Mendapati pertanyaan itu Danish terdiam sebentar. Menimbang jawaban apa yang pas untuk jawab.“Tidak.” Danish akhirnya menjawab apa adanya.Mendengar itu tentu saja membuat Isha senang. Artinya keadaan Danish sudah lebih baik. “Jadi selama ini Pak Danish sudah tidak mimpi buruk lagi?” tanyanya memastikan.“Bukan selama ini, tetapi semalam saja.” Danish mengatakan apa adanya.“Oh … hanya semalam saja.” Isha tidak berpikir apa-apa. Hanya berpikir mungkin Danish mulai tidak mimpi buruk lagi.“Apa kamu sudah selesai bertanya?” Danish merasa jika Isha tidak punya pertanyaan lagi dari tanggapan yang diberikan.“Sudah, Pak.” Isha menggeleng.Mendapati jawaban itu, Danish segera masuk ke kamarnya. Isha pun melanjutkan langkahnya ke lantai atas setelah mendapatkan jawaban dari Danish.****Isha memoles wajahnya dengan krim wajah sebelum tidur. Perawatan rutin yang dilakukan itu untuk menjaga kulitnya tetap sehat. Setelah memastikan skin care rutinnya sudah selesai, Isha segera naik ke tempat t
“Apa kamu keberatan?”Tidak dipungkiri jika Isha juga menikmati tidur bersama Danish. Pelukan Danish memberikan kehangatan dan ketenangan yang tidak pernah didapatkan. Entah karena kerinduannya akan sebuah kehangatan atau alasan lain, Isha tidak tahu. Namun, dia menikmati pelukan itu.“Saya tidak keberatan. Jika itu baik untuk Pak Danish kenapa tidak.” Akhirnya Isha mengizinkan Danish untuk tidur di kamarnya. “Lagi pula jika Pak Danish tidur di sini, bukankah akan lebih baik. Jadi kita akan segera punya anak.” Isha mengulas senyumnya tipis. Keputusannya sepertinya memang tidak salah. Karena dengan begitu mereka akan segera punya anak jika terus bersama.“Kamu benar juga. Tidak ada salahnya jika kita tidur bersama. Dengan begitu kita bisa segera punya anak.” Danish merasa ide Isha cukup pas. “Kalau begitu ayo kita buat anak lagi.” Danish pun menarik tubuh Isha.“Kemarin kita sudah melakukannya, dan sekarang bukan jadwalnya melakukan.” Isha mendorong tubuh DanishDanish mendesah kasar.
“Saya sedang tidak merayu.” Isha mengelak apa yang dikatakan Danish.Jika Isha merayu pun Danish tidak akan keberatan sama sekali. Danish menatap lekat wajah sang istri. Saat memerhatikan Isha, dia melihat wajah Isha begitu cantik tanpa riasan. Danish membelai lembut wajah Isha.“Kamu cantik.” Danish tanpa ragu memuji Isha.Hati Isha jelas menghangat ketika Danish memujinya. Senyum manis menghiasi wajahnya. “Apa kini giliran Pak Danish yang merayu?” tanya Isha.“Anggap saja iya.” Danish mendaratkan kecupan di bibir Isha. Menikmati bibir manis Isha.Isha menikmati ciuman yang diberikan Danish. Untuk sesaat dia larut dalam ciuman tersebut. Namun, selang beberapa saat, dia melepaskan ciuman tersebut.“Ini bukan jadwalnya.”“Peduli apa dengan jadwal.” Danish kembali mendaratkan ciuman.Ketika hasrat sudah menggebu. Dia tak peduli kapan harus melakukannya. Apalagi Isha begitu menggoda sekali. Tak bisa dia melewatkan istrinya begitu saja.Malam itu tentu saja dimanfaatkan Danish dan Isha un
“Iya, apa kamu pikir aku sedang main-main?” Danish menatap Isha kesal.Isha benar-benar bingung dengan sikap Danish yang aneh itu. Tiba-tiba sekali Danish ingin toko bersamanya.“Nish, di sini sempit, bagaimana mau makannya.” Dino yang melihat tempat sempit-langsung melayangkan protes.“Kamu makan saja di mobil.” Danish mengambil jalan tengah.Dino hanya bisa pasrah. “Begini kalau orang jatuh cinta, jadi bodoh,” gumam Dino kesal.“Kamu bilang apa?” Danish menatap Dino yang bergumam tidak jelas.“Tidak-tidak.” Dino langsung menggeleng.Melihat Danish yang tampak serius, Isha tidak bisa melarang. “Ina, kamu beli lagi saja. Itu biar aku yang makan. Pak Danish biar makan punyaku. Tolong sekalian pesankan untuk Pak Dino.” Isha menatap Ina.“Baiklah.” Ina memberikan satu piring yang harusnya dimakan olehnya pada Isha. “Pak Dino tunggu saja di mobil. Nanti saya antarkan.” Ina menatap Dino.Dino mengangguk. Kemudiaan mengayunkan langkahnya ke mobil. Meninggalkan Isha dan Danish.Kini tinggal
Isha tidak menyangka jika ucapannya didengar oleh Danish. Dia pikir Danish tidak akan mendengarnya. “Saya tidak bicara apa-apa.” Isha mengelak, tetapi seraya berlari. Menjauh dari Danish karena takut dengan Danish. Melihat Isha yang lari, Danish yakin jika Isha mengatakan dirinya jelek. Tak tinggal diam, Danish segera mengejar Isha. “Jangan lari kamu Isha.” Danish langsung mengejar Isha. Isha berlari sekencang mungkin untuk menghindari Danish. Dia tidak mau sampai ditangkap oleh Danish. Isha berlari ke ruang tamu. Berusaha untuk menghindar dari Danish. “Apa yang kamu katakan tadi?” Danish menatap Isha. Isha dan Danish terpisah dengan meja yang berada di ruang keluarga. Setiap Danish bergerak mendekat, Isha bergerak menjauh. Isha memasang mata awas karena takut tiba-tiba Danish menangkapnya. Isha melihat celah untuk lari ke kamarnya. Jadi dia berusaha untuk mengelabuhi Danish dengan jalan ke sebelah kiri, tetapi aslinya ke kanan. Sayangnya, Isha salah prediksi. Danish lebih tahu
Isha tidak kunjung menjawab, tetapi justru menangis. Danish yang melihat hal itu jelas bingung. Dia tidak mengerti kenapa istrinya tiba-tiba sekali menangis. “Kita duduk dulu.” Danish memegangi bahu Isha sambil mengayunkan langkah. Tepat di sofa yang berada di dekat tempat tidur, Danish meminta Isha untuk duduk. “Sebenarnya ada apa?” Danish ikut duduk di samping Isha. Isha masih terus menangis. Tak mau menjawab pertanyaan Danish. Ini benar-benar membuat Danish bingung sekali. Dia tidak mengerti kenapa istrinya menangis. “Jika kamu terus menangis, aku tidak akan tahu apa yang terjadi padamu.” Danish yang gemas pun menaikkan nada suaranya sedikit. Geram melihat Isha yang terus menangis tanpa menjelaskan apa-apa. “Aku datang bulan.” Isha akhirnya menjelaskan pada Danish apa yang membuatnya menangis. Mendengar apa yang dikatakan Isha, Danish hanya bisa terpaku. Tidak bisa memberikan tanggapan apa pun. “Bulan ini kita sudah berusaha keras. Kenapa tidak juga diberikan?” Isha menangi
“Isha datang bulan artinya dia belum hamil?” Dino menatap Danish. “Iya.” Danish menjawab diiringi dengan desahan. “Kemarin dia menangis seharian. Tidak mau keluar kamar sama sekali. Tidak makan sama sekali.” Danish menceritakan bagaimana istrinya kemarin. “Maklum saja. Wanita datang bulan itu mood-nya selalu buruk. Kamu harusnya lebih tahu karena dikelilingi para wanita.” Dino tersenyum. Danish memang biasa menghadapi mami, kakak, dan saudara kembarnya. Namun, kali ini berbeda. Danish tidak bisa memahami kemarahan Isha itu. “Sudah ayo berangkat.” Danish malas memikirkan Isha. Memilih untuk segera ke kantor. Segera dia membuka pintu mobil dan masuk ke mobil. Dino menyusul Danish yang lebih dulu masuk ke mobil. Segera dia melajukan mobilnya untuk ke kantor. Selama perjalanan Danish memikirkan kenapa Tuhan belum juga memberikannya anak. Padahal itulah yang ditunggu. “Kamu kenapa?” Dino yang menyetir menoleh ke Danish sejenak. Membagi konsentrasinya. “Aku bingung, kenapa kami belum
“Aku mau dipeluk saat tidur.” Mendapati permintaan itu Isha terdiam. Kemarin dia tidak memeluk Danish seperti biasa. Jadi wajar kali ini Danish minta hal itu. “Baiklah. Aku akan memeluk Pak Danish.” Malu-malu Isha menjawab. Di dunia ini memang tidak ada yang gratis. Hanya untuk menginginkan sesuatu, Danish harus melakukan sesuatu dulu. Isha menikmati makannya. Rasa manis benar-benar mengembalikan mood-nya. Perasaannya kembali tenang ketika merasakan nikmatnya kue. Makan, Isha memilih merapikan bekas makan terlebih dahulu. Memberikan jeda pada perutnya yang baru selesai makan. Danish ikut membantu. Tentu saja itu membuat pekerjaan semakin cepat. Usai semua pekerjaan selesai, barulah mereka ke kamar. Isha menggosok gigi lebih dulu sebelum tidur. Makan manis tentu saja akan membuat giginya keropos. Danish pun bergantian dengan Isha yang menggunakan kamar mandi lebih dulu. Mereka naik ke atas tempat tidur saat semua sudah selesai. Seperti permintaan Danish, Isha langsung memeluk. Me
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan