Alesio duduk didalam mobil sambil memejamkan matanya. Rasanya dia ingin cepat-cepat bertemu Alana. Memikirkan wanita itu sudah membuat Alesio mabuk, bahkan juniornya yang diam terbangun hanya karena memikirkan Alana.
“Sialan” Dia menggeram kesal
Selama tiga hari ini, Alesio menahan diri untuk tidak menerkam Alana karena ingin Alana nyaman dengannya. Selain itu, dia juga merasa bersalah saat mereka melakukannya saat itu.
Dalam tiga hari, sudah tak terhitung berapa kali Alesio ke kamar mandi hanya karena Alana dan akhirnya dia bisa meminta pertanggung jawaban Alana hari ini.
Alesio terkekeh samar sedangkan Markus melirik sang Tuan melalui cermin depan, berusaha memahami perubahan emosi tuannya yang sangat cepat berubah.
“Lihat apa?” tanya Alesio datar
Markus meringis melihat penampilan Alesio, cukup berantakan dengan penuh noda darah tetapi aura kekuasaannya semakin menguar.
“Apa anda yakin tida
Brak.“Sudah kuduga kalau akan begini” Decak Shia yang menendang tangan Alesio, membuat pistol itu terlepaskan dari tangannya“Sebelum menyentuhnya, lihat dulu penampilanmu, Ale” tegur Shia dengan nada yang tegas, kesal melihat putranya yang penuh dengan luka dan bercak darah. Dia menyadari bahwa Alesio telah terlibat dalam situasi berbahaya yang bisa berujung pada kehancuran. Mata birunya beralih menatap Alana “Astaga, kau pasti takut..”Alana menghela napas lega. Dia menatap Shia dengan mata berkaca-kaca nyaris menangis.Shia mendekat pada Alana, mengelus lembut pipinya yang basah oleh air mata. Dia memberikan senyuman penuh pengertian, mencoba menenangkan Alana yang gemetar karena ketakutan."Ale tidak akan menyakitimu Alana” bisik Shia dengan lembut.“Kenapa mama bisa disini?” tanyanya“kenapa? Mau mengusir mama lagi?”“Aku serius maa”&ldq
Alesio mendapat laporan dari anak buahnya jika mobil Shia masuk ke dalam halaman rumah namun dia tak bergeming. Alesio masih duduk di sofa ruang tamu dengan tablet ditangannya.“Alana” panggilnya ketika melihat Alana di pintu depan, hendak masuk ke dalamShia yang berjalan disamping Alana langsung merangkulkan tangannya pada pundak Alana “Biarkan dia tenang, awas saja kau menyentuhnya” Ancam ShiaAlesio merasa semakin terpojok dengan sikap Ibunya yang tampaknya tidak memahami perasaannya.“Ma..”“Berhenti kekanakan Alesio, kau bukan anak kecil lagi” Balas Shia“ke kamar Alana” ucap Alesio. Alana menatapnya lalu beralih pada Shia, setelahnya Alana nampak mengatakan sesuatu pada Shia sebelum beranjak menuju kamar di lantai dua.“Jelaskan” tuntut Shia“Apa? Bukannya mama sudah tahu semuanya”Shia menghela napas “Mama kecewa kau menyemb
Dengan cepat dan tanpa ragu, Alesio membawa Alana di pangkuannya, merengkuhnya dengan kekuatan yang penuh gairah.Bibirnya menemukan bibir Alana dengan ganas, menyerbu dengan keinginan yang membara, mencari kemesraan yang telah lama terpendam.Alana merasa dadanya terasa berdebar-debar, dan dia menanggapinya dengan membalas ciuman Alesio dengan penuh gairah.“Emhh..” desah Alana dengan lembut, matanya terpejam menikmati sentuhan Alesio. Setiap sentuhan bibirnya membangkitkan api di dalamnya, memicu keinginan yang tak terbendung. Dia merasa tenggelam dalam aliran gairah yang mengalir begitu deras antara mereka berdua.Alana, yang kini terperangkap di pelukan Alesio, membalas pelukannya dengan penuh kehangatan dan cinta. Setelah beberapa saat yang terasa seperti abadi, Alesio akhirnya melepaskan pelukannya, memandang Alana dengan tatapan yang penuh dengan rasa cinta dan hasrat."Kau membuatku gila, Alana" ucap Alesio dengan suara ya
“Mau kemana?” Tanya Alana saat Alesio menggendongnya dan berjalan menuju pintu“Kamar” Jawab Alesio. Sontak saja hal itu membuat Alana melotot“Dengan kondisi begini?”Alesio mengangguk sebagai jawaban “Para pelayan sudah pergi” Sahutnya seperti tahu kekhawatiran Alana“Ya tapi tetap saja, jalan bertelanjang di rumah besar ini agak..”“Jadi kau ingin aku melakukannya di ruang kerjaku saja?” Tanya Alesio dengan sudut bibir terangkat“Hah? Apa maksudmu? Kita sudah melakukannya” Alana menjawab, matanya membulat dalam keheranan.“Tapi aku ingin lagi” ucap Alesio dengan santai, membuat Alana melotot kembali dalam keheranannya yang tak terpecahkanAlesio berjalan menaiki tangga, dia mengabaikan Alana yang meronta minta dilepaskan lagipula tubuh Alana terasa ringan di pelukannya jadi dia tidak perlu khawatir dengan pemberontakan Alana.
Pagi-pagi sekali, semua pelayan keluar untuk menyambut kepulangan Alesio, tetapi Alana tetap berada di lantai atas, diam mengawasi kedatangan Alesio dari jendela kamar tidurnya.Sudah hampir seminggu ini dia merasa seperti terjebak di dalam rumah ini. Alesio hanya mengiriminya pesan singkat dan menyuruhnya untuk menunggu.Jujur, Alana merasa kesal. Dia merasa seperti tawanan yang tidak diperbolehkan keluar. Paling jauh yang dia bisa lakukan adalah keluar ke halaman depan. Rasanya seperti dia terkurung di dalam sebuah kandang emas yang indah, namun tak berdaya.Alesio keluar dari mobil dengan langkah mantap. Dua kancing teratas kemejanya terbuka, dan dasinya terlihat agak acak-acakan. Alana meneguk salivanya, membiarkan matanya terpaku pada sosok Alesio yang memukau. Ini adalah momen di mana kekhawatirannya sering muncul, ketika dia merasa takut bahwa Alesio mungkin akan tertarik pada wanita lain.Meskipun hatinya berdebar-debar, Alana enggan beralih dari
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd