“Bagaimana dengan jadwal temu dengan Hiddleton?” tanya Alesio fokus pada berkas ditangannya. Berkas itu adalah dokumen kerja sama antara Kingston dan Hiddlton, dua perusahaan besar dengan kekayaan tak terkira.Alesio dari pihak Kingston dan Ricardo dari pihak Hiddleton."Jadwal temu masih seminggu lagi, tapi Mr. Hiddleton menginginkan dokumen itu paling lambat besok" ucap Fiona, mencoba untuk tetap tenang meskipun dia bisa merasakan getaran tegang di udara.Alesio menyeringai samar saat dia mendengar tanggapan Fiona. Sekilas, tidak ada yang terlihat salah dengan situasi ini, tetapi sesuatu yang tidak beres terasa di dalam dirinya. Dia tahu bahwa dokumen itu telah dimanipulasi, dan dia juga tahu siapa yang ada di balik semua ini.Namun, Alesio memutuskan untuk pura-pura tidak menyadari kecurangan ini. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk menemukan siapa yang berada di balik segala ini.Alasan Alesio menempatkan Fiona disampingnya adalah karena Fiona memiliki relasi dengan R
Seminggu berlalu sejak Fiona tinggal bersama mereka di apartemen. Alana merasa dirinya semakin menjauh dari Alesio, terutama setelah pertanyaan yang diajukan malam itu. Alesio tampaknya lebih sibuk dengan pekerjaannya, dan interaksi mereka menjadi semakin minim.Terlebih Alana juga sibuk dengan perusahaan Wijaya yang memulai semuanya dari awal. Meskipun masih berada di bawah Kingston, nyatanya Alesio tidak membantunya, pria itu nampak hanya menonton semuanya. Kecuali saat Alana datang dan memohon barulah Alesio turun tangan.Karena itu Alana sekarang enggan meminta bantuan Alesio, karena dia tahu konsekuensi atas permintaanya. Terakhir, lima hari lalu, Alana meminta Alesio menguak semua keburukan pada dirut perusahaan dan sebagai bayaran Alana harus melayani nafsu pria itu dengan bermain peran sebagai baby doll, lengkap dengan kostum dan dia harus memanggil Alesio dengan sebutan ‘daddy’Ugh, jika mengingatnya bagaimana Alesio menghujaminya dengan ker
Alana menggerutu keras sambil menatap tangannya yang terbalut perban. Dia merasa tidak nyaman dengan sensasi hangat yang menyengat di kulitnya, akibat melepuh yang dia alami akibat tumpahan air panas tadi pagi. Dokter yang merawatnya memberikan salep untuk dioleskan agar luka bisa sembuh dengan cepat."Sakit, ya, Dok?" tanya Alana sambil mencoba menahan rasa terbakar yang menjalar di tangannya.Dokter mengangguk "Iya, sedikit sakit pada awalnya. Tapi ini akan membantu mempercepat penyembuhan luka. Pastikan untuk menggunakannya seperti yang saya jelaskan, ya."Alana hanya bisa mengangguk pasrah. Meskipun merasa tidak nyaman dengan sensasi sakit dan perban yang mengganggu, dalam hati dia mencaci maki Fiona yang membuat kulit mulusnya terluka.Setelah menyelesaikan perawatan di rumah sakit, Alana keluar dari ruang perawatan. Namun di koridor dia tidak melihat Markus, padahal pria itu bilang akan menunggunya.Malas berpikir lama, Alana berjalan menuju parkiran, mencari keberadaan Markus s
Fiona mengigit kuku jarinya kesal, dia berusaha menghubungi Ricardo namun panggilan itu tidak pernah terhubung. Hanya suara operator yang menjawabnyaPadahal Fiona ingin mengabari Ricardo jika dia berhasil menggoda Alesio. "Darn it"Decakan kasar terdengar dari bibirnya. Dia melihat jam, sudah hampir malam namun Alesio belum kembali padahal Fiona sudah menggunakan pakaian terbaiknya untuk menggoda AlesioSuara seseorang yang mencoba membuka pintu membuat Fiona beranjak. Fiona menatap pintu apartemen yang terbuka dan menemukan Alesio berdiri sambil berjalan kearahnyaWajah wanita itu tersenyum senang.“Ale, kemari” Panggil Fiona dengan lembut.Alesio tersenyum tipis “Pakaian yang bagus” Ucapnya melangkah mendekati Fiona dengan langkah mantap.Tatapan Fiona memancarkan kepuasan saat Alesio mendekat. Dia merasa semakin yakin bahwa rencananya berjalan dengan mulus. Namun, di tengah keberhasilannya, ada getaran tak terduga yang mengusik ketenangannya, sebuah perasaan yang tersembunyi di ba
Alesio duduk didalam mobil sambil memejamkan matanya. Rasanya dia ingin cepat-cepat bertemu Alana. Memikirkan wanita itu sudah membuat Alesio mabuk, bahkan juniornya yang diam terbangun hanya karena memikirkan Alana.“Sialan” Dia menggeram kesalSelama tiga hari ini, Alesio menahan diri untuk tidak menerkam Alana karena ingin Alana nyaman dengannya. Selain itu, dia juga merasa bersalah saat mereka melakukannya saat itu.Dalam tiga hari, sudah tak terhitung berapa kali Alesio ke kamar mandi hanya karena Alana dan akhirnya dia bisa meminta pertanggung jawaban Alana hari ini.Alesio terkekeh samar sedangkan Markus melirik sang Tuan melalui cermin depan, berusaha memahami perubahan emosi tuannya yang sangat cepat berubah.“Lihat apa?” tanya Alesio datarMarkus meringis melihat penampilan Alesio, cukup berantakan dengan penuh noda darah tetapi aura kekuasaannya semakin menguar.“Apa anda yakin tida
Brak.“Sudah kuduga kalau akan begini” Decak Shia yang menendang tangan Alesio, membuat pistol itu terlepaskan dari tangannya“Sebelum menyentuhnya, lihat dulu penampilanmu, Ale” tegur Shia dengan nada yang tegas, kesal melihat putranya yang penuh dengan luka dan bercak darah. Dia menyadari bahwa Alesio telah terlibat dalam situasi berbahaya yang bisa berujung pada kehancuran. Mata birunya beralih menatap Alana “Astaga, kau pasti takut..”Alana menghela napas lega. Dia menatap Shia dengan mata berkaca-kaca nyaris menangis.Shia mendekat pada Alana, mengelus lembut pipinya yang basah oleh air mata. Dia memberikan senyuman penuh pengertian, mencoba menenangkan Alana yang gemetar karena ketakutan."Ale tidak akan menyakitimu Alana” bisik Shia dengan lembut.“Kenapa mama bisa disini?” tanyanya“kenapa? Mau mengusir mama lagi?”“Aku serius maa”&ldq
Alesio mendapat laporan dari anak buahnya jika mobil Shia masuk ke dalam halaman rumah namun dia tak bergeming. Alesio masih duduk di sofa ruang tamu dengan tablet ditangannya.“Alana” panggilnya ketika melihat Alana di pintu depan, hendak masuk ke dalamShia yang berjalan disamping Alana langsung merangkulkan tangannya pada pundak Alana “Biarkan dia tenang, awas saja kau menyentuhnya” Ancam ShiaAlesio merasa semakin terpojok dengan sikap Ibunya yang tampaknya tidak memahami perasaannya.“Ma..”“Berhenti kekanakan Alesio, kau bukan anak kecil lagi” Balas Shia“ke kamar Alana” ucap Alesio. Alana menatapnya lalu beralih pada Shia, setelahnya Alana nampak mengatakan sesuatu pada Shia sebelum beranjak menuju kamar di lantai dua.“Jelaskan” tuntut Shia“Apa? Bukannya mama sudah tahu semuanya”Shia menghela napas “Mama kecewa kau menyemb
Dengan cepat dan tanpa ragu, Alesio membawa Alana di pangkuannya, merengkuhnya dengan kekuatan yang penuh gairah.Bibirnya menemukan bibir Alana dengan ganas, menyerbu dengan keinginan yang membara, mencari kemesraan yang telah lama terpendam.Alana merasa dadanya terasa berdebar-debar, dan dia menanggapinya dengan membalas ciuman Alesio dengan penuh gairah.“Emhh..” desah Alana dengan lembut, matanya terpejam menikmati sentuhan Alesio. Setiap sentuhan bibirnya membangkitkan api di dalamnya, memicu keinginan yang tak terbendung. Dia merasa tenggelam dalam aliran gairah yang mengalir begitu deras antara mereka berdua.Alana, yang kini terperangkap di pelukan Alesio, membalas pelukannya dengan penuh kehangatan dan cinta. Setelah beberapa saat yang terasa seperti abadi, Alesio akhirnya melepaskan pelukannya, memandang Alana dengan tatapan yang penuh dengan rasa cinta dan hasrat."Kau membuatku gila, Alana" ucap Alesio dengan suara ya
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu