapa lama sekali?" Eric bertanya selidik. Melihat ekspresi wajah Anna seketika membuat dia curiga bahwa ada sesuatu yang disembunyikan darinya. Namun, tentu saja Anna tidak akan bicara dengan mudah. Bagaimana bisa dia memberitahu suaminya bahwa dia hanya mengenakan lingerie di balik handuk kimon
Ekspresi wajah Eric berubah muram, "Kamu tahu bahwa aku sangat tidak bisa tidur di sofa.""Tidak, aku tidak tahu. Selama ini hanya kamu yang mengatakan bahwa kamu tidak bisa tidur di coklat. Tapi aku tidak pernah melihat kamu benar benar tidak bisa tidur di sofa."Eric menghela napas, dia memandang Anna dengan ekspresi wajah sedih, berharap istrinya itu akan percaya dengan dirinya.Namun, Anna sudah tiga kali mengalaminya, dia tidak ingin lagi ada yang keempat kali di pagi hari bersama dengan Eric. "Jika kamu tidak mau, tolong biarkan aku yang tidur di sofa." Anna segera bangun dan mengambil sebuah bantal lalu berjalan melewati Eric setelah itu duduk di sofa. Anna sudah bertekad bahwa malam ini tidak akan ada kejadian serupa seperti sebelumnya. Dia tidak mau lagi bangun dalam keadaan malu sebab salah satu dari mereka yang saling menyentuh. "Anna," panggil Eric, tetapi sama sekali tidak digubris oleh Anna. "Anna," kedua kalinya masih tetap sama, Anna malah memejamkan kedua matanya.
Siang harinya, Anna sudah tidak lagi merasakan sakit di perutnya. Sepertinya obat yang diberikan oleh dokter sangat berguna dan mampu menghentikan rasa sakit yang dirasakannya. Dia melihat sekeliling dan tidak mendapati siapapun di sana. Anna turun dari ranjang, di saat itu dia merasakan sakit di punggung tangannya. Selang infus yang masih tertancap, membuat dia sedikit nyeri di sana. Anna memegang tiang infus kemudian berjalan dengan perlahan keluar kamar. Tidak ada siapapun di sana hingga membuat Anna memilih untuk turun ke lantai satu dan mencari keberadaan suaminya. Ketika dia baru menuruni setengah anak tangga, tiba-tiba telinganya mendengar percakapan beberapa orang yang berarti tidak jauh dari sana. Suara yang sangat familiar di telinganya adalah suara suaminya. Namun, yang membuat Anna tidak bisa melanjutkan langkahnya adalah ketika dia mendengar suara sang suami yang membentak seseorang dengan kasar. "Apakah kamu sadar dengan yang kamu lakukan itu? Kamu bisa saja membunu
Eric membuka kedua matanya dengan lebar, dia seperti tidak percaya dengan pendengarnya, "Katakan sekali lagi." Anna tersenyum malu, dia mana mungkin mengulanginya. Dia saja sudah berusaha untuk bersikap jujur walaupun sulit sebab rasa malu yang begitu besar. "Tidak mau! Aku tidak akan mengulanginya lagi," ucap Anna, dia segera memalingkan wajah menatap ke arah yang lain. Anna merasa, jika dianterus melihat Eric, maka dia tidak akan bisa menahan dirinya. "Katakan sekali lagi, aku ingin mendengarnya darimu," ucap Eric mendesaknya. Tetapi Anna menggelengkan kepalanya, dia benar-benar sangat malu sekarang. Bahkan Anna sampai menutup wajah dengan kedua tangan hanya untuk menghindari tatapan dari suaminya. "Tolong, jangan desak aku lagi. Aku sangat malu sekarang," ucap Anna dari balik wajahnya yang ditutup oleh kedua tangan. Eric terkekeh mendengarnya, dengan segera dia menarik tangan Anna dan memeluknya dengan erat. Tidak ada satupun kata-kata yang bisa menggambarkan betapa baha
Anna tidak bisa berkutik ketika sang suami mengancamnya. Saat ini jantungnya berdebar dengan sangat cepat. Pandangannya seperti terkunci hingga tidak bisa berpaling ke arah yang lain. Hanya menatap kedua mata sang suami yang sangat mempesona. Tepat pada saat itu, Eric mengangkat tangan kemudian mulai mengusap wajah Anna dengan sangat lembut. Menyentuh setiap inci wajah istrinya tetapi hal itu malah membuat dirinya semakin terbangun. Anna bisa merasakan sentuhan itu yang penuh dengan kehangatan. Sehingga dia otomatis memejamkan kedua mata saking merasa sentuhan sang suami yang menenangkan. "Anna," panggil Eric dengan berbisik. Anna yang dipanggil, langsung membuka kedua mata dan di saat itulah dia bisa merasakan pandangan penuh cinta sang suami hanya untuknya. "Kenapa?" jawab Anna dengan suara serak yang begitu merdu di telinga Eric. "Anna," panggil Eric lagi, dia sangat menyukai ketika Anna merespon saat dirinya memanggil. "Iya, ada apa?" tanya Anna lagi dengan suara yang sama
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn