Isha tampak bingung ketika ditanya keberadaan Luel. Padahal suaminya tadi pagi sudah memberitahu Luel untuk memberitahu orang tuanya. Namun, sepertinya Luel tidak melakukannya. "Memang Luel tidak bilang?" Danish menatap kakaknya.Loveta menautkan kedua alisnya. Anaknya tidak sama sekali memberitahu dirinya ke mana perginya."Dia tidak memberitahu." Loveta menggeleng. Anaknya belum menghubunginya sejak tadi."Padahal aku sudah bilang untuk menghubungimu, tapi anak itu tidak menghubungimu." Danish mengingat jika tadi pagi dia meminta keponakannya itu untuk mengatakan pada orang tuanya."Dia tidak menghubungi aku." Loveta menggeleng. Dia kemudian beralih pada suaminya. "Dia menghubungi kamu?" tanyanya."Tidak, dia juga tidak menghubungi aku." Liam menggeleng.Isha merasa tidak enak ketika Luel tidak menghubungi kedua orang tuanya. Luel ada di rumahnya dan menjadi tanggung jawabnya."Luel ke Bali, Kak. Ada acara kampus katanya." Isha mencoba menjelaskan pada sang kakak ipar.Loveta mera
Levon tampak terkejut ketika Luel memanggilnya 'sayang' padanya. Padahal mereka tidak membuat janji untuk berdrama.Saat melihat Shasha, Levon merasa ini adalah keberuntungan untuknya karena dia bisa menunjukan pada mantan kekasihnya itu jika di sudah move on."Hai, Sayang. Kamu sudah keluar?" Levon yang menghampiri Luel, ikut-ikutan memanggil 'sayang' pada Luel. Levon langsung merengkuh pinggang Luel. Menatap Luel penuh damba.Untuk sesaat, Luel hanyut dalam tatapan itu. Mata indah Levon menghipnotisnya."Apa kamu mencari aku?" Levon mengulas senyum manis terbaiknya.Luel masih diam memandang Levon. Dia masih terhipnotis oleh ketampanan Levon.Saat tidak mendapati jawaban Luel, Levon langsung memberikan kode kedipan mata. Hingga membuat Luel tersadar."Kamu bilang apa tadi?" Karena terlalu fokus menatap Levon, dia tidak tahu apa yang dikatakan oleh Levon."Apa kamu tadi mencariku?" Levon mengulas lagi ucapannya. Kali ini Levon sambil menyelipkan rambut Luel ke balik telinga."Aku tad
'Drama macam apa ini? Kenapa seperti nyata? Jantungku benar-benar berdebar ketika dia memberikan aku bunga.'Luel benar-benar tidak tahu bagaimana perasaan sekarang. Benar-benar tak karuan. Jantungnya berdebar-debar kencang sekali.Tatapan Levon benar-benar seperti seorang pria yang memandang wanita yang dicintai. Luel sampai tidak bisa membedakan, apakah Levon sedang berdrama atau tidak.Semua orang melihat ke arah Luel dan Levon. Mereka seolah sedang menonton drama romantis yang begitu apik. Hingga mereka hanyut terbawa suasana. Tampak pada wanita terkagum pada Levon yang begitu romantis dan pemberani.Melihat semua orang yang sedang menanti drama itu berlanjut pun membuat Luel akhirnya menerima bunga yang diberikan."Terima kasih." Luel mengulas senyum manisnya.Levon kembali ke panggung. Kemudian kembali bernyanyi. Semua orang terhipnotis dengan suara Levon. Apalagi melihat Levon yang romantis. Seolah lagu mencerminkan Levon yang sebenarnya.Luel juga larut dalam lagu yang dinyany
Luel pikir Levon yang mengetuk pintu kamarnya. Namun, ternyata bukan. Tentu saja itu membuatnya merasa terkejut."Ada apa kamu ke sini?""Aku hanya ingin mengobrol denganmu saja."Mata Luel memicing. Dia merasa aneh. Untuk apa kekasih Shasha sekaligus mantan teman Levon ingin mengobrol dengannya. Padahal mereka tidak sedekat itu sampai harus mengobrol. "Ini sudah malam, aku ingin segera tidur." Luel segera menutup pintu kamarnya.Sayangnya, Andi langsung mencegah pintu ditutup. Hal itu membuat Luel benar-benar takut. Apalagi aroma minuman beralkohol tercium dari mulut pria di depannya itu."Pergilah atau aku akan berteriak." Luel melayangkan ancamannya seraya berusaha untuk menutup pintu."Jika kamu berteriak pun tidak akan ada yang mendengarnya. Orang-orang masih di aula. Hanya kamu yang berada di kamar."Luel seketika langsung takut. Dia takut jika memang hanya dirinya ada di kamar dan jika dia berteriak tidak akan ada yang dengar. Karena itu, Luel segera berusaha menutup pintu kam
Luel menatap Levon lekat. Dia sadar jika ini semua bukan salah Levon. Pria itu saja yang berpikiran gila sampai nekad hendak memperkosanya. "Ini bukan salahmu. Pria itu saja yang berpikiran buruk. Merasa semua wanita bisa dinikmati." Luel menatap Levon dan meyakinkan pria itu.Levon juga tidak habis pikir dengan Andi. Pria itu benar-benar gila sampai mau menyentuh Luel. Sejujurnya Levon tahu bagaimana temannya itu iri padanya. Karena itu, pria itu selalu ingin mendapatkan apa yang Levon punya. Namun, kali ini dengan cara yang salah. Tentu saja itu membuatnya benar-benar membenci pria itu."Jika kamu mau melaporkan pada polisi, aku akan membantumu." Levon sudah memikirkan berbagai risiko termasuk keluarga Luel akan murka.Luel menimbang apa yang ditawarkan oleh Levon. Jika dia melapor, urusannya memang akan panjang. Keluarganya akan tahu. Orang tuanya pasti akan marah pada Levon karena mengajaknya ke acara ini. Luel tidak mau itu terjadi. Lagi pula, dia belum sampai diapa-apakan oleh
Luel dan Levon sampai di rumah Danish. Luel cukup berdebar ketika sampai di rumah. Tentu saja dia takut dengan sang paman. Takut sang paman marah.Saat baru saja turun dari taksi, mereka sudah disambut oleh Danish dan Isha. Luel semakin takut ketika melihat paman dan bibinya itu ada di depan pintu."Pagi, Uncle, Aunty." Levon menyapa dua orang yang berdiri di depan pintu.Danish masih memandang dengan tajam pada Levon. Hingga membuatnya Levon jadi takut. Namun, Levon berusaha tenang. Dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya."Pagi." Isha membalas sapaan Levon. Dia langsung menyenggol sang suami yang diam saja."Masuk, aku ingin bicara!" Danish bukan membalas sapaan itu, justru memberikan perintah.Isha hanya melirik sang suami. Dari bagaimana cara sang suami bicara, pasti akan membuat keponakanya itu takut.Danish segera masuk ke rumah. Diikuti oleh Isha. Isha melingkarkan tangannya di lengan sang suami. Berjalan bersama."Kenapa ketus sekali?" Isha melayangkan pro
"Jadi aku selama ini tidak romantis? Hanya yang bisa bernyanyi yang romantis?" Danish melemparkan sindiran pada sang istri.Isha langsung mengerti yang dimaksud oleh sang suami. Dia bukan bermaksud hal itu sebenarnya, tetapi mau apa lagi. Sang suami terlanjur marah."Sayang, aku hanya mengatakan dari apa yang orang ceritakan. Kamu itu romantis. Justru lebih romantis dibanding para pria yang bisa bernyanyi." Isha berusaha untuk membujuk sang suami. Menatap lekat wajah sang suami.Mendapati tatapan penuh harap dari sang istri membuat Danish tidak kuasa. Hingga akhirnya dia luluh juga."Sayang, jangan marah seperti itu." Isha menggoyangkan tubuh sang suami.Danish mana bisa melihat sang istrinya yang merengek."Iya, aku tidak marah.""Kamu memang terbaik." Isha mengulas senyumnya. Karena begitu senangnya, dia langsung mendaratkan kecupan di pipi Danish. Agar sang suami tidak lagi marah padanya.Tepat saat Isha sedang mencium Danish, Luel dan Levon kembali ke meja makan. Mereka hanya terp
Untuk sesaat Isha terdiam. Dia memikirkan siapa gerangan yang menghubungi suaminya ini. Apalagi terdengar begitu akrab. Hingga memanggil nama suaminya.Sebenarnya bukan itu saja yang dipikirkan oleh Isha. Yang dipikirkannya adalah orang yang menghubungi adalah seorang wanita. Jelas itu membuat Isha penasaran siapa gerangan wanita yang menghubungi suaminya itu."Maaf Danish sedang mandi.""Oh ...." Terdengar suara wanita di seberang sana terkejut dengan apa yang didengarnya."Jika ada pesan bisa disampaikan saja." Isha masih bersikap tenang."Emm ... bilang saja jika Miska menghubungi. Minta dia menghubungi kembali.""Baiklah, biar aku sampaikan.""Terima kasih."Akhirnya sambungan telepon terhenti. Isha segera meletakan ponsel Danish di atas nakas lagi. Dia masih memikirkan siapa gerangan wanita yang menghubungi Danish itu. Entah kenapa Isha merasa ada kedekatan antara Danish dan wanita yang bernama Miska itu."Apa dia mantan kekasihnya?" Isha bergumam sendiri.Baru membayangkan saja,
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan