Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka.
Amira menyelesaikan makan malam. Dia beranjak dari kursi dan mengambil piring kotor. Wanita itu mau mencucinya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Wijaya menatap tajam pada Amira yang memegang piring pria itu.“Aku akan mencuci piring,” jawab Amira.“Aku tidak membawa mahal untuk mencuci piring. Tugas kamu adalah menjadi sekrestaris dan asisten pribadi serta ibu susu untuk Keano,” tegas Wijaya.“Tidak apa, Pak. Aku biasa melakukan ini.” Amira tersenyum.“Pergilah ke kamar kamu,” usir Wijaya mengejutkan Amira.“Apa?” Amira melepaskan piring dari tangannya.“Aku tidak suka melihat tangan yang menggendong putraku menjadi kotor dan lecet.” Wijaya beranjak dari kursi.“Baiklah.” Amira segera berjalan menuju wastapel. Dia mencuci bersih dan mengeringkan tangannya. Wijaya memperhatikan secara diam-diam.“Pak.” Amira menyusul Wijaya.“Saya izin melihat Keano sebentar sebelum pulang,” ucap Amira.“Pergilah.” Wijaya tidak menoleh sama sekali pada Amira.“Terima kasih, Pak.” Amira berlari menaiki tan
Pagi-pagi Amira tidak pergi ke rumah Wijaya. Dia membuat sarapan sendiri dan menikmatinya dengan tenang tanpa tekanan dari bosnya. Tangan dan tubuh yang lincah serta kemampuan memasak yang tidak diragukan lagi.“Em, masakan hari ini benar-benar mewah. Sejak memberi asi kepada Keano, aku semakin kuat makan dan mudah lapar.” Amira sudah menyajika makanan di atas meja. Dia duduk dan membaca doa. “Anak Mama, Keano adalah Devano.” Amira tersenyum. Menikmati sarapan seorang diri.Wijaya menuruni tangga dan berjalan menuju ruang makan. Dia tidak melihat Amira. Pria itu duduk di kursi.“Maaf, Pak. Nyonya meminta Anda untuk menghubunginya,” ucap bibi.“Ya.” Wijaya mengeluarkan ponsel dari saku jas.“Kenapa Amira tidak sarapan di sini?” tanya Wijaya pada bibi.“Nona Amira memasak sendiri, Pak. Dia punya banyak waktu di pagi hari. Itu yang dikatakan kepada saya,” jawab bibi.“Baik.” Wijaya menghubungi nomor ponsel Luna dan tidak ada jawaban karena wanita itu masih terlelap di dalam tidur.“Tidak
Luna benar-benar tidur dengan nyenyak hingga bangun kesiangan. Wanita itu lelah bekerja sampai tengah malam.“Ah, pukul berapa sekarang? Perutku lapar.” Luna membuka mata. Kamar yang tertutup rapat itu tepat gelap. Walaupun hari sudah siang.“Apa kamu sudah bangun?” Manager Luna duduk di sofa.“Ah lelah sekali,” ucap Luna malas mengangkat tubuhnya. “Sekarang bukan lagi waktu sarapan, tetapi sudah jam makan siang.” Sang manager tersenyum.“Kita pulang perawat jam berapa?” tanya Luna duduk di tepi kasur.“Pukul satu,” jawab Bella.“Aku mandi dulu.” Luna beranjak dari tempat tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi.“Pernikahan seperti apa yang kalian jalani? Tidak ada komunikasi sama sekali? Apa Luna dan Wijaya ini benar-benar saling mencintai atau hanya pernikahan bisnis yang biasa dilakukan oleh Kalangan atas? Wijaya yang butuh istri untuk mendapatkan anak dan Luna menginginkan nama di dunia entertaimen.” Bella melihat ponsel pribadi Luna yang benar-benar sepi.“Aku tidak pernah meliha
Amira keluar dari kamar dengan menggendong Keano. Mereka berdua benar-benar harum. Wajah yang segar dengan senyuman penuh kebahagian. Keduanya saling melengkapi. Amira yang kehilangan putra dan Keano yang ditinggalkan sang ibu untuk berkarier. “Kenapa lama sekali?” Wijaya mengambil Keano dari tangan Amira. Pria itu bisa mencium aroma manis dari tubuh asistennya. Menyegarkan hidung dan membangkitkan gairahnya. Dia benar-benar harus terus menahan diri dari godaan ibu susu putranya. “Maaf. Kami bermain air. Keano sangat suka,” ucap Amira tersenyum. “Ayo jalan-jalan.” Wijaya meletakakn Keano di dalam tempat tidur roda.“Apa Bibi tidak ikut?” tanya Amira melihat bibi yang masih duduk diam.“Bibi akan memastikan menu makan malam untuk kita,” jawab bibi.“Oh. Baiklah.” Amira mengangguk. Dia berjalan berdampingan dengan Wijaya. Mereka benar-benar seperti pasangan suami istri yang sedang mengasuh bayi.“Apa kamu akan menikah lagi?” tanya Wijaya mengejutkan Amira karena wanita itu pikir bosny
Amira terbiasa bangun di pagi hari. Dia adalah wanita yang mandiri. Mempersiapkan semuanya dengan sempurna. Sebelum berangkat pun, sang ibu susu sudah menyimpan stok asi untuk Keano. Memandikan bayi kecil itu dengan tangannya sendiri. Hubungannya dengan putra Wijaya tidak ada lagi batasan. Benar-benar layaknya ibu kandung pada anaknya sendiri.“Mm.” Amira benar-benar bersemangat. Dia melakukan semuanya bersama dengan Keano. Wanita itu merasa benar-benar kembali hidup. Memiliki putra seperti yang diinginkannya.“Sayang, kamu dengan bibi ya. Tidak boleh lewel. Apalagi menangis. Stok asi sudah ibu siapkan.” Amira berbicara dengan Keano. Bayi kecil itu tertawa bahagia. Kedua bola mata mereka saling bertemu dalam ikatan cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak.“Terima kasih telah hadir di dalam hidupku.” Amira menatap Keano.“Terima kasih untuk malam pertama tidur bersama sehingga aku benar-benar merasakan jadi seorang ibu.” Mata Amira berkaca-kaca. Dia menatap Keano dengan senyuman dan
Mobil Wijaya berhenti di depan villa. Amira dengan cepat turun dari mobil. Wanita itu tidak peduli dengan bosnnya. Dia sangat merindukan Keano.“Apa?” Wijaya melihat pada Amira yang sudah berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan dirinya.“Sepertinya Keano jauh lebih berharga dari saya.” Wijaya berjalan santai dan menyusul Amira. Dia melihat sekretarisnya sudah masuk ke dalam kamar.“Hm.” Wijaya pun masuk ke kamarnya.“Non Amira.” Bibi tersenyum melihat kehadiran Amira.“Aku bersihkan diri dulu, Bi.” Amira masuk ke kamar mandi. Dia mandi untuk membersihkan diri.Wanita itu keluar dengan cepat. Dia membalut tubuh dengan handuk putih dan berjalan menuju lemari pakaian. Mengambil dress putih dan mengenakannya tanpa daleman agar mudah memberikan asi kepada Keano.“Ibu sudah bersih.” Amira naik ke tempat tidur. Dia membuka kancing dres dan memberikan asi kepada Keano.“Saya permisi.” Bibi tidak mau mengganggu waktu Amira dan Keano. Wanita itu memeriksa ruang makan dan memastikan bahwa menu
Amira turun dari mobil. Dia menunggu Wijaya dan tersenyum. Wanita itu segera masuk karena bosnya hanya diam tanpa ekspresi. Masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. “Baju sore.” Amira mengambil kaos putih lengan pendek dan celana dengan warna senada sebatas lutut. Itu adalah pakaian santai yang nyaman di kenakan di rumah. Dia keluar kamar dan menemui Keano yang sedang bersama bibi.“Non Amira sudah pulang.” Bibi tersenyum.“Sudah, Bi. Besok kita sudah pulang.” Amira mengambil Keano dari kereta bayi.“Halo, Sayang. Uh, anak ibu sudah semakin berat.” Amira mengangkat tinggi tubuh Keana dan menggendongnya. Bayi kecil itu tertawa lepas. Wijaya memperhatikan dari balik dinding kaca kamarnya.“Aku mau istri seperti Amira,” ucap Wijaya.“Baiklah. Aku akan menawarinya untuk menjadi istriku agar bisa menjadi ibu dari Keano.” Wijata Kusuma terus memperhatikan interaksi Amira dan Keano.“Tetapi, kenapa aku merasa Amira tidak tertarik sama sekali padaku? Dia cuek dan tidak ada
Amira melihat Keano yang tidur dengan nyenyak. Bibir mungil itu tersenyum. Dia benar-benar mirip dengan Wijaya.“Hah! Ketika kamu tidak butuh asi lagi. Ibu akan pergi.” Amira mencium dahi Keano.“Ibu tidak akan mengambil kamu dari mama Luna,” ucap Amira.“Ah, aku hampir lupa. Pesan tiket atau tidak?” Amira kembali keluar dari kamar. Dia harus berbicara dengan Wijaya.Ketika akan mengetuk pintu kamar Wijaya. Ponsel Amira berdering. Dia melihat nomor Eduar yang muncul di layar. Wanita itu memang harus menyimpan semua kontak yang bekerja sama dengan perusahaan mereka.“Halo, Pak Eduar.” Amira menerima panggilan dari Eduar. Dia membatalkan tangan yang akan mengetuk pintu kamar Wijaya. Pria yang juga sudah berdiri di depan pintu karena mau keluar dari kamar.“Amira, aku ada di depan villa kamu,” ucap Eduar.“Apa? Pak Eduar ada di depan vila,” teriak Amira mengejutkan Wijaya. Pria itu benar-benar tidak suka ibu susunya didekati laki-laki lain.“Ya. Bisakah kamu keluar?” tanya Eduar.“Tunggu
Amira pergi ke kamar mandi. Wanita itu berdiri di depan cermin untuk merapikan diri sebelum pulang ke rumah.“Amira,” sapa seorang wanita cantik dengan wajah yang tidak Indonesia lagi..“Ya.” Mahira melihat wanita asing yang tidak dikenalnya dari pantulan cermin kamar mandi.“Maaf, apa aku mengenal Anda?” tanya Amira dengan senyuman manisnya. Dia memutar tubuh menghadap Cantika. Wanita itu selalu tampil elegan karena sudah terbiasa bertemu banyak orang. Pengalaman menjadi sekretaris menjadikannya sangat percaya diri.“Tidak.” Cantika terlihat gugup.“Aku rasa juga tidak, tetapi pasti Anda mengenal saya karena suamiku yang terkenal yaitu Wijaya Kusuma.” Amira tampak bangga dengan suaminya tercinta.“Aku dengar kamu tidak pernah keluar rumah. Apa kamu tidak bosan terkurung di dalam rumah mewah itu?” tanya Cantika.“Kenapa aku harus bosan. Rumahku bagaikan di syurka. Apa pun yang aku inginkan langsung tersedia. Aku tidak susah-susah berbelanja. Jadi, apa lagi yang aku cari di luar?” Amir
Cantika yang tahu bahwa Wijaya dan Amira ke sekolah pun ikut serta. Dia menjadi wakil wali dari seorang murid yang satu kelas dengan Devano. Wanita itu benar-benar tidak menyerah untuk mendapatkan perhatian papa Keano.“Pa, Ma. Kita pergi ke ruangan pertemuan.” Devano memegang tangan Wijaya.“Ayo, Sayang.” Amira terus menggandeng Keano. Mereka berjalan bersama masuk ke dalam aula pertemuan.“Pak Wijaya dan ibu Amira. Ini adalah kursi Anda berdua.” Guru mengantarkan Wijaya dan Amira ke kursi paling depan yang telah disiapkan.“Terima kasih,” ucap Amira. “Apa anak-anak boleh bersama kami?” tanya Amira.“Tentu saja, Bu. Anak-anak memang duduk bersama orang tua mereka,” jawab guru.“Oh, syukurlah.” Amira tersenyum. Dia tahu dua putranya pasti tidak mau jauh darinya.Semua orang duduk di kursi masing-masing bersama anak mereka. Cantika yang tahu lokasi Wijaya pun mendapatkan tempat yang dekat dari pria itu. “Ibu Cantika, kursi Anda.” Guru mengantarkan Cantika yang menggandeng seorang anak
Pagi hari Amira berdandan cantik dan rapi. Wijaya memperhatikan istrinya yang mengenakan kemeja dan celana panjang. Rambut panjang digelung. Waniat itu benar-benar terlihat kembali muda seperti akan bekerja menjadi seorang sekretaris.“Sayang, kamu mau kemana?” tanya Wijaya yang tidak bisa menahan diri lagi.“Aku akan menemani Keano dan Devano ke sekolah. Ada rapat orang tua,” jawab Amira.“Kenapa aku tidak tahu? Jack dan Leon tidak memberikan laporan bahwa ada undangan orang tua.” Wijaya terus memperhatikan Amira. “Coba kamu tanya.” Amira tersenyum. “Gila. Istriku yang cantik akan keluar rumah. Dia bisa saja diculik para pria di luar sana.” Wijaya segera menghubungi Jack. “Halo, Bos.” Jack menerima panggilan dari Wijaya. “Apa hari ini ada pertemuan orang tua?” tanya Wijaya.“Iya, Bos. Keano sendiri yang mengambil undangan. Dia mau salah satu dari orang tuanya yang pergi,” jelas Jack.“Keano benar-benar bertindak sesuka dia.” Wijaya memutuskan panggilan.“Ada apa, Sayang? Keano ben
Wijaya pulang ke rumah. Dia harus berbicara kepada Amira tentang pertemuan di luar negeri. Ada bisnis yang sedang bermasalah dan harus diselesaikan segera.“Sayang.” Amira selalu menyambut kepulangan Wijaya dengan senyumannya yang manis dan pelukan yang hangat.“Halo, Sayang.” Wijaya mencium dahi Amira dan membalas pelukan yang kuat.“Ada apa?” tanya Amira yang bisa merasakan kegelisahan suaminya. “Sayang, kita bicara di dalam. Di mana anak-anak?” Wijaya melepaskan pelukannya.“Si kembar bermain di ruangan. Keano dan Devano masih belajar mandiri,” ucap Amira menggandengan suaminya masuk ke dalam rumah. Mereka berdua duduk di ruang tamu. Wijaya melepaskan jas dan memberikan kepada istrinya.“Sayang, aku harus pergi ke luar negeri,” ucap Wijaya. “Apa sekarang?” tanya Amira yang tampak tenang. Wanita itu sudah siap dengan segala konsekuensinya menjadi istri dari pengusaha yang sukses di dalam dan luar negeri. “Besok malam,” jawab Wijaya.“Baiklah. Aku akan membereskan pakaian kamu. ber
Wijaya benar-benar sibuk karena pria itu jarang pergi ke Perusahaan. Dia lebih banyak berada di rumah dan bekerja dari jarak jauh. “Pak, Anda harus pergi ke luar negeri.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa?” Wijaya mendongak dan menatap tajam pada Jack. “Ini jadwal meeting dan ada Perusahaan yang harus segera ditangani. Pemilik saham luar negeri sudah lama tidak bertemu dengan Anda,” jelas Jack.“Hm. Aku memang sudah lama tidak melakukan kunjungan bisnis dan ini sangat berpengaruh untuk Perusahaan di luar negeri. Apalagi induk bisnis kita di luar dan aku lebih sering berada di Indonesia.” Wijaya membaca laporan dari Jack.“Sejak menikah dengan Amira dan punya anak. Aku lebih fokus pada keluarga dan hampir melupakan Perusahaan di luar. Aku akan membicarakan ini dengan Amira.” Wijaya mengembalikan tab kepada Jack. “Baik, Pak. Semua orang sudah menunggu di ruang rapat.” Jack memperhatikan Wijaya.“Ya. Kita ke sana sekarang.” Wijaya beranjak dari kursi dan merapikan diri. Pria itu berja
Amira selalu bangun lebih awal. Dia mandi di pagi hari dan mempersiapkan diri untuk menyambut suami serta anak dengan wajahnya yang cantik serta tubuh yang bersih. Wanita itu pun tampil rapi dan enak dipandang semua orang. “Selamat pagi, Sayang.” Amira mencium pipi Wijaya untuk membangunkan suaminya. “Oh God. Kamu harus sekali, Sayang.” Wijaya membuka mata. Dia bisa melihat istri yang cantik dan mempesona.“Bangun dan mandi. Aku sudah mempesiapkan pakaian ganti.” Amira tersenyum pada Wijaya.“Kamu mau kemana?” Wijaya duduk di tepi kasur. Dia memperhatikan sang istri yang tampil rapi.“Aku akan pergi ke kamar anak-anak. Jangan lupa untuk turun sarapan.” Amira mencium pipi Wijaya dan keluar dari kamar.“Oh. Aku benar-benar hanya punya waktu tidur yang sedikit saja. Dia sudah pergi ke kamar anak-anak.” Wijaya melihat Amira yang sudah menghilang dari balik pintu. Pria itu pun beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi.Amira pergi ke kamar Keano dan Devano terlebih dahulu. Dia tahu bay
Malam sudah sangat larut. Wijaya ke kamar bayi kembar untuk melihat putra dan putrinya yang tidur dalam nyenyak. Pria itu memberikan ciuman di pipi dan dahi.“Kalian hebat. Bisa tidur tanpa mama lagi.” Wijaya tersenyum. Dia pun berpindah ke kamar Keano dan Devano. Pria itu melihat sang istri yang berada di antara dua lelaki yang bukan bayi lag. Mereka memiliki postur tubuh tinggi dan padat.“Bagaimana aku menculik istriku?” Wijaya memperhatikan tangan Amira yang dipeluk oleh Devano dan Keano. “Apa dua anak ini akan terbangun?” Wijaya ragu-ragu untuk memindahkan tangan putranya. “Bukan hanya mereka yang akan marah. Amira pun akan ikut-ikutan karena membela anak-anak.” Wijaya memperhatikan istrinya dan anak-anak cukup lama.“Kalian semua punya teman tidur, tetapi tidak dengan papa yang sendirian.” Wijaya melepaskan tangan Keano dan Devano. Pria itu menggendong Amira dan memindahkan ke kamarnya. Dia tidak kesulitan menaiki tangga. “Hm.” Devano dan Keano membuka mata. “Semalam saja tid
Semua anggota keluarga sudah berada di ruang makan. Mereka bersiap untuk makan malam bersama. Waktu berkumpul yang tidak boleh diganggu.“Ma, apa malam ini bisa tidur di kamar kami?” tanya Keano mengejutkan Wijaya. Pria itu pun ingin istrinya tidur dengannya.“Kenapa mau tidur dengan Mama? Kalian sudah besar,” ucap Wijaya sebelum Amira sempat menjawab pertanyaan putranya.“Devano rindu dengan mama.” Devano tersenyum dan Keano tidak menjawab lagi. “Malam ini, Mama akan tidur di kamar kalian.” Amira tersenyum. “Hm.” Wijaya menghela napas dengan berat.“Terima kasih, Ma.” Keano tersenyum puas. Dia melirik Wijaya yang tampak kecewa.“Kenapa anak-anak memperebutkan Amira? Jika tidak dua kembar. Maka, Keano yang akan mengmbilnya.” Wijaya melihat pada Amira yang tampak tenang menikmati makan malam mereka.“Papa sudah tua. Tidak perlu ditemani mama lagi.” Devano menepuk pundak Wijaya dengan senyuman manisnya.“Benar-benar. Devano paling mengerti. Kalian berdua juga beranjak besar. Kenapa mas
Cantika yang baru kembali dari luar negeri untuk perawatan kecantikan mendengar kabara bahwa Amira dan Wijaya telah memiliki bayi kembar yang tampan dan cantik. Mereka sudah berusia satu tahun.“Tidak terasa sudah lama aku bekerja dan luar negeri dan kini baru bisa kembali lagi.” Cantika mengambil cuti setelah satu tahun berada di luar negeri.“Kenapa Amira sangat beruntung? Dia mendapatkan apa pun yang diinginkan semua wanita.” Cantika masuk ke dalam mobil yang membawanya pulang ke rumah.“Aku harus membeli hadiah untuk anak-anak Wijaya.” Cantika tersenyum. Wanita itu semakin cantik dan seksi dengan perawatan mahal di luar negeri. Dari atas hingga bawah tidak asli lagi. Dia benar-benar ketagihan dengan operasi untuk mendapatkan kesempurnaan.“Ini bisa dijadikan alasan untuk diriku bertemu dengan Wijaya. Dia pasti akan terpesona dengan kecantikan ku saat ini.” Cantika benar-benar berharap akan perhatian dari Wijaya hingga jatuh cinta padanya.“Kita mampir ke super market,” ucap Cantika