Pagi sekali Shia terbangun dari tidurnya. Dia meyentuh sisi ranjang yang kosong. “Dimana Dante?” Shia bergumam. Ranjang itu terasa dingin, menandakan jika Dante tidak tidur bersamanya Shia segera meraba meja samping tempat tidurnya, mencari ponselnya. Segera dia menggenggam ponsel, memeriksa layar untuk melihat pesan atau panggilan dari Dante. Namun, layar ponsel tetap gelap, tidak ada pesan masuk. Pikiran Shia langsung berputar cepat. "Dia biasanya tidak meninggalkanku begitu saja tanpa memberitahu," gumam Shia sambil duduk di tepi ranjang. Rasa cemas menyelimuti dirinya seperti kabut tipis, membuat hatinya berdegup lebih cepat. Shia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamar. Namun baru saja pintu terbuka sosok Lily sudah berada didepannya dengan ekspresi cemas. “S-shia” Panggil Lily ragu. Sebelah alis Shia terangkat menunggu kelanjutan ucapan Lily. Namun bukannya suara Lily melainkan seorang wanitalah yang muncul dibelakang Lily, merangkul pundak Lily dengan ra
“Keputusanmu bersama Dante…” Ucap Lina dengan nada menggantung “orang yang membunuh Reliam Smith” Ucapnya dengan nada tajam Shia merasakan detak jantungnya berhenti sejenak. Matanya menatap tajam ke arah Lina, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah wanita itu. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Lina?." Lina tersenyum sinis. "Oh, aku lupa. Dia tidak langsung terlibat, tapi dia tahu lebih banyak daripada yang kamu bayangkan. Keluarga Smith adalah saingan bisnisnya yang sangat berbahaya. Mereka berdua terlibat dalam persaingan sengit, dan kemudian, tiba-tiba saja, seluruh keluarga Smith tewas dalam keadaan misterius." Lina melihat Shia dengan tatapan licik, sementara Shia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang baru saja dia terima. Keheningan melingkupi mereka sejenak. “Bukankah kamu sudah melihatnya? Dalam ruang tersembunyi Dante” Sambung Lina Shia memejamkan matanya, mencoba mengolah informasi yang telah dia terima. Setelah sejenak, mata biru Shia terbuka, dan sebuah
Entah sudah berapa jam Shia berada di ranjang dengan rantai yang membelenggunya yang pasti Shia benar-benar bosan. Dia tidak bisa melakukan apapun, Lina juga tidak datang untuk sekedar berdebat dengannya. Beberapa saat kemudian, suasana di ruangan itu berubah drastis. Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, membuat suara gemuruh yang menarik perhatian Shia. Mata biru Shia membola melihat Paman Ronnie, masuk dengan langkah mantap. “Menyedihkan sekali melihat keponakanku terikat begini” ucapnya namun dengan nada mengejek. Shia menampakan seringain miring. “Paman terlambat, aku muai bosan.” Celetuknya santai Paman Ronnie menggelengkan kepala dengan wajah yang serius. “Masih untung aku mau menolongmu setelah melihat pesan itu” Shia terkekeh memandang Paman Ronnie tepat dimata biru yang mirip seperti miliknya. “Bisa lepaskan ini, tangan dan kakiku sakit?” Paman Ronnie tersenyum, mendekati Shia dan memeriksa rantai yang mengikatnya. “Ckk. Kau bisa padahal aku yakin kau bisa membukanya d
Begitu Shia membuka mata, hal yang pertama dilihatnya adalah dada bidang seorang pria yang memeluknya. Tatapan Shia bergerak naik pada wajah sang pelaku. Dante masih tertidur dengan nyenyak sambil memeluknya erat. Jujur saja Shia tidak kagat saat melihat Dante. Melihat sikap Dante padanya maka Shia sudah menduga jika pria itu pasti akan menempel padanya. Tapi kali ini Shia merasa sedikit tak nyaman, masalahnya dibalik selimut Shia merasakan jika tubuh keduanya tidak mengenakan pakaian. Bahkan milik Dante terasa menabrak miliknya, menciptakan gesekan pelan yang menganggunya. Shia menarik rambut Dante dengan kuat, membuat mata abu-abu itu terbuka dengan paksa “Aws, love..” suara berat itu membuat Shia merinding, mungkin karena baru bangun tidur makanya suara Dante jauh lebih berat dari biasanya dan lebih serak Tangan pria itu membelitnya, memeluknya erat seakan-akan ia tak ingin membiarkan Shia kabur lagi. “Kau memperkosaku?” Tutur Shia dengan tatapan tajamnya “Karena kita suami i
“Aku selalu marah jika mengingat fakta kau yang dengan mudahnya menerima George sedangkan menolakku dengan begitu kerasnya. Apa mungkin karena perbedaan usia kita? Kau malu memiliki suami yang jauh lebih tua darimu Shia!?” Suara Dante semakin berat bersamaan dengan mata elang yang menatapnya menusuk tajam. Napas Shia tercekat. Dante marah padanya, dan Shia yakin akan hal itu “Maafkan aku” ucap Shia pada akhirnya. Shia bisa merasakan beban di udara, dan keputusasaan mulai merayap ke dalam dirinya. Dante menghela nafas panjang, mencoba meredakan amarah yang masih menyala di dalam dirinya. "Shia, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan perasaanku saat ini. Aku merasa seperti semua hal yang kulakukan itu percuma" Ucapan Dante sontak membuat jantung Shia berdetak lebih cepat. Dante memanggil namanya dan itu membuat Shia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Dante meraih dagu Shia, mengangkatnya agar bisa melihat wajahnya. "Kenapa kau terlalu waspada dan menyembunyikan banyak
Tatapan Dante terus menghujani Shia, menelisik setiap sudut pikiran gadis itu. Sudah 30 menit mereka hanya duduk berhadapan, dan ruangan itu dipenuhi oleh keheningan yang semakin terasa tegang. Bahkan napas mereka terdengar seperti dentuman drum dalam ketidakpastian. Sikap mengintimidasi Dante yang membuat Shia merinding. Biasanya, Shia dikenal berani melawan atau mengabaikan ucapan Dante tanpa ragu. Tapi hari ini, rasanya seperti ada sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap mengintai di balik keheningan mereka, sesuatu yang membuat Shia merasa bahwa jika dia membantah, taruhannya bukan hanya keberanian atau harga dirinya, tapi nyawanya sendiri termasuk perasaannya yang sudah terungkap. Dante akhirnya memutus keheningan dengan suara rendah yang menggetarkan ruangan, "Masih tidak ingin mengatakan apa yang terjadi Love?" Shia menelan ludah, berusaha mengendalikan getaran yang tak terelakkan di dalam dirinya. "Aku sengaja masuk dalam perangkap agar bisa mengumpulkan bukti kejahatan ta
"Kau memiliki bukti jika kakakku melakukan itu?" tanya Ronnie, masih tak percaya bahwa Rabella mungkin terlibat dalam sesuatu yang begitu mengerikan. "Aku paham jika sulit dipercaya. Aku membunuhnya karena itu, untuk melindungi Shia, seperti permintaan terakhirnya," ucap Robert dengan suara yang penuh duka. “Jadi itu alasan kau menyembunyikan semua kebenarannya dari Shia?” Dante, yang sejak tadi menyimak, mulai bersuara. Namun, tak ada jawaban yang diberikan oleh Robert, membuat kedua pria lainnya bisa menyimpulkan bahwa itulah alasannya. "Aku butuh waktu untuk memproses ini semua" ucap Ronnie dengan suara serak. Hatinya berkecamuk antara kesedihan dan rasa kehilangan, namun di sisi lain, kebingungan dan ketidakpercayaan terhadap apa yang baru saja didengarnya semakin memperumit perasaannya. Dante tersenyum lagi, kali ini dengan nada sindiran "Jangan membuang waktu, paman. Kita harus menyelesaikan Costa saat ini. Jadi, apakah kau bersedia melupakan masa lalumu untuk kepentingan kel
“Bukan ayahmu yang membunuh Ibumu tapi mereka dan sekarang mereka mengawasimu, Shia. itulah alasan aku menolakmu berhubungan dengan Ruel” Ungkap David pada akhirnya. Shia menatap tak percaya pada David. Apa maksudnya? Ayahnya yang dia kira orang yang membunuh ibunya ternyata orang yang salah. Jadi, apa selama ini targetnya membalas dendam pada Robert itu salah? BRAk! David tersenyum tipis saat secara tiba-tiba Shia menyerangnya. Gadis itu menjatuhkan tubuh David ke bawah dengan wajah David yang langsung menyentuh lantai. Dengan lincah, Shia berdiri di atas David, menyadari bahwa ayahnya bukanlah pembunuh ibunya. Denyut adrenalin melonjak di dalam dirinya, dan ia mencoba mencerna informasi yang baru saja diungkapkan oleh David. “Kau tega sekali Shia, padahal aku yang mengajarimu trik ini” David tertawa kecil namun berbeda dengan Shia yang menatapnya tajam. “Apa mereka juga yang menculikku dan membunuh Liam?!” Tanya Shia dengan tajam, mengabaikan ucapan David. “Tidak” David mengge