Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka.
Wijaya mengendarai mobil menuju perumahan elit yang satu Kawasan di proyek barunya. Di mana Amira pernah tinggal setelah diusir oleh mertua dan suaminya.“Apa Anda punya rumah di sini?” tanya Amira yang sangat mengenali jalan yang mereka lewati.“Aku pemiliknya. Tidak mungkin tidak punya rumah di sini,” jawab Wijaya menuju pintu gerbang yang berbeda dari Kawasan perumahan. Pria itu masuk ke pagar lain yang benar-benar mewah.“Oh. Pantas saja ada bangunan yang beda sendiri. Ternyata itu milik Anda,” ucap Amira menoleh pada Wijaya. Dia benar-benar heran dengan kekayaan yang dimiliki pria itu.“Aku punya banyak rumah dan asset lainnya.” Wijaya masuk ke dalam halaman rumah yang mewah. Ada beberapa orang yang bertugas menjaga kebersihan rumah.“Apa Keano akan kemari?” tanya Amira.“Mereka pasti sudah di dalam,” jawab Wijaya.“Baguslah. Aku sudah menyimpan beberapa kantong asi yang aku peras di kantor tadi,” ucap Amira bersemangat bertemu dengan Keano. Wanita itu langsung membuka pintu ketik
Amira memilih celana panjang berwarna hitam dan kemeja putih. Dia menggerai rambutnya yang sedikit masih basah. Wanita itu selalu tampil cantik dan elegan. Menuruni tangga dan bertemu dengan Wijaya yang sudah menunggunya.“Kamu terlambat,” ucap Wijaya mengetuk jam yang ada di pergelangan tangannya.“Aku sudah buru-buru. Lima belas menit tidak akan cukup untuk seorang wanita,” tegas Amira. “Hm.” Wijaya dengan mudah terpesona pada Amira. Apalagi wanita itu menggerai rambutnya yang bergelombang melewati pundak.“Kita berangkat sekarang.” Wijaya keluar dari rumah.“Aku cium Keano dulu.” Amira dengan cepat masuk ke kamar Keano. “Seharusnya, kamu juga menciumku.” Wijaya tersenyum. Pria itu masuk ke mobil dan duduk di balik kemudi. Amira pun dengan cepat menyusul.Wijaya hanya diam. Dia mengendarai mobil menuju butik yang sama dengan istrinya, tetapi Luna sudah lebih dulu selesai dan pulang karena butik ditutup pada pukul setengah empat sore untuk menyambut kedatangan bos besar.“Kenapa tut
Penjamuan bisnis adalah pertemuan para pengusaha muda dan sukses. Mereka bertemu sebagai rekan dan juga saingan bisnis. Membicarakan rencana selanjutnya di pertengahan dan akhir tahun.“Wijaya Kusuma. Ini adalah pertama kalinya mengambil seorang wanita menjadi sekretaris,” ucap Haris berdiri di depan Wijaya. Pria itu memperhatikan Amira.“Oh. Ini adalah Amira Salsabila. Mantan istri dari Andika.” Cantika mendekat dengan menggandeng tangan Andika.“Amira.” Andika terkejut melihat istrinya dalam balutan gaun mahal dan mewah edisi terbaru yang bahkan belum launching.Mantan istri yang memang cantik serta seksi. Wanita itu kini bangkit dengan penuh semangat karena telah memiliki seorang anak yang selalu diberinya asi. Pengganti Devano yang telah meninggal duniah bahkan sebelum melihatnya.“Terima kasih. Telah mengingatkanku pernah menikah dengan pria itu,” ucap Amira tersenyum.“Tidak ada kesedihan di mata Amira. Dia terlihat segar dan bersemangat.” Andika terus memperhatikan Amira.“Kenap
“Arrghh!” Luna menghambur meja rias miliknya. Wanita itu tidak diajak Wijaya ke pesta. Padahal dirinya adalah istri yang sah di mata hukum dan public.“Sabar, Bu.” Dira khawatir dengan sikap Luna yang mungkin akan melukai dirinya sendiri.“Bagaimana bisa Wijaya pergi tanpa pendamping? Aku adalah istri dia. Pasti semua orang bertanya tentang hubungan kami. Biasanya, aku yang menemaninya dalam penjamuan.” Luna benar-benar marah. Dia mengambil waktu istirahat agar bisa pergi dengan Wijaya, tetapi pria itu bahkan tidak menemui dan menghubunginya. “Wijaya!” teriak Amira.“Sial!” Pria itu benar-benar tidak peduli lagi padaku setelah mendapatkan anak.“Apa aku harus membawa pergi Keano bersamaku agar dia mencariku?” Luna tersenyum. Dia keluar dari kamar dan pergi ke kamar Keano.“Di mana Keano?” Luna melihat kamar yang kosong.“Apa dia dirawat di rumah sakit? Kenapa mereka belum pulang?” tanya Luna pada dirinya sendiri dan tidak mendapatkan jawaban.“Di mana bibi?” Luna mencoba menghubungi b
Amira mengendarai mobil merah hadiah dari Wijaya keluar dari Kawasan perumahan elit. Dia menuju pusat pembelajaan yang ada di kota. Wanita itu berencana membeli tas dan pakaian serta sepatu untuk kerja.“Pulang jam makan siang. Apa boleh minta waktu lebih? Sekarang saja sudah pukul setengah sepuluh.” Amira menghentikan mobil di tempat parkir. Dia langsung menjadi pusat perhatian pengujung karena kendaraan yang dibawanya adalah edisi terbatas dan harus dipesan dulu jauh hari untuk bisa memilikinya. “Ayo berbelanja.” Amira keluar dari mobil. Dia tidak menyadari bahwa kendaraan yang dibawanya menjadi pusat perhatian. Wanita itu langsung masuk ke dalam mall.“Gila. Ini mobil mahal. Siapa wanita itu?” Beberapa orang mulai mengambil gambar dan mengupload ke media sosial. Mereka berushaa mencari pemilik kendaraan itu.“Ini dibeli oleh Perusahaan Wijaya Kusuma. Wah. Tidak heran.” Orang-orang sangat tertarik dengan mobil merah menyala.Wijaya yang berada di rumah dengan mudah menemukan posisi
Amira menghentikan mobil di depan pintu. Dia turun dengan tergesa-gesa dan berlari langsung menuju ruang makan. Wanita itu melihat Wijaya yang baru duduk. “Aku tidak terlambat.” Amira menarik kursi dan duduk di depan Wijaya.“Hm.” Wijaya melihat sekilas pada Amira. Dia tidak menyangka wanita itu bisa datang tepat waktu bahkan dirinya belum mulai makan siang.“Apa aku boleh ke kamar dulu?” tanya Amira.“Untuk apa? Kamu harus makan siang denganku,” tegas Wijaya.“Aku mau mandi dan ganti pakaian. Tubuhku terasa gerah,” jelas Amira.“Mandi setelah makan,” ucap Wijaya.“Baiklah. Aku juga harus memberi asi untuk Keano.” Amira yang belum lapar pun terpaksa makan siang bersama Wijaya. Wanita itu masih kenyang karena makan cemilan dengan Kristian.“Kenapa sedikit?” tanya Wijaya melihat Amira yang makan tidak seperti biasanya.“Aku masih kenyang karena makan kue di café mall,” jawab Amira menyelesaikan makannya.“Apa yang kamu beli?” tanya Wijaya.“Keperluan kerja dan tidur saja,” jawab Amira m
Amira menghela napas dengan berat dan terdengar oleh Wijaya. Pria itu segera melepaskan tanganya dari sekretaris yang tampak kesal padanya.“Apa kamu membenciku?” tanya Wijaya.“Apa yang Anda inginkan? Perjanjian kita bahwa aku hanya menjadi ibu susu Keano dengan syarat menikah dengan Anda dan tidak aka nada hubungan lebih dari itu. Anda berjanji tidak akan menyentuh saya,” jelas Amira merapikan bajunya.“Saya mulai khawatir. Anda akan mengingkar janji dengan mudah karena Keputusan dan kekuasaan berada pada tangan Anda,” ucap Amira.“Aku mulai tidak leluasa berjalan dan keluar. Aku merasa bersalah ketika bertemu dengan ibu Luna karena sudah menikah dengan Anda. Andai tidak ada pernikahan aku akan baik-baik saja.” Amira melihat pada Wijaya yang juga menatapnya. “Ada rasa takut ketika aku bertemu dengan ibu Luna di mall siang tadi,” ucap Amira mendorong tubuh Wijaya menjauh darinya. Dia ingin pergi ke sofa, tetapi kembali pria itu tidak melepaskannya. “Kenapa takut?” Wijaya menari ping
Wijaya melihat laporan pesanan kamar hotel atas nama dirinya di ponsel. Amira benar-benar memanfaatkan fasilitas yang diberikan papa Keano padanya dengan baik. Dia tidak akan pernah menggunakan uang pribadi dalam bekerja.“Pemesanan kamar hotel?” Wijaya yang duduk di balkon kamar menaikkan alisnya. Dia tidak akan menebak orang lain yang bisa melakukan itu kecuali sekretaris tersayangnya. “Apa Amira lebih tertarik di hotel dari pada di rumah ini?” Wijaya tersenyum. Pria benar-benar tidak tahu bahwa sekretarisnya merencanakan sesuatu yang tidak akan dia sukai.“Baiklah. Mari kita bermain di hotel, benar-benar nakal,” ucap Wijaya menyimpan ponsel di saku celananya. Dia bersiap untuk makan malam dan bicara langsung dengan Amira tentang pemesanan kamar hotel.“Bagaimana caranya agar kami pergi dengan mobil berbeda?” tanya Amira di dalam kamar. Dia sudah berdandan rapi dan cantik agar bisa pergi ke hotel agar Wijaya percaya padanya akan bercinta di sana.“Tidak apa. Aku bisa pulang dengan t
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh