Beberapa saat sebelumnya.
"Kills?" Selena terperanjat. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu berada di sin—"
Kali berikutnya, perempuan itu pun terkesiap ketika Killian dengan cepat sudah langsung mendekatinya.
"Aku merindukanmu, Queen," ujarnya, semakin memperpendek jarak di antara mereka. "Aku benar-benar merindukanmu."
Selama ini ada begitu banyak hal yang mungkin saja tidak bisa Selena pahami, tapi untuk sekarang perempuan itu begitu yakin atas satu hal.
Bahwa dia pun sangat merindukan lelaki ini.
"Aku juga merindukanmu, Kills," sahut Selena, benar-benar berharap kalau Killian memeluknya saat ini juga. Namun seolah tidak memahami keinginannya, Killian justru berhenti dengan menyisakan sedikit jarak. "Kenapa kamu sama sekali tidak menghubungiku? Apakah ... apakah kamu tidak menyukaiku lagi? Atau apakah kamu tidak lagi menginginkanku?"
&nbs
Charlotte bersenandung sendiri.Rupanya saat ini putri tunggal keluarga Harron tersebut dalam suasana hati yang bahagia. Sebab, bagaimana tidak?Hari ulang tahunnya hanya tinggal sebentar lagi. Ditambah, ada kejutan menyenangkan yang akan dia terima di hari kelahirannya tersebut."Bagaimana dengan gaun ini, Nona?" tanya salah seorang asisten desainer, sembari menunjukkan sebuah contoh gaun bergaya sabrina dengan warna putih. "Warna putih pasti akan terlihat sangat cocok bila Anda kenakan."Wajah Charlotte seketika cemberut. "Apa menurutmu gaun yang sederhana seperti itu layak untukku?"Asisten desainer itu pun terdiam. Gaun yang dia rekomendasikan memang bergaya simpel, tapi terlihat elegan dan juga manis.Namun karena dia paham bahwa setiap orang memiliki selera masing-masing, maka dengan senyuman di wajah perempuan itu pun lantas bertanya, "Kalau begitu, ga
"Brengsek!"Andreas membanting jam digital yang semula berada di atas meja kerjanya. Tidak berhenti sampai di situ, dia juga berlanjut melemparkan beberapa benda yang lain."Kenapa lelaki seperti dia tidak menghilang saja? Sialan!"Sesaat Ronald memejamkan mata ketika Andreas kembali membanting benda lain, kali ini bahkan dibarengi dengan gebrakan meja yang kuat.Menarik napas dalam-dalam, asisten pribadi itu berusaha untuk tetap bisa bersikap tenang. Sebab sejak pulang dari acara pernikahan Ansia Roxanne tadi siang, atasannya itu terus saja marah-marah.Andreas hanya sanggup menahan amarah, setidaknya sampai mengantarkan Selena pulang. Rupanya lelaki itu ingin agar tetap bisa terlihat bersikap tenang, apabila di hadapan tunangannya.Namun setelah itu, barulah sifat Andreas yang sebenarnya pun keluar.Bahkan hingga waktu yang saat i
Salahkah bila dia berharap agar bisa mendapatkan kesempatan kedua?"Ayo kita berpisah," ujar Andreas waktu itu. Dia bicara dengan nada enteng, seolah ucapannya tadi bukanlah sesuatu yang cukup penting.Hal tersebut sangat berkebalikan dengan perempuan bermata abu yang kini memandangnya dengan wajah pucat. Selena Hills."A—apa? Tapi, kenapa? Andreas, kenapa kamu tiba-tiba—""Yah, ingin saja. Lagi pula, aku juga sudah bosan denganmu, Babe. Ah, tunggu. Tentu saja mulai sekarang aku tidak perlu memanggilmu seperti itu lagi. Benar begitu kan, Nona Hills?"Selena Hills tidak sanggup mengatakan apa pun. Perempuan yang sebenarnya sudah mengenal Andreas sejak masa sekolah itu hanya sanggup berdiri diam sambil berusaha mengatur napasnya.Ya, Tuhan. Sesak sekali rasanya."Jadi, apa arti hubungan kita selama ini?" tanyanya dalam bisikan y
Killian memegang dua lembar kertas di tangannya dengan gemetar.Entah bagaimana sebenarnya perasaan yang dia alami saat ini, tapi yang jelas ada ekspresi marah dan sedih yang silih berganti melintas di wajahnya."Bu, ini ...?" Killian menelan ludah beberapa kali, merasa kesulitan untuk mencari kata-kata. "Ini ..., maksudku, surat ini .... Jadi, ini berarti bahwa Selena sebenarnya waktu itu sedang .... Ya, Tuhan."Mendongakkan kepala dan menghela napas berat, Killian berusaha menahan air mata yang sudah hendak jatuh."Iya, Ian," jawab Ivona dengan suara yang sedikit tercekat. "Iya. Itu surat yang diberikan Aria Hills kepadaku. Tadinya dia malah sempat tidak mau menemuiku. Aku benar-benar kesulitan untuk bisa bertemu dengannya. Bahkan, aku pun sampai heran dengan sikap Aria yang terus berusaha menghindariku seperti itu.""Lalu, Bu?""Lalu—" Ivona menarik
Grand ballroom Double Tree by Hilton terlihat sangat megah malam ini.Desain interiornya begitu mewah, dipenuhi aksen berwarna putih dan emas yang merupakan warna khas milik keluarga Harron. Bahkan bunga-bunga hidup yang menghiasi banyak sudut pun dirangkai dan diberi hiasan dengan warna yang serupa.Ada seribu orang yang diundang ke acara yang begitu spesial ini dan mereka pun mulai berdatangan. Tidak ada satu orang pun yang tidak berdecak kagum ketika memasuki grand ballroom. Venue yang langsung menyambut begitu mereka memasuki ruangan balllroom, memang benar-benar mengesankan.Apakah ini sekedar acara ulang tahun atau sebuah acara pernikahan?Tidak sedikit dari para tamu undangan yang menanyakan hal yang sama. Sebab apabila melihat dari suasana glamor yang ada, maka acara kali ini memang lebih pantas bila digunakan untuk sebuah pernikahan.Di bagian depan ballroom terdapat seb
"Babe?" Andreas memanggilnya sekali lagi. Namun seolah tidak mendengarkan, Selena tetap saja bergeming. Perempuan itu kini justru tampak terpaku, memandang ke arah dua orang pasangan kekasih yang sekarang berlalu pergi sembari berpelukan. Tunggu. Tunggu dulu. Apakah dia baru saja berpikir bahwa kedua orang tadi adalah sepasang kekasih? "Babe? Hei!" Kali ini Andreas menyentuh pipi Selena, sehingga membuat perempuan itu sedikit terkejut. "Ada apa?" "Ha? Apa?" "Justru aku yang seharusnya bertanya kepadamu, Babe. Ada apa sebenarnya?" "Kenapa kamu bertanya seperti itu? Reas, memangnya aku kenapa?" "Tadi aku sudah memanggilmu beberapa kali, tapi kamu diam saja. Lalu sekarang, kamu malah terlihat seperti orang yang sedang marah." Selena mengerjap mendengarnya. Marah? Apakah dia sedang m
"Lakukan sekarang, Erick.""Baik, Tuan Muda."Saat ini Erick berada di dalam ruang monitor. Dari tempat inilah dia bisa mengawasi sebagian besar area ballroom melalui CCTV, sekaligus mengatur tampilan yang akan muncul pada layar LED yang terdapat di bagian belakang panggung.Beberapa orang yang seharusnya bertugas di ruangan ini sekarang tergeletak di satu sisi, dalam kondisi yang sudah tidak sadarkan diri. Sekedar untuk melumpuhkan tiga orang staf dan dua orang petugas jaga, tentu saja bukan hal yang terlalu sulit bagi lelaki baya itu."Pertunjukannya akan segera dimulai, Tuan Muda," ujarnya disertai senyuman. Menggerakkan kursor dan memilih file yang diinginkan, Erick pun lantas menekan tombol 'play'. "Selamat menikmati."***Sementara itu, Charlotte yang hendak meniup lilin pun merasa sedikit bingung.Tadinya dia sudah menunduk di atas
"Nanti akan ada pengumuman yang istimewa. Sesuatu yang benar-benar spesial dari kami. Benar begitu kan, Ian?"Selena berusaha menahan diri, tapi tidak bisa. Nyatanya, sepasang mata abunya tetap saja mengerling ke arah lelaki itu. Lelaki dengan sepasang mata yang segelap langit malam, yang saat ini terlihat begitu menawan ketika bibirnya membentuk segaris senyuman.Ya, Tuhan. Dia benar-benar harus bersusah payah untuk mengalihkan tatapannya. Saat ini Selena bahkan terpaksa menunduk, agar pandangan mereka tidak lagi bertemu.Namun meski begitu pun, bukan berarti pikirannya bisa bebas begitu saja. Nyatanya, dia masih juga bertanya-tanya.Sebenarnya, apa yang akan mereka umumkan? Hal apa yang terkesan begitu istimewa, sampai-sampai harus diselenggarakan pesta yang semewah ini?Kemudian, pertanyaan lain yang selalu melingkupi benak Selena akhir-akhir ini adalah kedua orang itu memilik