Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka. See u dan love u.
Amira terus diam. Dia bekerja tanpa peduli pada Wijaya. Wanita itu menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan. “Ah.” Amira baru sadar bahwa dirinya telah melupakan sesuatu yaitu Kristian yang tidak terlihat dan terdengar lagi. Dia mengangkat wajah mau melihat pada Wijaya.“Ahhhh!” Amira berteriak karena terkejut dengan keberadaan Wijaya yang sudah di sampingnya. Pria itu memutar kursi istrinya menghadap dirinya.“Ya Tuhan. Sejak kapan Anda di sini?” tanya Amira memegang dadanya.“Dari tadi. Kamu terlalu fokus bekerja atau melamun?” Wijaya menatap Amira.“Tidak ada suara sama sekali.” Amira mau memutar kursi, tetapi tidak bisa karena ditahan oleh kaki Wijaya.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Wijaya.“Tidak ada,” jawab Amira berbohong.“Tidak usah berbohong,” tegas Wijaya.“Tidak ada. Aku benar-benar sedang bekerja,” balas Amira.“Ya. Pekerja keras hingga tidak sadar hari sudah gelap. Apa kamu tidak mau pulang.” Wijaya mendekatkan wajahnya pada Amira hingga hidung mereka berdua menempel.“
Luna duduk santai di ruang istirahat. Wanita itu melakukan syuting dengan tenang tanpa ada gangguan apa pun. Tidak ada juga pesan dan panggilan dari Wijaya Kusuma.“Sial! Pasti Wijaya Kusuma hanya memanaskanku saja karena Amira memang menjadi asisten pribadinya. Tidak mungkin dia benar-benar tidur dengan wanita itu.” Luna meremas ponselnya yang mahal.“Syuting berjalan dengan lancar dan akan lebih cepat selesai. Setelah ini aku harus ke luar negeri untuk. Aku benar-benar tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan Wijaya dan menjelaskan semuanya.” Luna melihat ponsel. Nomor dia benar-benar sudah diblokir oleh Wijaya.“Setelah film ini sukse dan meraup untung yang besar. Aku harap kamu akan kembali kepadaku seperti dulu, Wijaya.” Luna tersenyum.“Aku akan menyingkirkan Amira dengan caraku tanpa mengotori tanganku.” Luna melihat kedatangan Bella.“Bagaimana, Bel? Apa kamu mendapatkan kabar terbaru?” tanya Luna memegang tangan Bella yang sudah duduk di sampingnya.“Ya. Semua orang di seki
Wijaya masih tetap bekerja di ruangan kerja yang ada di rumahnya. Dia melihat ponsel yang berdering dan menampilkan nama asisten Giorgio yaitu Debora. Pria itu segera menerima panggilan.“Halo,” sapa Wijaya. “Selamat malam, Pak Wijaya. Maaf mengganggu Anda. Saya sudah mencoba menghubungi sekretaris Anda, tetapi nomornya tidak aktif,” jelas Debora.“Ponsel dia rusak,” ucap Wijaya.“Apa Anda tidak membelikan yang baru?” tanya Debora.“Aku lupa karena terlalu sibuk,” jawab Wijaya tidak peduli.“Baiklah. Pak Giorgio akan segera kembali ke Italia. Dia ingin bertemu Anda untuk salam perpisahan. Apa Anda bisa?” tanya Debora.“Tentu saja. Itu adalah sopan santun sebagai tuan rumah dan rekan kerja,” jawab Wijaya.“Saya akan mengirimkan lokasi dan jam pertemuan.” Debora tahu Wijaya sangat menjunjung tinggi etika dalam berbisnis. Pria itu tidak akan membuat nama baiknya rusak.“Terima kasih.” Debora memutuskan panggilan.“Apa Giorgio benar-benar sudah mau pulang? Bukankah Luna akan syuting di I
Wijaya dan Amira melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka bekerja sama dan melakukan pertemuan dengan beberapa rekan bisnis. Sibuk setiap hari untuk terus mendapatkan keuntungan dan menambah kekayaan.“Apa yang akan dibeli untuk Pak Giorgio?” tanya Amira.“Kenapa kamu bertanya kepadaku?” Wijaya melihat pada Amira. “Hm.” Amira menanyakan itu kepada Wijaya karena khawatir sang suami akan cemburu jika dia memilih langsung.“Baiklah. Aku akan membeli sepatu dan dasi,” ucap Amira.“Apa?” Wijaya menghentikan mobil di tempat parkir sebuah mall mewah.“Kenapa?” Amira menoleh pada Wijaya. Dia heran karena pria itu tiba-tiba bertanya dengan nada tinggi.“Tidak apa.” Wijaya keluar dari mobil. Dia menjadi cemburu ketika Amira harus memilih hadiah untuk pria lain, tetapi itulah tugas dari seorang sekretaris.“Kita masuk sekarang,” ucap Wijaya berjalan cepat masuk ke dalam deretan butik mahal. Amira mengikuti langkah panjang pria itu.“Ini adalah toko khusus pria,” ucap Amira.“Kita cari hadiah di
Pesawat pribadi milik Wijaya Kusuma mendarat di bandara. Sebuah mobil mewah sudah menunggu di ujung tangga. Amira yang terus menggendong Keano tanpa terlihat segera masuk ke dalam kendaraan roda empat.“Apa masih tidur?” tanya Wijaya membuka kain gendong yang menutupi seluru tubuh putranya.“Ya.” Amira tersenyum. Selain menjadi ibu susu, Amira juga harus melindungi pewaris dari Wijaya Kusuma.“Pak kita langsung menuju villa yang menjadi tempat pertemuan,” ucap sopir.“Ya.” Wijaya terus duduk menempel pada Amira dan Keano.“Bisakah Anda bergeser? Aku merasa sempit,” ucap Amira.“Jika lelah. Aku bisa menggendong Keano.” Wijaya bergeser dan menatap Amira.“Tidak.” Amira terus memeluk Keano yang ada di dalam kain gendong. Wajah bayi kecil itu tidak terlihat sama sekali. Dia benar-benar terlindungi dan merasa nyaman berada dalam pelukan ibu susunya. Putra Wijaya pun dengan mudah mendapatkan makanan dari dada yang terbuka.Perjalanan cukup panjang dari bandara ke puncak. Amira tertidur karen
Luna tidak bisa tidur karena tidak mendapatkan informasi apa pun dari orang-orang bayarannya. Tidak ada yag tahu bahwa Wijaya dan Amira telah terbang dengan pesawat pribadi di malam hari. Pria itu benar-benar bisa melindungi privasinya.“Aih. Sial. Sudah malam begini, kenapa tidak ada juga laporan?” Luna mondar mandir di dalam kamar. Wanita itu melihat ponsel dan menunggu pesan serta panggilan dari mata-matanya.“Luna, kenapa belum tidur?” tanya Bella yang baru keluar dari kamar mandi.“Tidak ada laporan apa pun.” Luna memperlihatkan ponsel khusus yang digunakan untuk memantau Wijaya dan Amira. “Kamu lebih tahu dariku bahwa akan sangat sulit mendapatkan informasi tentang Wijaya. Tidak ada yang bisa mengambil foto dan videonya karena sebelum semua itu tersebar mereka akan menangkap dan menghukum pelaku,” jelas Bella duduk di sofa. Dia menatap Luna yang benar-benar gelisah menunggu kedatangan Wijaya.“Menurut kamu. Apa Wijaya akan datang bertemu dengan Giorgio?” tanya Luna duduk di depa
Wijaya dan Amira benar-benar sudah terbiasa sarapan bersama. Dua orang itu duduk berdampingan. Sang suami yang tidak pernah mau jauh dari istrinya.“Giorgio mau kita bertemu di siang dan malam,” ucap Amira mengisi nasi di piring Wijaya.“Untuk apa bertemu di siang hari? Kita hanya makan malam bersama saja,” tegas Wijaya.“Debora mengirim pesan padaku. Dia mau jalan-jalan di sekitaran penginapan,” ucap Amira.“Apa kamu sangat ingin jalan-jalan?” tanya Wijaya.“Aku hanya menyampaikan pesan saja,” jawab Amira.“Di bawah ada pantai dan pemandangan indah. Oh ya, Ibu Luna syuting di sini,” lanjut Amira sambil menikmati sarapan.“Apa?” Wijaya cukup terkejut. Dia benar-benar tidak tahu bahwa mereka berada di dekat lokasi syuting film Luna.“Apa Anda tidak tahu?” tanya Amira melihat pada Wijaya.“Aku tidak akan memperhatikan hal-hal yang tidak penting,” tegas Wijaya. Pria itu berharap Luna tidak tahu lokasi penginapan mereka karena ada Amira dan Keano. Dia tidak mau sang istri pertama datang me
Amira berdandan dengan cantik. Dia mengenakan kemeja tanpa lengan berwarna putih dengan rompi hitam berhiaskan Mutiara putih. Rok hitam mekar sebatas lutur dan sepatu kets putih. Rambut hitam dan panjang tergerai. Wanita itu benar-benar mempesona semua mata yang melihatnya. “Aku cantik.” Amira tersenyum dan berputar di depan cermin lemari pakaian. Dia memang sangat cantik dan seksi dengan tubuh sempurnya dambaan semua wanita. “Memang cantik.” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Ah!” Amira terkejut. Senyuman cantik di bibir wanita itu hilang.“Aku benar-benar tidak suka kecantikan ini diperlihatkan kepada pria lain. Kamu tidak berdandan untuk Giorgio kan?” bisik Wijaya di telinga Amira. Pria itu selalu mencium dengan getaran hangat yang menggairahkan. “Ahhh.” Amira segera melepaskan diri. Pria itu benar-benar membahayakan jiwa dan raganya.“Kenapa?” Wijaya sangat tidak suka dengan penolakan.“Kita harus berangkat.” Amira segera mengambil tas berwarna putih indah. “Kamu benar-benar
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh