Terima kasih. Semoga suka. Update lagi sore ya.
Pagi hadir dengan mudah mengusir malam. Amira benar-benar malas untuk bangun. Tubuhnya terasa lelah. Mata bengkak dan wajah sembab. Dia yakin Keano sudah mendapatkan perawatan dari bibi.“Apa masih sakit?” Wijaya mencium pipi Amira.“Tidak.” Amira menghindari Wijaya. Dia memutar tubuh membelakangi pria itu.“Santailah. Tidak perlu bangun lebih awal. Keano tidak akan menggangu,” bisik Wijaya dengan tetap mencium pipi Amira berkali-kali.“Aku mau tidur lagi,” ucap Amira.“Ya.” Wijaya turun dari kasur. Pria itu melihat Amira yang menutupi diri dengan selimut. Dia masuk ke kamar mandi.“Hari ini rasanya aku tidak mau melakukan apa pun,” ucap Amira di dalam hati. “Perjalananku baru mulai.” Amira memejamkan matanya. Dia menghela napas dengan berat dan kasar. “Hah! Aku harus bagaimana menghadapi ibu Luna?” tanya Amira pada dirinya sendiri. Dia duduk di tepi kasur dengan wajah dan rambut yang berantakan, tetapi tidak mengurangi kecantikan wanita itu. “Kenapa melamun?” tanya Wijaya merapika
Luna dan Bella serta Dira sudah berkemas. Mereka akan kembali ke kota. Tidak ada yang perlu ditunggu lagi di puncak. Semua orang sudah melanjutkan aktivitas di hari libur. “Apa sudah siap, Luna?” tanya Bella melihat Luna yang sudah menutupi wajah dengan masker. “Apa mobil Wijaya sudah meninggalkan villanya?” Luna balik bertanya. Wanita itu masih terlihat sedih karena terluka akibat pukulan Wijaya. Ada sakit di pipi dan hati. “Belum. Sepertinya, Wijaya belum akan pulang,” ucap Bella. “Padahal semua orang sudah meninggalkan tempat ini.” Luna tampak berpikir. “Apa dia meninggalkan Keano?” tanya Luna di dalam hati. “Aku akan membawa Keano pergi.” Luna yang duduk di sofa segera beranjak dan bersemangat. “Apa sudah mau pulang?” tanya Bella. “Ya. Aku mau kembali ke rumah. Mengambil harta karun yang paling berharga dalam hidup Wijaya.” Luna tersenyum bahagia. “Dia harus memecat Luna jika menginginkan Keano.” Luna tidak tahu bahwa Wijaya tidak pernah meninggalkan Keano berlama-lama kec
Mobil mewah Wijaya berhenti di depan pintu utama. Pria yang masih memangku laptop itu melihat Amira dan Keano yang terlelap dari tidur. Anak dan ibu itu benar-benar bisa tidur nyenyak selama perjalanan sehingga tidak sadar sudah tiba di rumah.“Hm.” Wijaya membuka pintu. Pria itu menggendong Amira. Keano bersama bibi. Dia membawa istri tercinta yang sedang marah langsung ke kamar tanpa mengganggu tidurnya. Merebahkan di atas kasur dengan hati-hati dan menyalakan pendingin ruangan. Mencium dahi dan pipi dengan lembut.Wijaya membuka jas dan kemeja. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena hari yang memang sudah sore. Pria itu hanya mengenakan baju handuk dan duduk di tepi kasur. Dia memperhatikan pipi Amira yang sudah tidak merah lagi.“Aku sudah membalas tamparan yang sama kepada Luna,” ucap Wijaya pelan. Dia benar-benar tidak ingin membangunkan Amira. Membiarkan sang sekretaris terus terlelap agar bangun dengan tenang dan tidak marah lagi.Amira membuka mata dan langsung me
Wijaya menyadari bahwa Luna mengikutinya dari belakang sehingga pria tidak ingin menyusul Amira. Dia tidak mau tempat tinggal mereka ketahuan sehingga kehidupan yang indah akan menjadi kacau.“Sial! Apa yang diinginkan Luna?” Wijaya menghentikan mobil. Dia membiarkan Amira menjauh.“Aku harap Amira pulang ke rumah.” Wijaya benar-benar bingung dan khawatir. Dia tidak ingin Amira pergi, tetapi tidak mau juga berurusan dengan Luna.“Harusnya aku memberikan Amira ponsel lain khusus untuk diriku dan dirinya saja,” ucap Wijaya memperhatikan mobil Luna yang juga berhenti di belakangnya.“Kenapa Wijaya tiba-tiba pergi dan berhenti?” Luna tampak berpikir. Dia mengingat mobil mewah yang melewati mereka.“Apa mobil tadi dikendarai oleh Amira?” Jantung Luna berdebar tidak karuan. Dia semakin luka dan kecewa. Mobil dengan edisi terbatas dan harga yang fantastis itu diberikan Wijaya kepada seorang sekretaris.“Tidak. Tidak mungkin. Itu bukan Amira.” Luna berusaha menenangkan diri. Hatinya benar-bena
Wijaya kesal melihat Luna yang masih bertahan di belakangnya. Pria itu segera menghubungi bibi untuk menanyakan tentang Amira.“Halo, Bi. Apa Amira sudah kembali?” tanya Wijaya.“Belum, Pak,” jawab bibi.“Beritahu aku jika Amira sudah tiba di rumah,” ucap Wijaya.“Baik, Pak.” Panggilan ditutup.Wijaya keluar dari mobil dan mendekati kendaraan Luna. Pria itu benar-benar marah karena diikuti sang istri pertama. Dia sangat tidak suka pada ibu kandung Keano yang telah mensia-siakan putranya.“Keluar!” Wijaya mengetuk kaca mobil Luna.“Jaya.” Luna membuka pintu mobil Luna dan menarik istrinya keluar dengan kasar.“Aah!” Luna terkejut dengan sikap kasar Wijaya. Wanita itu khawatir tertangkap kamera para wartawan.“Apa yang kamu inginkan, Luna? Apa tidak ada perkerjaan yang bisa dilakukan selain mengikutiku?” Wijaya menatap tajam pada Luna yang ketakutan.“Aku….” Luna sangat gugup. Dia teringat kembali pada tamparan keras yang diberikan Wijaya padanya.“Apa kamu tidak tertarik untuk menyelesa
Wijaya menatap Amira yang sudah basah kuyup. Kaos putih yang dikenakan memperlihatkan pakaian dalam Amira. Wanita itu memeluk lututnya. Tubuhnya menggigil karena kedinginan. Dimandikan sang suami di tengah malam.“Kenapa kamu menangis?” Wijaya mengangkat dagu Amira. Dia mengecup bibir yang pucat.“Apa aku menyakiti kamu?” bisik Wijaya di telinga Amira dan memberikan gigitan pelan.“Apa kamu tidak sadar telah melukaiku tanpa menyentu, Amira?” Wijaya memeluk erat tubuh Amira. Mereka duduk di lantai kamar mandi dengan air terus mengalir membasahi keduanya.“Kenapa diam, Amira? Apa hukuman ini masih kurang?” tanya Wijaya membuka kaos yang dikenakan Amira.“Hah!” Amira terkejut.“Aku tidak mau kamu masuk angin.” Wijaya mematikan keran air.“Buka celana kamu!” perintah Wijaya yang telah bertelanjang dada. Pria itu memegang handuk. “Tinggalkan aku sendiri,” tegas Amira dengan suara bergetar. Dia benar-benar kedinginan dengan tubuh yang basah. Ditambah lagi dengan pendingin ruangan yang aktif
Amira sudah selesai memberikan asi kepada Keano. Wanita itu ditunggu Wijaya untuk berganti pakaian karena mereka akan pergi jalan-jalan.“Apa Keano sudah tidur?” tanya Wijaya melihat pada Amira yang berdiri di depan lemari. Wanita itu memilih kemeja putih dan celana jeans biru navy.“Sudah,” jawab Amira. “Kamu selalu cantik,” ucap Wijaya beranjak dari sofa. Dia mendekati Amira yang sudah berpakain.“Aku suka semua hal dari kamu, Amira.” Wijaya memeluk Amira dari belakang. Dia mencium leher yang terbuka karena rambut digelung tinggi.“Seksi,” bisik Wijaya di telinga Amira.“Apa yang mau kamu beli, Sayang?” tanya Wijaya tersenyum memandangi bayangan mereka dari pantulan cemin lemari.“Aku tidak tahu,” jawab Amira.“Apa aku harus beli mall berserta isinya?” Wijaya mencium pipi Amira dalam waktu beberapa detik.“Tidak perlu dibeli. Aku tahu mall itu milik Anda,” ucap Amira.“Hahaha. Kamu pasti tahu semua asset dan bisnisku.” Wijaya tertawa. Dia mencium pundak Amira.Wijaya dan Amira kelua
Kristian keluar dari kamar mandi. Dia membawa botol infus dan menggantungkan di tiang. Dia duduk di tepi kasur dan mengambil ponsel yang ada di atas meja.“Amira.” Kristian melihat pesan dari Amira.“Apa? Sudah dihapus?” Kristian kebingungan. Dia belum membaca pesan dari Amira.“Kenapa dihapus?” Kristian gelisah.“Ada apa?” tanya Dody mendekati putranya yang terlihat kacau.“Ada pesan dari Amira, tetapi sudah dihapusnya,” jawab Kristian memperlihatkan layar ponsel pada papanya.“Papa sudah tangkap layar,” ucap Dody yang sangat peduli pada putranya. Pria itu tidak mau Kristian menjadi kacau karena Amira.“Terima kasih, Pa.” Kristian tersenyum. Dia segera memeriksa galeri foto miliknya.“Jangan hubungi Amira. Dia sudah memblokir nomor kamu,” ucap Dody memperhatikan Kristian yang sangat antusias.“Ya. Dia tidak mau Pak Wijaya marah.” Kristian tersenyum melihat pesan Amira. Pria itu tidak marah sama sekali para sekretaris Wijaya.“Apa yang terjadi?” tanya Dody.“Pak Wijaya memukulku,” jawa
Luwiq benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu mendapatkan kiriman video Luna yang dilecehkan dengan paksa. Adik perempuannya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Menjadi mainan dan budak sex para Black Mamba. “Kak Luwiq. Apa yang kamu lakukan? Kenapa aku harus dihukum seperti ini?” Itu adalah kalimat terakhir dari rekaman video Luna. Dia telah diberitahu bahwa apa yang terjadi padanya adalah akibat dari Luwiq yang menyerang Wijaya.“Wijaya telah melepaskanku, tetapi kenapa Kak Luwiq hadir untuk merusak semuanya? Wijaya pasti akan menjadikan mama dan papa target selanjutnya. Dia selalu membalas musuhnya dengan berlipat lebih sakit.” Luna berada di dalam kamar yang mewah dan bersih. “Aku mau bertemu papa dan mama.” Luna melihat botol kaca berisi minuman mahal.“Aku lelah. Haruskah aku mengakhiri hidup ini dengan bunuh diri?” Luna meringkuk di atas kasur. Tubuhnya sakit dan lelah. Dia bahkan kesulitan untuk bergerak setelah dirajam oleh empat pria sekaligus.“Luna, maafkan aku.
Wijaya pamit pada istrinya yang mengantarkan hingga ke mobil. Pria itu memberikan pelukan dan ciuman di dahi serta mengusap kepala Amira dengan lembut.“Tidak usah menungguku. Tidurlah dengan nyenyak karena anak-anak akan bangun ketika lapar.” Wijaya tersenyum pada Amira. Pria itu cukup tenang karena istrinya sangat betah di rumah bersama anak-anak dan tidak pernah menuntut apa pun. Walaupun dia seorang wanita karier, tetapi rela meninggalkan semua demi keluarga dan sang suami yang mampu memenuhi segalanya.“Aku tidak mau melihat wajah kusam hingga mata panda. Walaupun punya bayi kamu tetap harus cantik dan terawatl, Sayang.” Wijaya memeluk Amira.“Ya. Aku tidak mau kamu melihat wanita lain,” ucap Amira.“Itu tidak mungkin, Sayang. Aku hanya mau istri Wijaya Kusuma semakin cantik dan menawan. Tidak ada wanita lain yang mampu menandinginya,” tegas Wijaya.“Hahaha.” Amira tertawa lepas.“Masuklah,” ucap Wijaya. “Kamu masuk duluan.” Amira membukakan pintu mobil untuk Wijaya.“Jangan laku
Luwiq yang baru tiba di markas benar-benar semakin gelisah karena Wijaya terus mengirimkan foto dan video tentang keluarganya. Pria itu menghancurkan Perusahaan Lucas dengan mudahnya.“Pria ini benar-benar mengerikan. Padahal aku sudah merencanakan ini cukup lama dengan terus mengumpulkan informasi. Ternyata Wijaya sangat misterius dan penuh rahasia.” Luwiq mengepalkan tangannya.“Bos, kita tidak punya kesempatan untuk menculik Non Amira. Wanita itu tidak pernah keluar dari rumahnya,” ucap seorang pria.“Wijaya tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya.” Luwiq menatap pada pria di depannya.“Apa Anda akan datang bertemu dengan Pak Wijaya?” tanya pria itu.“Bertemu atau tidaknya. Dia akan tetap mendapatkan diriku,” jawab Luwiq.“Anda benar. Ini adalah catatan orang-orang yang berurusan dengannya. Mereka hilang tanpa jejak.” Pria itu memberikan berkas kepada Luwiq.“Para wanita itu pernah menyakiti Non Amira,” ucap pria itu lagi.“Wijaya menginginkan aku. Dia bahkan menjadikan orang tua dan
Luwiq tiba di Indonesia. Pria itu menginap di apartemen. Dia merebahkan tubuh di kasur dan mengaktifkan ponsel. “Hah!” Luwiq yang rebahan segera duduk. Dia terkejut mendapatkan foto dan video Luna serta kedua orang tuanya.“Apa yang terjadi?” Luwiq melotot menatap layar ponselnya.“Wijaya!” Luwiq sangat marah. Dia bisa menebak orang yang telah menculik orang tuanya.“Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berhubungan dengan papa?” tanya Luwiq pada dirinya sendiri.“Sial!” Luwiq mendapatkan pesan dari Lucas.“Apa yang harus aku lakukan? Dia bahkan telah mengambil Perusahaan papaku. Wijaya ini benar-benar tidak berperasaan. Pria itu bahkan tega menyiksa wanita yang pernah menjadi istrinya.” Luwiq benar-benar gelisah. Dia berani melawan Wijaya, tetapi tidak tahu kemampuan suami dari Amira. Pria kejam yang tidak berperasaan. Balas dendam harus berlipat ganda lebih menyakitkan.“Aku baru saja sampai dan dia hanya memberi waktu satu hari untukku.” Luwiq masih sangat lelah, tetapi dia tidak punya
Wijaya memperhatikan ekspresi terkejut dari Lucas dan Mariama. Anak pertama Lucas dengan istri yang sudah meninggal dan dirahasiakan. “Apa Anda tidak mengenal Luwiq?” tanya Wijaya. “Aku tidak punya masalah dengan Luwiq, tetapi kenapa dia menargetkan aku dan Amira? Pria itu mau membunuhku,” tegas Wijaya.“Siapa Luwiq?” Wijaya menatap Lucas dan Mariama. “Kami tidak tahu siapa Luwiq. Kamu saja yang punya banyak musuh,” ucap Mariama menatap penuh kebencian kepada Wijaya karena telah membuang putrinya.“Anda tidak kenal. Bagaimana dengan Lucas? Apa dia juga tidak kenal?” tanya Wijaya.“Sepertinya, dia anak yang berbakti yang menyayangi saudarinya sehingga melakukan pembalasan dendam padaku. Dia benar-benar tidak mengenal diriku.” Wijaya menarik kursi dan duduk. Dia memperhatikan Lucas dan Mariama yang tergeletak di lantai dengan kaki yang diborgol dengan besi.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang Luwiq?” tanya Lucas.“Tentu saja aku mencarinya hingga ke ujung dunia karena dia membahayakan a
Amira selalu bangun lebih awal agar bisa mengurus sendiri suami dan bayinya. Dia membuka mata dan mencium tiga lelakinya. Beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Wijaya dengan mudat terbangun setiap ada pergerakan. Pria itu melihat sang istri yang sudah hilang di balik pintu.“Mm.” Wijaya tersenyum. Dia pun menyusul istrinya yang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi.“Aaahh!” Amira terkejut hingga memegang dadanya dan bersender di dinding. Wanita itu menatap pada Wijaya yang tersenyum.“Sayang, kamu mengejutkanku.” Amira menenangkan dirinya.“Kenapa bangun sangat awal?” tanya Wijaya mencuci muka dan menggosok giginya.“Karena aku mau mengurus anak-anak dan suamiku,” jawab Amira yang sudah membasahi diri di bawah shower.“Apa tidak dingin?” Wijaya memeluk Amira dari belakang.“Tidak, Sayang. Suhu airnya tepat.” Amira memutar tubuh dan menghadap Wijaya. Dia mengecup bibir suaminya yang masih terasa mint dari pasta gigi. Wajah pria itu pun harum karena mendapatkan pembersih denga
Luwiq duduk di sebuah café di Italia. Dia menunggu seseorang yang telah janjian dengannya. Pria itu datang seorang diri.“Kenapa kamu mengundangku?” tanya Giorgio yang segera duduk di depan Luwiq.“Kamu kenal mereka kan?” Luwiq memberikan foto Amira dan Wijaya.“Apa kamu bermasalah dengan Wijaya?” tanya Giorgio.“Ya. Dia menghancurkan bisnis keluargaku. Aku ingin balas dendam,” jawab Luwiq.“Kamu mau balas dendam dengan cara bagaimana?” Giogio melihat foto Amira.“Membunuh semua anggota keluarga Wijaya dan mengambil istrinya untukku. Tidak masalah sisa Wijaya.” Luwiq tersenyum.“Balas dendam yang seharusnya kamu lakukan adalah membunuh bisnis Wijaya dan bukan menghancurkan keluarganya.” Giorgio mengepalkan tangannya menutupi rasa marah ketika dia tahu Luwiq ingin memiliki Amira.“Dia sudah menghancurkan kehidupan adikku,” ucap Luwiq.“Siapa adik kamu?” tanya Giorgio.“Luna. Dia adalah adik beda ibu, tetapi aku tetap menyayanginya. Sekarang dia terjebak di Amerika dan aku tidak bisa men
Cantika benar-benar tidak bisa lari dari rumah Andika. Dia tidak berani mengambil resiko terjun bebas. Ada rasa takut yang tidak bisa dilawan.“Kak Andika, tolong lepaskan aku. Aku terlalu mencintai kamu.” Cantika meringkuk di balkon kamar. Wanita itu hanya bisa menangis seorang diri menunggu Nasib yang akan ditentukan oleh Andika. Dia tertidur di lantai.Andika kembali ke kamar dan melihat tempat tidur yang kosong. Pria itu bisa menebak bahwa Cantika berada di balkon karena pintu yang terbuka.“Kamu tidak akan bisa lagi, Cantika.” Andika membawa tali menuju balkon dan melihat Cantika yang meringkuk di lantai.“Sepertinya kamu suka di sini.” Andia mengikat Cantika di pagar balkon.“Ah. Andika.” Cantika membuka mata. Dia terkejut ketika melihat tangan yang sudah diikat di besi pagar balkon. “Sepertinya kamu lebih suka di sini dari pada di kasur.” Andika tersenyum.“Tidak. Aku mau ke kasur,” ucap Cantika.“Kak, tolong ampuni aku. Aku sangat mencintai kamu sehingga menjadi gelap mata.” C
Andika mengerahkan semua tenaga dan uang untuk mencari keberadaan Devano. Dia yakin bahwa itu adalah anaknya dan Amira. Pria itu ingin bersama kembali dengan mantan istrinya.“Pak, kami menemukan ini di lokasi kecelakaan pesawat.” Anak buah Andika memberikan rekaman video dan foto serta menemukan peluru.“Apa ini?” Andika bingung karena foto dan video itu benar-benar gelap.“Ini adalah mobil Pak Wijaya. Dia terlihat menggendong bayi,” jelas pria itu.“Wijaya!” Andika mengepalkan tangannya. Dia sangat marah karena terlambat datang ke lokasi sehingga Wijaya lebih dulu mendapatkan Devano.“Bayi ini dapat dipastikan adalah Devano karena Wijaya rela turun langsung ke lapangan untuk menjemputnya demi Amira.” Andika benar-benar kesal. Kehidupannya hancur karena Cantika. Dia harus kehilangan wanita yang dicintainya dan seorang anak laki-laki yang tampan.“Sial. Cantika. Aku akan membunuh kamu.” Andika meremas foto yang dipegangnya. “Kita tidak bisa mengambil Devano dari Wijaya. Hentikan penca