“Mana suratnya?” Pinta Shia saat keduanya sedang bersantai di depan Villa, menikmati pemandangan laut yang indah di malam hari. “Akan kuberikan besok, Love,” jawab Dante acuh tak acuh, sambil menyesap wine digelasnya “Kau sudah mengatakan itu sejak kemarin, Dante!” Shia berdecak kesal. Pasalnya, sudah tiga hari mereka di pulau ini, namun Dante tetap belum memberikan surat kepemilikan saham Clarikson padanya. Shia merasa dirinya hanya terus melayani gairah besar pria itu, tanpa mendapatkan kepastian apapun dan sebagai jawaban, Dante hanya mengatakan ‘besok... besok dan besok...’ Layaknya janji palsu yang terus menggantung. “Akan kuberikan saat kita kembali ke California,” ucap Dante pada akhirnya, tanpa melihat wajah kesal Shia “Lalu kapan kita kembali?” Terdengar ombak yang menghantam karang di kejauhan, menciptakan suasana tegang di antara mereka. Shia menatap Dante dengan mata biru yang menyorot tajam. “Kau selalu punya alasan, bukan? Kapan kita akan kembali?” “Kau tak perlu t
Ilya menatap Carolina dengan penuh ketidakpercayaan. Nama Costa menggema di telinganya, memicu ingatan akan konflik lama yang melibatkan kelompok mafia itu. "Aku tidak peduli siapa atau apa yang kau wakili. Aku hanya ingin bertemu dengan SXT, dimana pria itu?” Tanya Ilya dengan lantang Carolina tetap tenang, sudut bibirnya menampakan senyuman meremehkan “menggelikan, kau bahkan tidak tau jika orang yang ingin kau temui adalah pemimpinnya. Kau menginginkan perusahaan Clarikson dan kematian Arshia bukan?" Ilya terdiam, menyadari bahwa dia berhubungan dengan orang yang sangat berbahaya, namun sayang Ilya sudah tidak memiliki jalan mundur. Dia bahkan sampai merelakan putrinya sebagai pion. "Tuanku enggan untuk muncul dan menghadapi hama seperti kalian karena dia tau jika kau akan menawarkan putrimu sebagai bayaran untuk membunuh Arshia." Sambung Carolina tepat sasaran, alasan Ilya membawa Lily, putrinya adalah sebagai jaminan keberhasilan rencana mereka Carolina tertawa lagi, kali ini
Milan, Italia Mansion Clarikson “Senang melihatmu disini Shia” Kehadiran Robert di pintu uatama Mansion yang menyambut kedatangan mereka membuat Shia mengernyit bingung. Ada ketegangan yang terasa di udara, seperti sebuah rahasia yang disembunyikan dengan rapat. “Hallo, Dante” ucap Robert dengan senyuman tipis. Matanya menatap Dante yang merangkul pinggang Shia dengan tatapan yang sulit diartikan. “Masuklah,” ajaknya, sambil membuka pintu lebar-lebar. Shia melangkah masuk, merasakan getaran ketidaknyamanan yang terus menyusup ke dalam dirinya. Ia mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyum tipisnya. “Tenanglah” bisik Dante pada Shia. Namun, Shia tak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada yang tidak beres. Ia memandang sekeliling dengan curiga, mencari petunjuk yang mungkin menjelaskan perubahan Robert yang begitu mendadak. “Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam sekaligus bentuk ucapan selamat atas pengangkatan dirimu sebagai presedir” Ucap Robert sambil mena
“Dante...” Dante terkesiap ketika mendengar Shia berseru dengan suara gemetar, “Kemari, Love,” ucap Dante dengan suara lembut, penuh kehangatan. Dia merentangkan lengannya, mengundang Shia masuk dalam dekapannya. Shia tak bisa menahan lagi tangisnya. Dia berlari ke pelukan Dante, dan segera air matanya mengalir deras. Tak ada kata-kata yang diucapkan, namun dalam pelukan itu, Dante memberikan kehangatan dan ketenangan kepada Shia. Sentuhan lembutnya seolah menghapus luka-luka batin yang selama ini Shia sembunyikan. Mereka terdiam sejenak, meresapi kehadiran satu sama lain. Shia kemudian meraih pakaian Dante erat-erat, seolah tak ingin kehilangan jejak keberadaan orang yang kini menjadi pelindungnya. Dante mengangkat Shia dalam gendongannya, menaiki tangga menuju kamar Shia. Pintu kamar mereka terbuka lembut, membiarkan suasana hangat dan damai memenuhi ruangan. Dengan lembut, Dante meletakkan Shia di tempat tidur. Dia menyeka air mata yang masih basah di pipi Shia dengan lembut,
Pagi sekali Shia terbangun dari tidurnya. Dia meyentuh sisi ranjang yang kosong. “Dimana Dante?” Shia bergumam. Ranjang itu terasa dingin, menandakan jika Dante tidak tidur bersamanya Shia segera meraba meja samping tempat tidurnya, mencari ponselnya. Segera dia menggenggam ponsel, memeriksa layar untuk melihat pesan atau panggilan dari Dante. Namun, layar ponsel tetap gelap, tidak ada pesan masuk. Pikiran Shia langsung berputar cepat. "Dia biasanya tidak meninggalkanku begitu saja tanpa memberitahu," gumam Shia sambil duduk di tepi ranjang. Rasa cemas menyelimuti dirinya seperti kabut tipis, membuat hatinya berdegup lebih cepat. Shia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamar. Namun baru saja pintu terbuka sosok Lily sudah berada didepannya dengan ekspresi cemas. “S-shia” Panggil Lily ragu. Sebelah alis Shia terangkat menunggu kelanjutan ucapan Lily. Namun bukannya suara Lily melainkan seorang wanitalah yang muncul dibelakang Lily, merangkul pundak Lily dengan ra
“Keputusanmu bersama Dante…” Ucap Lina dengan nada menggantung “orang yang membunuh Reliam Smith” Ucapnya dengan nada tajam Shia merasakan detak jantungnya berhenti sejenak. Matanya menatap tajam ke arah Lina, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah wanita itu. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Lina?." Lina tersenyum sinis. "Oh, aku lupa. Dia tidak langsung terlibat, tapi dia tahu lebih banyak daripada yang kamu bayangkan. Keluarga Smith adalah saingan bisnisnya yang sangat berbahaya. Mereka berdua terlibat dalam persaingan sengit, dan kemudian, tiba-tiba saja, seluruh keluarga Smith tewas dalam keadaan misterius." Lina melihat Shia dengan tatapan licik, sementara Shia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang baru saja dia terima. Keheningan melingkupi mereka sejenak. “Bukankah kamu sudah melihatnya? Dalam ruang tersembunyi Dante” Sambung Lina Shia memejamkan matanya, mencoba mengolah informasi yang telah dia terima. Setelah sejenak, mata biru Shia terbuka, dan sebuah
Entah sudah berapa jam Shia berada di ranjang dengan rantai yang membelenggunya yang pasti Shia benar-benar bosan. Dia tidak bisa melakukan apapun, Lina juga tidak datang untuk sekedar berdebat dengannya. Beberapa saat kemudian, suasana di ruangan itu berubah drastis. Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, membuat suara gemuruh yang menarik perhatian Shia. Mata biru Shia membola melihat Paman Ronnie, masuk dengan langkah mantap. “Menyedihkan sekali melihat keponakanku terikat begini” ucapnya namun dengan nada mengejek. Shia menampakan seringain miring. “Paman terlambat, aku muai bosan.” Celetuknya santai Paman Ronnie menggelengkan kepala dengan wajah yang serius. “Masih untung aku mau menolongmu setelah melihat pesan itu” Shia terkekeh memandang Paman Ronnie tepat dimata biru yang mirip seperti miliknya. “Bisa lepaskan ini, tangan dan kakiku sakit?” Paman Ronnie tersenyum, mendekati Shia dan memeriksa rantai yang mengikatnya. “Ckk. Kau bisa padahal aku yakin kau bisa membukanya d
Begitu Shia membuka mata, hal yang pertama dilihatnya adalah dada bidang seorang pria yang memeluknya. Tatapan Shia bergerak naik pada wajah sang pelaku. Dante masih tertidur dengan nyenyak sambil memeluknya erat. Jujur saja Shia tidak kagat saat melihat Dante. Melihat sikap Dante padanya maka Shia sudah menduga jika pria itu pasti akan menempel padanya. Tapi kali ini Shia merasa sedikit tak nyaman, masalahnya dibalik selimut Shia merasakan jika tubuh keduanya tidak mengenakan pakaian. Bahkan milik Dante terasa menabrak miliknya, menciptakan gesekan pelan yang menganggunya. Shia menarik rambut Dante dengan kuat, membuat mata abu-abu itu terbuka dengan paksa “Aws, love..” suara berat itu membuat Shia merinding, mungkin karena baru bangun tidur makanya suara Dante jauh lebih berat dari biasanya dan lebih serak Tangan pria itu membelitnya, memeluknya erat seakan-akan ia tak ingin membiarkan Shia kabur lagi. “Kau memperkosaku?” Tutur Shia dengan tatapan tajamnya “Karena kita suami i
Namanya Zedante Algheri Kingston pria yang kini berusia 41 tahun dengan pesona yang mematikan. Namun, mari kita melangkah lebih jauh ke belakang, ke waktu di mana Dante dan Shia pertama kali bersentuhan dalam perjalanan hidup mereka.***20 tahun yang lalu…Suara pelan lonceng gereja memecah keheningan pagi. Dante turun dari mobil dan membuka pintu untuk ibunya dengan sedikit enggan.“Kau ini! Senyum sedikit, meskipun kau tampan tapi wajahmu yang datar itu menakutkan, jangan sampai teman-temanku takut denganmu” Decak Irena melihat ekspresi putranya yang nampak datar seperti para bodyguard mereka.“Mom yang memaksaku kesini” Ucap Dante dengan datar“Itu karena ayahmu diluar negeri” Ucap Irena, Dia merangkul tangan Dante lalu memasuki gerbang gereja tua yang megah.Namun belum sampai kedepan pintu, Irena melepaskan lengan Dante begitu saja dan meninggalkan Dante sendirian “Kau masuk duluan saja” Ucap Irena lalu melangkah menuju kursi taman gereja dan berbicara dengan seorang biarawati d
“Kau marah Love?” Tanya Dante.Shia melirik sekilas melalui cermin lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.“Sekarang aku yakin kau benar-benar marah” Ucap Dante seraya menghela napas panjang. Dante mendekat kearah Shia yang duduk di meja rias sambil memoleskan makeup“Love..” Panggil Dante dengan suara yang amat merduShia tidak merespon, dia hanya fokus memoleskan lipstik di bibirnya. Gaun Navy-nya yang semula berganti menjadi dress satin berwarna hitam gelap dengan beberapa ornamen mengkilat yang menghiasi bagian pinggangnya.“Akh” Shia tersentak ketika Dante menggendongnya ala bridal lalu membawanya keluar kamar.“Masih menolak bicara, Love?” Ucap Dante dengan senyuman lebar.“Dasar pemaksa” gumam Shia tanpa melihat wajah Dante.Dante terkekeh “Kau manis sekali saat kesal seperti ini Love”Shia tetap diam, mengabaikan pandangan Dante. Dia merasa sulit untuk menyembunyikan senyuman kecil di bibirnya meskipun hatinya berbisik untuk tetap marah.“Turunkan, aku bisa jalan sendiri”
“Shh… ahh” Shia meringis antara sakit dan nikmat disatu waktu bersamaan. Shia terduduk diatas meja kerja milik Dante dengan Dante yang berdirii dan terus memompa dirinya dibawah sana.“Dante- Stoph..Eum..” Belum selesai Shia berbicara Dante sudah lebih dulu membungkam bibir SHia dengan lumatan singkat lalu ia menarik diri setelah menyematkan mengecup pipi Shia beberapa kali kemudian lanjut menghentak Shia.Shia mengigit bibirnya, menahan desahan saat milik Dante masuk terlalu dalam di inti tubuhnya. Mata biru itu mentap gaun navy yang sudah tergeletak dan robek disana.“D-dante pestanya belum selesai” Ucap Shia saat Dante memperlambat gerakannya“Hmm.. mereka tidak akan menyadari kita menghilang Love” Ucap Dante dengan suara seraknya “Lihat Love, milikmu benar-benar dirancang sempurna untuk aku masuki” Tambahnya sambil menatap kelamin keduanya yang menyatu.Blush..“Dasar mesum” Shia berucap kesal namun wajah Shia memerah total, Shia mengalihkan pandangannya ke samping. Enggan menatap
Mobil putih itu bergerak dengan memutar di sisi lintasan yang menantang. Shia, dengan mahirnya, mengendalikan setiap gerakan mobilnya dengan presisi yang luar biasa. Asap ban dan deru mesin menciptakan suara yang menggetarkan hati para penonton di arena balap. Dante, yang berada di tepi lintasan, menyaksikan Shia dengan mata abu-abu yang menatap penuh kebanggaan. Meskipun awalnya khawatir, dia tidak bisa menahan kekagumannya melihat keahlian Shia dalam melakukan teknik drifting. Setiap belokan dan putaran roda menjadi sebuah tarian yang memukau. “Bukankah istriku luar biasa Alesio” Ucap Dante dengan bangga pada sang anak yang kini berusia 5 tahun. Alesio mendengus, meskipun masih kecil namun sikap Dante benar-benar menurun persis padanya “Dia mamaku” Dalam setiap belokan tajam dan drift spektakuler, Shia terus menunjukkan keterampilannya. Saingan-saingannya sulit mengejar karena mobil putihnya meluncur dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Suasana menjadi semakin tegang ketika bal
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur, menggantikan almarhum Robert Clarikson sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan.”Prok.. Prok.. Prokk..Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat.Ronnie Colins, dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya.Ronnie mengarahkan pandangannya kesegala sisi hingga terhenti pada satu titik. Sudut bibirnya terangkat dengan senyum miring "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan. Saya sangat bersyukur dan berkomitmen untuk membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang tela
Waktu pemulihan yang seolah begitu cepat terasa seperti mukjizat bagi Dante. Shia dan bayi mereka, Alesio, menjadi simbol keajaiban itu. Setelah melewati masa-masa sulit di ruang perawatan intensif neonatal, Alesio kini berada dalam gendongan hangat Shia. Bayi itu tidak lagi terikat pada tabung inkubator.Dante duduk di samping Shia, matanya penuh kekaguman melihat bayi mungil mereka yang sekarang begitu sehat. Alesio dengan rakus meminum ASI dari ibunya, menunjukkan semangat hidup yang mengagumkan."Dia benar-benar rakus, ya?" Dante berkata dengan senyum di bibirnya.Shia hanya mengangguk setuju, mata biru yang terus memperhatikan putranya yang kecil. Keceriaan dan kebahagiaan menyelinap ke wajahnya meskipun kelelahan masih terlihat di matanya."Hidungnya dan bentuk wajahnya mirip sepertimu, Dante" Shia berkata sambil tersenyum lembut, jari telunjuknya menyentuh lembut permukaan wajah Alesio. "Dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dante merasa
Setelah menyelesaikan masalah Ilyana. Hari-hari berikutnya menjadi masa-masa yang sulit bagi Dante. Dia tidak pernah meninggalkan ruangan perawatan Shia, selalu berada di sampingnya setiap saat.“Apa kau tidak lelah tidur terus, Love?” Dante mulai bermonolog“Semua orang yang mengincarmu sudah musnah, kita bisa hidup dengan dalam sekarang” Sambung DanteMeskipun ruangan itu penuh dengan suara perangkat medis dan mesin yang memantau, satu-satunya suara yang Dante dengar adalah detak jantung Shia“Aku merindukanmu Love, dan putra kita membutuhkanmu… Dia sangat kecil hingga aku rasa tubuhnya bisa hancur jika kusentuh.”Ruang perawatan intensif neonatal menjadi tempat yang akrab bagi Dante. Bayi kecil yang ia nama Alessio, terhubung dengan berbagai alat bantu pernapasan dan monitor yang memantau setiap detak jantungnya.Meskipun setelah beberapa minggu, Alessio mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang positif. Detak jantungnya menjadi lebih stabil, dan dia mulai merespons rangsanga
Dante menatap Ilya yang terikat dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Kedua tangannya diborgol dengan rantai yang dingin dan keras. Ruangan gelap itu dipenuhi dengan ketegangan, dan senyuman sinis Ilyana menciptakan aura yang semakin mencekam.“Dante.. Dante..” Ucap Ilyana dengan seringai lebarnya. “Biar kutebak apa Shia sekarat? Atau dia sudah mati?”Plak.Suara tamparan yang keras membuat ruangan itu terdiam sejenak. Dante, tanpa ekspresi wajah, memandang Ilyana dengan tajam. “Jangan sekali-kali menyentuh nama Shia dengan cara seperti itu” ucapnya dengan suara rendah yang penuh dengan ancaman.Ilyana hanya tertawa sinis. “Kau memang selalu terlalu sentimental. Apa yang bisa kau lakukan untuk mencegahku?”Dante menghela nafas, berusaha menahan amarahnya. “Aku sudah memberikan peringatan, Ilyana. Jangan mencampuri Shia dalam permainan kotormu.”Namun, senyuman Ilyana tak kunjung hilang. "Kau tidak bisa menyelamatkannya. Dan tidak ada yang bisa menghentikan rencanaku. Aku sudah mengat
Dante duduk di samping tempat tidur Shia, wajahnya penuh keprihatinan dan kekhawatiran. Dokter keluar dari ruang perawatan dan menghampiri Dante dengan ekspresi serius."Mr. Kingston, kami menemukan sesuatu yang perlu Anda ketahui" ucap dokter nampak tergesa namun penuh kehati-hatian.Dante melirik sang dokter dengan tajam “katakan” Ucapnya"Dalam pemeriksaan lebih lanjut, kami menemukan bahwa Mrs. Kingston memiliki riwayat penyakit jantung. Tidak hanya itu, kami menemukan bahwa dia pernah melakukan operasi jantung" ungkap dokter dengan nada serius.Dante terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. "Operasi jantung?"Seolah paham kebingunan Dante, Dokter menjelaskan lebih lanjut "Beberapa orang memilih untuk menyembunyikan riwayat penyakit mereka, terutama jika itu berkaitan dengan organ vital seperti jantung. Mungkin Mrs. Kingston tidak ingin membuat banyak orang khawatir, terlebih dari data yang kami temukan, operasi itu berlangsung sekitar 7 tahun yang lalu” JelasnyaDante menata