Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka dan berkah. See u Soon.
Tidak biasanya Wijaya tidur di siang hari, tetapi sejak Amira menjadi ibu susu Keano membuat pria itu merasa nyaman dan rindu akan kebersamaan. Dia benar-benar terlelap dan tenang memeluk istri keduanya.“Ah.” Amira tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Ada tangan kekar yang melingkar di perutnya.“Siapa ini?” Amira memergang tangan Wijaya yang kokoh. Pria itu memeluk istrinya dari belakang.“Pak Jaya.” Amira terkejut. Dia tidak menyangkan bahwa Wijaya akan tidur satu kasur dengannya dan Keano.“Bukankah pria ini tidak pernah tidur siang? Dia terkenal sangat gila bekerja.” Amira mengehela napas dengan berat. Tangan Wijaya bergerak dan memegang dadanya yang terbuka karena memberi asi untuk Keano hingga tertidur.“Ah.” Amira terkejut karena jari-jari Wijaya meremas tempat Cadangan makanan untuk Keano. “Oh my God.” Amira terangsang. Dia merasakan gairah yang semakin menggelora. Apalagi Wjaya mulai mencium leher dan telinganya.“Hentikan, Pak.” Amira hanya bisa memegang tangan Wijaya, tetapi
Amira duduk di tepi kasur. Wanita itu tidak bisa bekerja karena ponsel dan laptop tertinggal di kamar Wijaya. Dia juga tidak bisa tidur.“Hm. Apa yang harus aku lakukan?” Amira keluar dari kamar dan membuat jus buah serta kue dengan bahan-bahan yang ada di dapur.“Aku memang lapar karena terus memberi asi kepada Keano.” Amira menyajikan makanan dan minuman yang telah dibuatkannya.“Bagaimana aku bisa meminta bibi mengantarkan ponsel dan laptop? Aku harus bekerja di pagi hari,” ucap Amira dengan berdiri di wastapel. Dia mencuci dan mengeringkan piring. Wanita itu terbiasa bersih dan rapi.“Kenapa kamu pergi begitu saja?” Wijaya memeluk Amira dari belakang.“Lepaskan aku!” Amira mendorong tubuh Wijaya dengan kuat sehingga pria itu terbentur ke sudut meja. “Argh!” Wijaya merasakan sakit pada pinggangnya.“Aku tidak mau mengganggu Anda,” ucap Amira tidak melihat pada Wijaya.“Aku sudah bawakan ponsel dan laptop.” Wijaya tersenyum. Dia benar-benar sering dibuat sakit oleh Amira, tetapi ti
Dody melihat kedatangan Amira dan Wijaya. Pria itu sedang memeriksa perkerjaan Kristian di ruangan yang berdinding kaca.“Pa,” sapa Kristian yang menyadari Dody melihat pada Wijaya bersama sekretarisnya.“Amira,” gumam Kristian memperhatikan Amira. Wanita itu berbicara sepatah kata pada Wijaya dan berjalan menuju ruangan keuangan.“Dia akan kemari,” ucap Kristian.“Ya.” Dody melihat pada anaknya yang menatap pada pintu kaca.“Selamat pagi. Apa saya bisa bertemu dengan Saudara Kristian?” tanya Amira tersenyum ramah di depan pintu.“Ya.” Kristian segera berdiri. Dia berharap seniornya itu akan mengenalinya.“Halo. Senang bertemu dengan Anda. Saya Amira Salsabila. Sekretaris sekaligus asisten pribadi Pak Wijaya.” Amira mengulurkan tangan pada Kristian.“Halo. Saya Kristian.” Kristian tersenyum. Dia senang bisa bertemu dengan senior yang sangat dikaguminya. Walaupun wanita itu tidak mengenalinya.“Aku sudah memeriksa pekerjaan Anda. Itu luar biasa,” ucap Amira dengan terus memperlihatkan s
Wijaya mengendarai mobil menuju perumahan elit yang satu Kawasan di proyek barunya. Di mana Amira pernah tinggal setelah diusir oleh mertua dan suaminya.“Apa Anda punya rumah di sini?” tanya Amira yang sangat mengenali jalan yang mereka lewati.“Aku pemiliknya. Tidak mungkin tidak punya rumah di sini,” jawab Wijaya menuju pintu gerbang yang berbeda dari Kawasan perumahan. Pria itu masuk ke pagar lain yang benar-benar mewah.“Oh. Pantas saja ada bangunan yang beda sendiri. Ternyata itu milik Anda,” ucap Amira menoleh pada Wijaya. Dia benar-benar heran dengan kekayaan yang dimiliki pria itu.“Aku punya banyak rumah dan asset lainnya.” Wijaya masuk ke dalam halaman rumah yang mewah. Ada beberapa orang yang bertugas menjaga kebersihan rumah.“Apa Keano akan kemari?” tanya Amira.“Mereka pasti sudah di dalam,” jawab Wijaya.“Baguslah. Aku sudah menyimpan beberapa kantong asi yang aku peras di kantor tadi,” ucap Amira bersemangat bertemu dengan Keano. Wanita itu langsung membuka pintu ketik
Amira memilih celana panjang berwarna hitam dan kemeja putih. Dia menggerai rambutnya yang sedikit masih basah. Wanita itu selalu tampil cantik dan elegan. Menuruni tangga dan bertemu dengan Wijaya yang sudah menunggunya.“Kamu terlambat,” ucap Wijaya mengetuk jam yang ada di pergelangan tangannya.“Aku sudah buru-buru. Lima belas menit tidak akan cukup untuk seorang wanita,” tegas Amira. “Hm.” Wijaya dengan mudah terpesona pada Amira. Apalagi wanita itu menggerai rambutnya yang bergelombang melewati pundak.“Kita berangkat sekarang.” Wijaya keluar dari rumah.“Aku cium Keano dulu.” Amira dengan cepat masuk ke kamar Keano. “Seharusnya, kamu juga menciumku.” Wijaya tersenyum. Pria itu masuk ke mobil dan duduk di balik kemudi. Amira pun dengan cepat menyusul.Wijaya hanya diam. Dia mengendarai mobil menuju butik yang sama dengan istrinya, tetapi Luna sudah lebih dulu selesai dan pulang karena butik ditutup pada pukul setengah empat sore untuk menyambut kedatangan bos besar.“Kenapa tut
Penjamuan bisnis adalah pertemuan para pengusaha muda dan sukses. Mereka bertemu sebagai rekan dan juga saingan bisnis. Membicarakan rencana selanjutnya di pertengahan dan akhir tahun.“Wijaya Kusuma. Ini adalah pertama kalinya mengambil seorang wanita menjadi sekretaris,” ucap Haris berdiri di depan Wijaya. Pria itu memperhatikan Amira.“Oh. Ini adalah Amira Salsabila. Mantan istri dari Andika.” Cantika mendekat dengan menggandeng tangan Andika.“Amira.” Andika terkejut melihat istrinya dalam balutan gaun mahal dan mewah edisi terbaru yang bahkan belum launching.Mantan istri yang memang cantik serta seksi. Wanita itu kini bangkit dengan penuh semangat karena telah memiliki seorang anak yang selalu diberinya asi. Pengganti Devano yang telah meninggal duniah bahkan sebelum melihatnya.“Terima kasih. Telah mengingatkanku pernah menikah dengan pria itu,” ucap Amira tersenyum.“Tidak ada kesedihan di mata Amira. Dia terlihat segar dan bersemangat.” Andika terus memperhatikan Amira.“Kenap
“Arrghh!” Luna menghambur meja rias miliknya. Wanita itu tidak diajak Wijaya ke pesta. Padahal dirinya adalah istri yang sah di mata hukum dan public.“Sabar, Bu.” Dira khawatir dengan sikap Luna yang mungkin akan melukai dirinya sendiri.“Bagaimana bisa Wijaya pergi tanpa pendamping? Aku adalah istri dia. Pasti semua orang bertanya tentang hubungan kami. Biasanya, aku yang menemaninya dalam penjamuan.” Luna benar-benar marah. Dia mengambil waktu istirahat agar bisa pergi dengan Wijaya, tetapi pria itu bahkan tidak menemui dan menghubunginya. “Wijaya!” teriak Amira.“Sial!” Pria itu benar-benar tidak peduli lagi padaku setelah mendapatkan anak.“Apa aku harus membawa pergi Keano bersamaku agar dia mencariku?” Luna tersenyum. Dia keluar dari kamar dan pergi ke kamar Keano.“Di mana Keano?” Luna melihat kamar yang kosong.“Apa dia dirawat di rumah sakit? Kenapa mereka belum pulang?” tanya Luna pada dirinya sendiri dan tidak mendapatkan jawaban.“Di mana bibi?” Luna mencoba menghubungi b
Amira mengendarai mobil merah hadiah dari Wijaya keluar dari Kawasan perumahan elit. Dia menuju pusat pembelajaan yang ada di kota. Wanita itu berencana membeli tas dan pakaian serta sepatu untuk kerja.“Pulang jam makan siang. Apa boleh minta waktu lebih? Sekarang saja sudah pukul setengah sepuluh.” Amira menghentikan mobil di tempat parkir. Dia langsung menjadi pusat perhatian pengujung karena kendaraan yang dibawanya adalah edisi terbatas dan harus dipesan dulu jauh hari untuk bisa memilikinya. “Ayo berbelanja.” Amira keluar dari mobil. Dia tidak menyadari bahwa kendaraan yang dibawanya menjadi pusat perhatian. Wanita itu langsung masuk ke dalam mall.“Gila. Ini mobil mahal. Siapa wanita itu?” Beberapa orang mulai mengambil gambar dan mengupload ke media sosial. Mereka berushaa mencari pemilik kendaraan itu.“Ini dibeli oleh Perusahaan Wijaya Kusuma. Wah. Tidak heran.” Orang-orang sangat tertarik dengan mobil merah menyala.Wijaya yang berada di rumah dengan mudah menemukan posisi
Semua anggota keluarga sudah berada di ruang makan. Mereka bersiap untuk makan malam bersama. Waktu berkumpul yang tidak boleh diganggu.“Ma, apa malam ini bisa tidur di kamar kami?” tanya Keano mengejutkan Wijaya. Pria itu pun ingin istrinya tidur dengannya.“Kenapa mau tidur dengan Mama? Kalian sudah besar,” ucap Wijaya sebelum Amira sempat menjawab pertanyaan putranya.“Devano rindu dengan mama.” Devano tersenyum dan Keano tidak menjawab lagi. “Malam ini, Mama akan tidur di kamar kalian.” Amira tersenyum. “Hm.” Wijaya menghela napas dengan berat.“Terima kasih, Ma.” Keano tersenyum puas. Dia melirik Wijaya yang tampak kecewa.“Kenapa anak-anak memperebutkan Amira? Jika tidak dua kembar. Maka, Keano yang akan mengmbilnya.” Wijaya melihat pada Amira yang tampak tenang menikmati makan malam mereka.“Papa sudah tua. Tidak perlu ditemani mama lagi.” Devano menepuk pundak Wijaya dengan senyuman manisnya.“Benar-benar. Devano paling mengerti. Kalian berdua juga beranjak besar. Kenapa mas
Cantika yang baru kembali dari luar negeri untuk perawatan kecantikan mendengar kabara bahwa Amira dan Wijaya telah memiliki bayi kembar yang tampan dan cantik. Mereka sudah berusia satu tahun.“Tidak terasa sudah lama aku bekerja dan luar negeri dan kini baru bisa kembali lagi.” Cantika mengambil cuti setelah satu tahun berada di luar negeri.“Kenapa Amira sangat beruntung? Dia mendapatkan apa pun yang diinginkan semua wanita.” Cantika masuk ke dalam mobil yang membawanya pulang ke rumah.“Aku harus membeli hadiah untuk anak-anak Wijaya.” Cantika tersenyum. Wanita itu semakin cantik dan seksi dengan perawatan mahal di luar negeri. Dari atas hingga bawah tidak asli lagi. Dia benar-benar ketagihan dengan operasi untuk mendapatkan kesempurnaan.“Ini bisa dijadikan alasan untuk diriku bertemu dengan Wijaya. Dia pasti akan terpesona dengan kecantikan ku saat ini.” Cantika benar-benar berharap akan perhatian dari Wijaya hingga jatuh cinta padanya.“Kita mampir ke super market,” ucap Cantika
Wijaya melupakan semua musuhnya, tetapi tidak dengan Leon. Pria itu bekerja tanpa diperintah. Dia memastikan keluarga majikannya aman tanpa ada gangguan. “Leon, kenapa kamu masih sibuk dengan computer? Siapa yang kamu awasi?” tanya Jack. “Semua orang yang pernah menjadi muluh Bos. Aku tidak percaya mereka akan melupakan rasa sakit yang telah bos berikan. Banyak manusia yang ingin balas dendam ketika ada kesempatan,” jelas Leon.“Bos membebaskan Andika dan Luna. Aku yakin dua orang itu tidak akan menyerah. Apalagi mereka punya hubungan dengan putra-putra bos kita,” lanjut Leon.“Benar. Apa yang kamu dapatkan? Apa ada pergerakan?” tanya Jack.“Ya. Andika mengunjungi Luna. Pria itu berpergian dengan uang orang tua. Dia menjadi pengangguran,” jawab Leon.“Luwiq kembali ke Italia. Pria itu juga belum melakukan aktivitas apa pun,” lanjut Leon. “Aku harus memastikan mereka tidak akan kembali ke Indonesia,” tegas Leon.“Ya.” Jack menepuk pundak Leon. “Apa yang kalian bicarakan?” Wijaya mas
Wijaya benar-benar fokus pada keluarganya. Dia hidup begitu tenang dan bahagia hingga melupakan musuh-musuh yang sudah dilepaskannya. Pria itu berpikir terlalu banyak dosa sehingga membuat istrinya dalam bahaya karena karmanya di masa lalu.“Aku sudah memaafkan semua orang. Aku juga membebaskan musuh-musuh yang aku penjara.” Wijaya menatap Amira yang sedang terlelap di dalam tidurnya. Mereka sudah pulang ke rumah.Dua bayi kembar berada di dalam keranjang bayi. Keano dan Devano pun berada di atas kasur mereka yang telah disiapkan. Ruangan kamar yang luas itu cukup menampung banyak orang.“Apa yang aku inginkan sudah menjadi nyata. Dua putra yang cerdas dari kami berdua dan sepasang bayi kembar.” Wijaya melihat anak-anaknya.“Aku sudah memiliki segalanya. Tidak kekurangan apa pun. Aku benar-benar bahagia.” Wijaya mencium dahi anak-anaknya dan mematikan lampu. Dia naik ke tempat tidur dan memeluk Amira.“Sayang.” Amira merasakan tangan yang memeluk pinggangnya.“Ya. Tidurlah,” bisik Wija
Keano dan Devano berlari masuk ke dalam kamar Amira. Dua anak kecil itu berteriak menyapa ibu mereka. “Mama!” Keano naik ke tempat tidur dan mencium pipi Amira. “Mama, bangun!” Devano menangis. Dia memeluk tubuh Amira.Tangis bayi kembar pun semakin kuat. Dokter dan tim memberikan ruang untuk anak-anak Amira dan suaminya.“Amira! Bangun!” Wijaya mengusap tangan Amira. “Mama! Bangun! Aku akan membenci adik!” teriak Keano.“Mama. Aku sayang Mama. Bangunlah!” Devano menggoyang tubuh Amira.Amira melihat Keano dan Devano berlari kepadanya. Dua anak lelaki itu menarik tangan dengan kuat dan terus berteriak.“Keano. Devano.” Amira tersenyum melihat dua putra yang telah dia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang.“Mama kembali!” Keano dan Devano sekuat tenaga menarik tangan Amira menjauh dari gadis kecil yang berusaha membawa ibunya pergi bersamanya.“Kamu menjauh!” Keano mendorong gadis kecil hingga terjatuh dan menghilang.“Tidak!” Amira berteriak dan terbangun dari tidurnya.“Hah!
Andika benar-benar tidak bisa masuk rumah sakit. Apalagi mendekati ruangan Amira. Sasarannya adalah anak-anak yang sudah pergi ke sekolah. Pria itu memiliki kesempatan ke tempat belajar Devano dan Keano.“Aku tahu. Keano dan Devano sekolah di sini.” Andika telah mengirim orang untuk menyelidiki dan mencari tahu putranya. Dia benar-benar menjadi gembel di jalanan. Berpindah tempat untuk bersembunyi. Pria itu tidak punya apa-apa lagi selain harta orang tuanya. “Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya petugas keamanan kepada Andika yang menunnggu di depan gerbang sekolah. “Aku mau melihat anakku,” jawab Andika.“Siapa anak kamu? Semua yang sekolah di sini adalah orang kaya dari kalangan atas. Tidak mungkin kamu mampu,” ucap petugas.“Anakku ikut mantan istriku yang kaya sehingga bisa sekolah di sini,” tegas Andika.“Artinya kamu tidak ada hubungan lagi dengan anak yang ikut mantan istri. Sebaiknya pergi!” Petugas mendorong tubuh Andika hingga jatuh ke rumput.Mobil mewah yang membawa Kean
Keano berada di ruang kerja Wijaya. Anak kecil itu membongkar computer kerja papanya. Dia memeriksa semua untuk mendapatkan semua informasi tentang kehidupan mamanya.“Apa yang kamu cari?” tanya Devano. “Aku selesai.” Keano turun dari kursi milik Wijaya dan keluar dari ruang kerja dengan tidak lupa menutup serta mengunci pintu.“Kamu tidak akan membuat papa bangkrut kan?” tanya Devano mengikuti Keano ke kamar mereka.“Itu tidak mungkin.” Keano memidah data ke komputernya.“Aku hanya mau melihat catatan kesehatan mama,” ucap Keano.“Ini jadwal dari dokter. Program hamil yang sudah direncanakan, tetapi mama masih menolak,” jelas Keano.“Mama pernah keguguran,” ucap Keano. “Apa kamu mengerti?” Keano menoleh pada Devano yang hanya diam saja.“Tentu saja, tetapi untuk apa kamu mencari tahu tentang kesehatan mama?” tanya Devano.“Papa sudah lama ingin mama hamil lagi, tetapi ditolak mama dan menunggu kita lebih besar sehingga program pun ditunda. Aku tahu, mama takut untuk hamil dan melahi
Dua bayi kembar berada di dalam tabung kaca. Amira di ruang ICU. Wanita itu masih belum sadarkan diri. Dia mendapatkan tranfusi darah dari sang suami dan orang-orang pilihan. “Amira, kenapa kamu belum bangun?” Wijaya menggenggam tangan Amira. Wanita itu terlelap dalam tidur yang panjang. “Amira, kita punya putri kecil yang cantik dan putra tampa. Sekarang anak kita sudah empat. Kamu tidak usah hamil lagi. Ini yang terakhir.” Wijaya tampak kesal sehingga dia tidak juga menggendong sepasang bayi kembarnya. “Aku yang terus memaksa kamu untuk hamil dan melahirkan. Aku tidak tahu bahwa ini yang akan terjadi. Maafkan aku Amira. Aku salah. Tidak seharusnya aku meminta kamu hamil anak kita. Devano dan Keano sudah cukup.” Wijaya mencium tangan Amira. Pria itu sangat ingin anak dari mereka berdua karena Devano dan Keano berbeda. Mereka saudara beda ibu dan ayah. “Tuk tuk.” Pintu kaca diketuk jari-jari kecil sehingga Wijaya segera menoleh. Dia mendapatkan tatapan tajam dari Keano dan raut sed
Wijaya yang duduk di sudut ruangan mendengarkan tangis bayi yang cukup kuat. Pria yang tampak gugup itu tersenyum tipis. Dia melihat sepasang tangan dan kaki yang telanjang bergerak-gerak.“Kenapa situasi ini sangat menyakitkan? Aku harus bahagia, tetapi juga sedih. Rasanya dadaku sakit sekali. Ini tidak sama ketika Luna melahirkan Keano.” Wijaya meremas dadanya. Dia tidak berani mendekat. Tubuh pria itu terasa sangat lemas dan tidak bertenaga. Dia ingin hanya bisa melihat Amira yang diam dan membeku. “Wijaya, selamat. Kamu punya sepasang bayi kembar yang sehat.” Dokter Ibra mendekati Wijaya. “Apa?” Wijaya tersenyum. Dia melihat bayi yang digendong Ibra dan perawat.“Ya.” Wijaya mengangguk.“Kami akan membersihkannya,” ucap perawat.“Bagaimana dengan Amira?” tanya Wijaya.“Dok, jantung pasien tidak stabil. Dia mengalami pendarahan hebat,” ucap dokter yang sedang menutup perut Amira.Tempat tidur dan sepray telah dibasahi oleh darah Amira yang terus keluar dengan derasnya. Tubuhnya be