"Hei ... jangan masuk." Aulia langsung mengejar.Sayangnya Abra mengabaikan hal itu. Dia segera pergi ke gudang.Aulia langsung menarik tangan Abra. Memelintirnya ke belakang. Sebagai mantan petugas keamanan, jelas jika dia ahli dalam hal ini."Ach ...." Abra langsung menjerit ketika Aulia memelintir tangannya.Suara itu didengar oleh Isha. Karena itu, Isha segera keluar dari gudang. Alangkah terkejutnya Isha ketika melihat jika Abra sedang diplintir tangannya oleh Aulia. Tampak Abra begitu kesakitan"Aulia, lepaskan." Isha mencoba untuk menghentikan aksi Aulia."Tapi, dia berbahaya untuk Anda, Bu." Aulia tidak bisa melepaskan Abra begitu saja."Dia tidak akan menyakiti aku. Kamu bisa berjaga-jaga jika dia sampai menyakiti aku." Isha mencoba meyakinkan Aulia.Akhirnya Aulia melepaskan Abra. Mengikuti perintah Isha.Abra mendengus kesal. Merasa jika Isha benar- benar menyiksanya."Suamimu sepertinya takut sekali kamu disakiti." Abra mencibir Isha sambil mengulas senyum menyeringai.Ish
Danish lari menyusuri koridor mencari keberadaan Isha yang dirawat di rumah sakit. Tadi Aulia mengabari jika Isha pingsan. Karena itu dia langsung menuju ke rumah sakit.“Di ruangan mana?” Danish yang berlari bertanya pada Aulia dari sambungan telepon.“Ruangan anggrek nomor empat, Pak.”Mendapati jawaban itu membuat Danish bergegas ke sana. Jantungnya berdegup kencang. Dia benar-benar merasa ketakutan sekali terjadi apa-apa pada istri dan anaknya.Danish langsung membuka pintu ketika mendapati ruangan di mana sang istri dirawat. Saat masuk, ada Aulia yang sedang menunggu sang istri. Tampak sang istri tertidur di ranjang perawatan.“Bagaimana keadaannya?” Danish menatap Aulia.“Tadi dokter bilang baik-baik saja, Pak. Hanya karena Bu Isha lemas jadi dokter menyarankan untuk dirawat.” Aulia mencoba menjelaskan.Danish bernapas lega ketika sang istri baik-baik saja.“Sebenarnya bagaimana tadi dia bisa pingsan?” Danish begitu penasaran sekali.“Tadi pria itu datang, Pak. Bu Isha berbicara
Waktu yang diberikan Abra tinggal besok saja, sedangkan Danish belum punya jawaban sama sekali.“Entah aku belum bisa memiliki jawab.”Dino menepuk bahu Danish. “Pikirkan saja pelan-pelan.”Danish mengangguk.“Aku pergi dulu kalau begitu.” Dino kembali berpamitan.Setelah Dino berpamitan, Danish segera kembali ke kamar. Menemui Isha. Saat masuk, ternyata istrinya itu sudah terlelap. Danish yang tidak mau mengganggu pun memilih untuk menyegarkan tubuhnya. Apalagi Dino sudah membawakan baju.Saat makan malam, Danish menyuapi sang istri dengan telaten. Memastikan jika sang istri makan banyak.“Aku bisa makan sendiri, kenapa harus disuapi seperti anak kecil.” Isha melayangkan protesnya.“Sudah makan saja. Jangan terlalu banyak protes.” Danish terus menyuapi Isha.Isha hanya pasrah ketika sang suami terus menyuapi. Hingga makanan habis pun dia memilih diam dan tidak banyak protes.“Pintar.” Danish mendaratkan kecupan ketika Isha begitu pintarnya makan dengan banyak.Isha hanya tersenyum. D
Danish melepaskan pelukannya untuk dapat melihat wajah Isha. Dia menatap lekat wajah Isha. Rasanya berat untuk melepaskan Isha dengan dua pilihan itu."Kenapa diam?""Bolehkah aku tidak memilih keduanya?" Rasanya Danish tidak sanggup jika harus memilih."Kamu harus memilih." Isha meyakinkan Danish."Pengacara menyarankan untuk melaporkan Abra. Pilihan ini yang yang paling bisa aku terima. Menurut pengacara, dia akan membelamu dan kamu tidak akan lama mendapatkan hukuman." Danish mencoba menjelaskannya pada sang istri. "Tapi, aku tidak bisa melihatmu dipenjara." Danish benar-benar berat membayangkan itu.Isha kembali memeluk Danish. Berusaha menenangkan Danish. "Laporkan dia. Aku tidak masalah jika harus mendekam di penjara. Dari pada aku harus berpisah denganmu." Isha memberikan pilihan yang tepat untuk Danish. Dia begitu mencintai Danish. Jadi tak mau jauh dari Danish.Danish langsung melepaskan pelukannya itu. Dia menatap Isha lekat. "Apa kamu sadar jika dipenjara kamu tidak akan ba
"Tentu saja tidak. Aku ke sini tidak untuk kembali padamu." Isha mengulas senyum manisnya.Abra tersenyum. Ternyata Isha lebih memilih untuk masuk penjara dibanding kembali padanya. Tentu saja dia tidak akan tinggal diam."Apa kamu sadar jika kamu tidak mau kembali padaku artinya kamu akan masuk penjara?""Siapa yang masuk penjara? Aku?" Isha bertanya pada Abra. "Yang akan masuk penjara adalah kalian. Bukan aku." Isha menyeringai."Kalian?" Abra masih bingung kata kalian yang disebut Isha."Pak polisi tolong tangkap mereka." Danish langsung memanggil polisi yang sedari tadi di luar.Polisi langsung masuk ke dalam. Mereka menangkap Abra dan juga Ina."Apa-apa ini?" Abra berusaha untuk melepaskan diri. Dia tidak mengerti kenapa dirinya ditangkap."Apa ini? Kenapa aku juga ikut ditangkap?" Ina merasa tidak tahu kenapa ada polisi yang menangkapnya juga."Kalian ditangkap karena pencurian di toko Kaula." Polisi langsung memberitahu apa yang membuat Abra dan Ina tertangkap.Abra begitu terk
Danish yang bangun tidak mendapati sang istri di sebelahnya. Hal itu membuatnya segera bangun untuk mencari sang istri. Tempat pertama yang menjadi tujuan Danish adalah kamar mandi. Sayangnya, dia tidak menemukan sang istri di sana. Karena itu, akhirnya Danish memilih untuk segera keluar. Mencarinya istrinya itu. Saat baru saja keluar dari kamar, Daniah mencium aroma manis. Saat itu juga Danuag tahu di mana dia akan menemukan sang istri. Dengan segera Danish menuruni anak tangga. Aroma semakin kuat ketika menuruni anak tangga. Aroma itu tercium dari dapur. Tampak menggugah selera sekali.Sesampainya di dapur, Danish melihat jika istrinya sedang asyik memasak. Dari aromanya, Danish menebak jika sang istri sedang memasak kue."Astaga." Isha yang berbalik melihat Danish yang sedang berdiri tepat di belakangnya. "Kenapa begitu terkejut?" Danish mengulas senyumnya."Kamu tiba-tiba sekali di belakang aku. Jadi aku jelas terkejut." Isha menatap Danish sambil mencebikkan bibirnya. Danish y
“Apa kamu punya janji?” Isha menatap sang suami ketika hendak memberikan kue.“Aku tidak punya janji.” Danish menggeleng.Isha tampak berpikir siapa gerangan yang datang itu. Seingatnya dia juga tidak punya janji.“Aunty, Uncle.”Saat mendengar suara itu, Danish dan Isha saling pandang. Mereka tahu siapa yang datang. Siapa lagi jika bukan keponakan Danish.“Wah … ternyata Uncle sedang ada acara.” Luel melihat jika pamannya itu sedang makan-makan. Jadi begitu bersemangat sekali.Danish mengembuskan napas kasar. Dia merasa jika sepertinya acara perayaan ini akan terganggu dengan keponakannya.“Aunty ulang tahun?” Luel menatap sang bibi ketika melihat ada kue yang berada di atas meja.“Tidak.” Isha menggeleng.“Lalu kenapa ada kue?”“Aku hanya ingin membuat kue saja. Jadi ada kue.”“Sepertinya kuenya enak.” Luel melihat jelas jika kue yang dibuat sang bibi begitu menggiurkan sekali.“Kamu mau?” tanya Isha.“Mau-mau.” Luel langsung mengangguk.“Ini” Isha langsung memberikan kue yang berad
Melihat sang menantu yang di lantai atas, Mami Neta pun terheran-heran. Dengan keadaan hamil, tidak seharusnya Isha di lantai atas. Jika sampai terjadi apa-apa. Pastinya itu akan sangat bahaya. Bisa-bisa mereka akan kehilangan cucu.“Iya, Mi.” Isha mengangguk. Mendengar jawaban sang menantu membuat Mami Neta sedikit kesal. Anaknya benar-benar ceroboh sekali. Tepat saat Isha dan Mami Neta sedang bicara, Danish turun dari lantai atas. Dia melihat sang istri yang sedang hendak naik ke lantai atas.“Sayang, kamu mau ke atas?” Danish mengayunkan langkah menghampiri sang istri yang berada di anak tangga paling bawah.“Iya, aku mau memanggilmu, tapi kamu sudah turun.”“Nish, kenapa kamu masih tidur di lantai atas. Kenapa tidak pindah ke lantai bawah?” Mami Neta yang penasaran segera bertanya. Tak suka ketika anaknya membiarkan menantunya di lantai atas.Danish terdiam. Kamar utama yang berada di lantai bawah masih terisi barang Dara. Jadi dia belum bisa memindahkan Isha ke kamar bawah.“De