Alana berdiri di podium, melihat ke sekitar conference room yang dipenuhi para wartawan dengan kamera dan pena siap untuk merekam setiap kata yang keluar dari bibirnya
“Hallo, Aku Alana Claira Dirgantara. Terima kasih untuk para wartawan yang sudah hadir.” Ucap Alana mengudara di conference room salah satu hotel ternama di Indonesia
Dia melanjutkan "Sebelum itu, aku ingin klarifikasi bahwa aku bukan seorang artis atau model. Aku berada di sini karena banyak dari kalian yang ingin tahu lebih banyak tentang berita yang melibatkanku dengan Morgan Lusamo, dan tentu saja, hubungan ku dengan Alesio Kingston yang kalian lihat di bar dua hari lalu."
“Nona Dirgantara sejak kapan anda menjalin hubungan dengan Tuan muda Kingston?”
“Nona Alana apa anda menjadikan tuan Kingston pelampiasan setelah diselingkuhi tunangan anda?”
Alana memandang wartawan dengan tenang, menangkap setiap pertanyaan yang dilemparkan padanya. Diantara kilatan cahaya kamera, Alana merasakan tatapan Mic yang tertuju padanya. Pria itu mengangguk mantap membuat Alana tersenyum tipis sebelum menjawab.
“Terima kasih atas pertanyaannya. Morgan Lusamo memang tunanganku namun hubungan itu sudah berakhir. Mengenai alasan berakhirnya… Aku memutuskan untuk tidak membawa masalah pribadi tersebut ke dalam ruang publik karena itu adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak diperdebatkan di depan umum dan aku tidak tau bagaimana berita itu bisa muncul.” Ucap Alana dengan kebohongan diakhir kalimatnya.
"Nona Alana, apakah benar jika Anda bertunangan dengan Tuan Muda Lusamo karena dijodohkan?" tanya wartawan dengan nada yang sedikit mengejek.
“Tentang pertunangan dengan Morgan” Alana menjeda sejenak, dia menatap wartawan yang bertanya lalu melanjutkan “Memang benar bahwa awalnya itu adalah sebuah perjodohan. Namun, seiring berjalannya waktu, kami berdua memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dalam sampai akhirnya aku sadar jika aku bukan orang yang tepat untuknya.” Ucap Alana dengan lirih
“Apakah itu alasan anda mendekati Tuan muda Kingston? Menjadikannya pelarian?” Tanya wartawan. Alana menghela napas lalu kembali mengulas senyum tipis
“Aku menghormati Alesio. Kami baru saja bertemu dan masih dalam tahap mengenal satu sama lain. Namun, aku yakin bahwa setiap hubungan memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang. Aku tidak ingin terus terjebak dalam masa lalu yang menyakitkan.”
“ALANA!” suara itu tiba-tiba memenuhi ruangan, menusuk suasana damai yang baru saja tercipta. Alana baru saja berdiri, berniat pergi dari sana ketika suara dengan nada marah itu mengejutkannya.
“Papa...” sahut Alana pelan, sorot matanya mencerminkan campuran antara keterkejutan dan keheningan.
Namun, keheranan tidak hanya dirasakan oleh Alana. Para wartawan juga terhenti seketika mendengar suara yang menyakitkan dari belakang mereka. Terlebih lagi, ketika mereka berbalik, sosok yang membuat ruangan itu terdiam tampak jelas. Andre, kepala keluarga Dirgantara, berdiri disana, memandang Alana dengan ekspresi tegas dan penuh emosi.
Di sampingnya, sosok Morgan Lusamo, calon mantan tunangan yang juga turut berdiri.
Pria paruh baya itu mengenakan setelan jas rapi. Mata Andre berkilat penuh emosi ketika ia melangkah maju, mendekati Alana.
“Pertunangan kalian tidak batal Alana!” ucap Andre tegas, suaranya menggema di ruangan yang sepi. Morgan, yang ada di belakang Andre, menatap Alana dengan senyum mengejek, seolah merasa menang atas situasi ini.
Alana tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya, dan dia mencoba membantah, “Tapi papa-”
“Berhenti bersikap kekanakan, Alana. Aku tahu kamu ingin terkenal, tapi bukan begini caranya” ucap Morgan dengan ekspresi prihatin, berusaha memutarbalikan fakta
Alana mengepalkan tangannya, matanya melirik ke arah Mic yang juga terlihat tidak menduga kedatangan Papa dan tunangan Alana itu. Suasana di ruangan semakin tegang dengan kehadiran mereka.
Para wartawan saling berbisik lalu tak lama kemudian, pertanyaan mereka memecah keheningan "Tuan Dirgantara, apa maksud Anda pertunangan putri Anda dan Tuan Muda Lusamo tidak batal?" Pertanyaan itu langsung menimbulkan ketegangan di ruangan.
Seolah-olah sebuah badai pertanyaan datang menerpa, suara wartawan terus bersahutan, menciptakan suasana kacau dan tak terkendali di dalam ruangan. "Apa benar putri Anda hanya ingin terkenal hingga melakukan hal ini?" serentak beberapa wartawan menanyakan pertanyaan yang sama.
Andre terlihat tertegun sejenak oleh serangan pertanyaan tersebut. Dia menjawab dengan tenang "Alana adalah putri saya, dan keputusan mengenai pertunangan ini bukanlah sesuatu yang bisa diumumkan secara sembarangan."
"Bukankah Alana adalah putri Anda yang baru sekali muncul di pertemuan bisnis? Apa mungkin Nona Alana melakukan ini karena ingin pengakuan?" Pertanyaan-pertanyaan itu saling bersahutan, tumpang tindih, dan semakin tak terkendali. wartawan-wartawan tidak berhenti. Mereka terus menyerang mencari bahan untuk berita panas mereka.
Tangan Alana menggelepar di samping tubuhnya, dan dia bisa merasakan ketegangan yang melilit dirinya. Pada akhirnya, wartawan menyorot langsung pada Alana "Bagaimana tanggapan Anda, Nona Alana?"
“Aku tidak bisa menjalin hubungan dengan pengkhianat” jawab Alana dengan tegas, suaranya menghentak di ruangan yang sepi.
“ALANA!” suara Andre terdengar tegas, mencerminkan kekecewaan dan ketegasan seorang ayah.
“Dia selingkuh, papa! Morgan selingkuh!” ucap Alana setengah berteriak, membongkar rahasia umum yang membuat ruangan itu menjadi cukup gempar. Mata Alana berkobar, mencoba menyampaikan kebenaran yang menurutnya harus diketahui.
Alana menatap tajam Andre, wajahnya mencerminkan keputusasaan dan kebingungan. Suara gaduh wartawan yang sebelumnya gemuruh, tiba-tiba menjadi seramai ombak yang menderu ketika Alana membuka suaranya. Mereka sekarang kelimpungan mencari tahu lebih banyak tentang drama pribadi yang terjadi di depan mata mereka.
Sementara itu, Morgan terdiam, menanggapi tuduhan Alana dengan ekspresi yang sulit diartikan sampai seorang flash kamera menyerbu kearahnya.
“Tuan muda Lusamo, apa benar pernyataan nona Alana? Apa rekaman perselingkuhan anda itu benar?”
“Bagaimana bisa tuan Dirgantara membiarkan putri anda bertunangan dengan pria yang jelas-jelas berkhianat?” tanya seorang wartawan dengan tegas.
“Apa mungkin karena dulu anda juga mengkhianati Nyonya Saras Wijaya, makanya anda membenarkan tindakan Tuan muda Lusamo?” seru wartawan lainnya, mencoba menggali lebih dalam.
Morgan tersenyum sinis, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wartawan dengan sikap tenang. “Saya tidak tahu apa yang diceritakan Alana, tapi saya yakin ini hanya upaya sia-sia untuk merusak nama baik saya.”
“Lalu bagaimana rekaman CCTV ruangan anda yang sudah beredar dan memperlihatkan anda yang bermain api dengan wanita lain padahal anda adalah tunangan Nona Alana?” Tanya seorang wartawan yang Alana tau sebagai teman Mic
Alana tersenyum tipis dia melirik Mic lagi. Pria itu nampak berbicara melalui panggilan telpon lalu setelahnya menatap pada Alana dengan senyum lebar dan mengangguk mantap.
Andre mencoba menenangkan diri “Kami tidak ingin berspekulasi tanpa bukti yang kuat. Kami akan menyelesaikan ini dengan kekeluargaan, kalian bubar.” Ucap Andre dengan tegas
Namun, suasana semakin tegang ketika seorang wartawan menodong pertanyaan langsung ke arah Alana, “Apakah anda selalu diperlakukan tidak adil oleh keluarga dirgantara Nona Alana?”
Pertanyaan tersebut membuat Alana terkesiap, seolah ditantang untuk membuka lembaran hitam di balik kehidupannya. Dia menatap wartawan itu dengan mata yang memancarkan kilatan tersembunyi
“Sem-“
“Alana!” Andre menggeram
“Tidak, Papa selalu memberikanku dukungan dan kasih sayang” Ucap Alana dengan senyum tipis
“Tapi apa yang terjadi saat ini, Nona? Apakah ini hanya masalah pertunangan atau ada masalah lebih dalam di keluarga Dirgantara?” Wartawan yang bertanya masih menekankan, mencoba menemukan potensi kontroversi. Terlebih Alana paham jika mereka berusaha menarik skandal Andre dimasa lalu. Saat dimana Andre terlibah skandal perselingkuhan dengan Yulina, ibu tirinya kini.
Alana menarik nafas panjang, terlihat mencoba memilih kata dengan hati-hati. “Saat ini, aku hanya fokus menyelesaikan masalah pertunangan. Tidak ada masalah lain yang perlu diangkat secara tergesa-gesa. Aku percaya, dengan waktu, semuanya akan terungkap dengan sendirinya. Terimakasih telah hadir hari ini” ucap Alana menyampaikan perpisahannya
Jawabannya menciptakan momen hening sejenak sebelum dipecahkan oleh suara Andre yang kembali berbicara, “Sekarang, kami mohon privasi untuk menyelesaikan masalah ini di dalam keluarga. Terima kasih atas pengertian dan kerjasama kalian.”
PLAK “Apa-apaan tingkahmu ini, Alana?! Kamu ingin membuat keluarga Dirgantara hancur?” desis Andre, sambil menampar pipi putrinya dengan keras. Suara kekerasan itu memecah keheningan, menciptakan gelombang ketegangan yang melanda ruangan itu. Alana memandang ayahnya dengan mata terbelalak, tidak percaya bahwa dirinya harus kembali merasakan sentuhan kasar dari sang ayah. Yulina menutup mulutnya dengan ekspresi syok, namun dibalik bibirnya yang tertutup tangan, tersembunyi senyum tipis. Ia memperhatikan dengan cermat bagaimana tamparan keras dari Andre jatuh begitu tajam pada pipi kiri Alana. Bagi Yulina, tamparan itu adalah bentuk kepuasan tersendiri, seperti sebuah kesenangan terpenuhi di antara mereka. ‘Lagipula, bisa dimengerti kenapa dia begitu marah’ gumam Alana dalam hati, walaupun di wajahnya tergambar kesedihan yang mendalam. “Papa, aku hanya mencoba menyampaikan kebenaran, Papa tega membiarkanku dengan pria yang jelas-jelas sudah selingkuh?” ujar Alana dengan suara terbata
Alana menatap pria tampan yang sedang duduk di depannya, mengingat bagaimana ekspresi Yulina saat mengetahui Alesio datang ke rumah dan mencari dirinya. Hal itu membuat gadis itu merasa puas, ternyata pilihannya tidak salah untuk memanfaatkan kekuasaan Alesio.“Berhenti tersenyum seperti itu, tatapanmu membuatku merasa dilecehkan” kata Alesio sambil mendudukkan dirinya di ranjang Alana.“Hei! Siapa yang menyuruhmu duduk di situ, bangun!” Alana menatap Alesio kesal. Alesio hanya terkekeh kecil, kemudian ia bangkit dan duduk di kursi depan Alana.“Kamu yang membawaku ke sini, señorita” ucap Alesio dengan senyum miringnya, matanya menyorot Alana dengan nakal.Alana mendesah ringan. “Jangan membuatku menyesal membawamu kemari.”“Oh haruskah aku kembali dan berbicara dengan ibu tirimu itu” Ucap Alesio yang membuat Alana mendengus “Kau tidak penasaran kenapa aku dirumahmu?” Ta
Alana mengantar Alesio sampai pintu depan rumah. Dia menatap mobil Mercedes Benz milik Alesio yang menghilang dibalik gerbang yang tertutup. Suara mesin mobil yang merayap menjauh semakin meredup, meninggalkan Alana dalam keheningan malam.Alana kembali ke kamarnya, namun saat hendak menutup pintu, sebuah tangan kekar menahan pintu itu agar tetap terbuka.“Hentikan semuanya, Alana!” ucap sebuah suara yang sudah terlalu dikenal oleh Alana. Dia menoleh dan menemukan Henry, sang kakak tiri, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius.Alana tersenyum sinis, menatap sang kakak tiri dengan ejekan. “Menghentikan apa, Kak?”Henry menghela nafas panjang sebelum memasuki kamar Alana tanpa izin. “Rencana anehmu itu, Alana. Hentikan sekarang! Kau tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Morgan untuk menjaga citra dan bisnis keluarga.”Alana menyipitkan mata, tidak suka dengan pembicaraan ini. “Apa kau datang han
“Tidak!” Engahan napas itu beradu di antara gelapnya malam. Dada itu tersegal-segal seakan habis berlari ribuan kilometer jauhnya. Alana merasakan detak jantungnya yang memburu, seolah-olah sedang mengejar sesuatu yang terus bergerak menjauh. Alana menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembut menerangi ruangan, membawa sedikit kehangatan di tengah ketidakpastian yang melingkupi pikirannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam wajahnya dalam kedua tangan. Rambut panjangnya menjuntai dengan liar, menyelimuti wajah yang penuh kekhawatiran. Dengan gemetar, Alana mencoba meredakan napasnya yang masih terengah-engah. Dia menatap sekeliling kamarnya, mencari kepastian dalam setiap sudut yang pernah menjadi saksi bisu kehidupannya. Foto kelurganya terpajang diatas nakas membuatnya mengulas senyum tipis. Alana meminum segelas air yang telah dia siapkan setiap malam. Air itu dingin dan menyegarkan tenggorokannya yang terasa kerin
“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini Vera?” Runtukan dari Yulina begitu mendengar sang asisten rumah tangga mengatakan jika ada yang datang mengunjungi mereka “Pria yang kemarin Nyonya. Dia ingin bertemu Nyonya sekaligus Tuan” Vera menunduk diam saat menjawab pertanyaan Yulina. “Pria semalam? Alesio Kingston?” Mata Yulina akhirnya terbuka lebar. Dia bergerak cepat menuruni tangga dan melihat Alesio yang duduk dengan angkuhnya di sofa. Dengan setelan jas yang terlihat berkelas, rambut coklat gelapnya yang disisir rapi dan posisi duduknya yang elegan di sofa ruang tamu. Yulina tersenyum sambil berjalan menuju Alesio. "Selamat pagi, Mr Kingston. Apa yang membawamu ke sini pada pagi yang cerah ini?" Alesio menatap Yulina lalu berdiri dan mencium punggung tangan Yulina, sekedar sopan santun namun hal itu mampu membuat Yulina tersipu "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Nyonya Dirgantara." Ucapnya sambil tersenyum tipis. “Apa itu?” Tanya Yulina menyembunyikan raut
Alana berdiri memandang keluar jendela. Sudah hampir 20 menit dia berada di posisi itu sejak melihat mobil milik Alesio yang terparkir di halaman depan.Pintu kamar perlahan terbuka, Alana menoleh, dan matanya bertemu dengan mata tajam Alesio. Pria itu masuk dengan langkah tegas."Menungguku, Senorita" ucap Alesio“Sedikit” Jawab Alana dengan jujur“Kau memberikan sambutan yang buruk pada calon suamimu, Alana” Alesio kemudian duduk di pinggir ranjang Alana dengan angkuhnya.Alana mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya. “Aku hanya butuh waktu untuk meresapi semuanya”“Padahal kau yang menawarkan kontrak itu padaku” Celetuk AlesioAlesio memandang Alana dengan tajam. "Kita berdua tahu bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis, tetapi itu tidak berarti kita tidak bisa membuatnya terlihat nyata."“Aku tau” Jawab AlanaAlesio tersenyum licik. "Bagaiman
“Ada barang penting yang ingin kau bawa?” ucap AlesioAlana yang masih melamun langsung tersadar dan meresapi kata-kata itu. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya yang terbang entah ke mana. “Mau kemana?” tanya Alana dengan tatapan waspada.Alesio melangkah mendekati Alana, menggenggam tangannya dengan mengecupnya dengan lembut hingga Alana tersentak. “California” jawab Alesio.Alana terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu, dan dia bisa merasakan getaran emosi yang terjadi di antara mereka berdua.“Ngapain?” tanyanya, kekhawatiran dan ketidakpastian masih bersarang di benak Alana.“Kelurgaku ingin bertemu.”Alana membelalak. “Apa kita juga harus berpura-pura di depan keluargamu?”“Menurutmu?” tanyanya datar.“Apa itu perlu?” Melihat ekspresi datar Alesio membuat Alana melanjutkan ucapannya, “Em.. maksudku.. ini kan pernikahan
Mansion utama Kingston, California, USA.Alana memandang takjub desain bangunan di hadapannya itu. lampu-lampu menghiasi bangunan itu dengan indahnya. Alesio menatap Alana sambil tersenyum tipis, membiarkan Alana untuk menikmati rasa takjubnya itu“Hey.” Sampai akhirnya Alesio mengintrupsinya, membuat Alana tersentak “Kau menyukainya?” Tanya AlesioAlana mengangguk ringan “Ini indah, siapa yang mendesainnya?”“Tidak tahu, sejak aku lahir memang sudah begitu. Aku punya banyak dan lebih indah dari ini, kau ingin melihat milikku?” Ucap Alesio menyombongkan kepemilikan“Milikmu atau orang tuamu?” Tukas Alana dengan alis terangkat, menantang pria itu.“Kau ingin melihat nama pemiliknya? Aku tidak keberatan meminta Markus menyiapkannya”Alana mendengus “Ya.. yaa.. tuan muda keluarga Kingston sungguh hebat sekali”Alesio hanya tertawa, menikmati ketegangan ringan di udara antara mereka. Dia merasa tertarik dengan keberanian dan kecerdasan Alana yang membuatnya berbeda dari gadis-gadis yang p
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu