Shia merasa dunianya berputar seketika. Tatapannya mengarah pada Dante dengan ekspresi keterkejutan bercampur dengan kebingungan. Robert, ayahnya, juga terkesiap mendengar permintaan yang begitu tiba-tiba tersebut. "Surat pernyataan?" ulang Robert dengan suara yang terdengar bergetar. "Dan posisi sebagai pewaris perusahaan Clarikson? Dante, ini bukanlah sesuatu yang bisa kita putuskan dengan begitu saja." Ucapnya dengan menahan amarah, tangannya yang berada dimasing-masing sisi tubuhnya terkepal erat. Dante tersenyum sinis. "Shia satu-satunya putri Rabella, bukankah seharusnya Shia yang mewarisi perusahaan itu. Bukankah begitu, Sayang?" Ia menoleh kepada Shia dengan pandangan yang lebih seperti tanda kemenangan daripada cinta. Tatapan Shia berubah datar namun membahayakan “Jadi.. apa Daddy akan menyerahkannya pada Lily?” Ucapnya dengan tenang. Robert nampak menghela nafas lalu tersenyum tipis. “Daddy tidak punya pilihan” Ucapnya yang membuat Shia menghela napas kasar dan berat. Di
Siang ini Shia sedang berada diruang baca, menenangkan pikirannya dengan sebuah novel yang Dante sediakan untuknya. Bukan hanya sebuah novel, Dante bahkan membuatkan perpustakaan pribadi untuknya. Namun bukan perpustakaan itulah yang membuatnya kaget, melainkan buku-buku yang ada disana adalah novel berating 21+. Dante sengaja memenuhi perpustakaan itu dengan novel untuk membuat Shia kesal dan malu. Pintu ruangan itu terbuka, Shia tak terganggu sama sekali dengan siapa yang datang karena dia sudah bisa menebaknya, siapa lagi yang dengan bebas dapat berkeliaran di mansion dan masuk ke dalam ruangan pribadi selain sang pemilik. “Fokus sekali” Dante memeluk Shia dari belakang. Sikap pria itu semakin manis sejak kemarin. Mungkin karena Shia juga sudah menyerah untuk melawan Dante. Shia memiringkan wajahnya, menatap Dante dalam jarak dekat, tanpa sengaja bibirnya menyentuh leher pria itu. Dante tersenyum tipis, dia menahan dagu Shia dan mengecup bibir Shia. Kecupan singkat yang manis,
Dante meletakan tangannya dipinggang dan belakang kepala Shia, menarik wanita itu semakin mendekat kearahnya lalu mencium Shia. memangut permukaan bibir Shia dan membawanya semakin dalam. Ciuman itu turun ke leher, napas Shia tidak beraturan, dia berusaha menahan rangsangan yang Dante berikan dengan mengigit bibir bawahnya. “Ahh..” Desahan Shia terlepas begitu saja membuat Shia bisa merasakan Dante yang sambil menciumnya. “Kau benar-benar menjadi liar Love” Dante terkekeh, dia menatap mata abu-abu Dante yang mendongak menatap mata biru Shia yang nampak sayu. Tiba-tiba pria itu meraih wajah SHia lalu meraup pipinya. Meninggalkan ciuman basah disana “you are so damn cute, Love..” Dante tersenyum, senyum mengerikan bak predator. Tiba-tiba dia melepaskan ikat pinggang yang masih terpasang dicelananya. Awalnya Shia kira Dante ingin segera memulai permainan ke intinya namun pria itu justru menyatukan kedua tangan Shia ke belakang lalu mengikat kedua tangan Shia, membuat mata birunya mel
Tengah malam, Dante keluar dari kamar, meninggalkan Shia yang tertidur karena kelelahan akibat pergulatan panas mereka. Dante menuruni tangga menuju ruang bawah tanah. Dia bersiul pada seorang pria yang terikat dengan rantai tepat dibawahnya. Tangan kanannya memegang sebuah pistol yang diputarkan dengan mudahnya. “Ternyata kau tidak setangguh yang ku bayangkan.” Dante bergumam dengan nada penuh ejekan. “Aku tidak memiliki masalah denganmu, Dante!” Han berucap dengan gigi yang bergeretak, mempertahankan kehormatan terakhirnya meski tubuhnya dipenuhi rasa sakit akibat cambukan yang diberikan bawahan Dante “Benar juga, kau tidak memiliki masalah denganku tapi kau yang membuat masalah itu, Han” Dante berucap dengan tawa yang menakutkan. Dia melihat ke bawah, menggugah pria yang terikat rantai di depannya. Dante memberi isyarat pada kedua bawahannya yang berada di sana untuk pergi, menyisakan mereka berdua dalam kegelapan bawah tanah Dante menatap Han dengan sorot mata tajamnya, memanc
“Nyonya..” "Nyonya, bangun" suara Bela terdengar samar-samar, memecah keheningan pagi. Perlahan, mata biru Shia terbuka, menatap Bela dengan sorot sayu. Bela tersenyum tipis, tetapi ekspresinya mencerminkan simpati saat selimut yang melindungi Shia tergeser, menampakkan banyaknya jejak percintaan yang Dante tinggalkan di tubuh Shia. "Anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya Bela dengan penuh perhatian. Shia tersenyum tipis, kemudian mengangguk lemah. Dia turun dari ranjang, meraih segelas air di atas nakas. "Tubuhku nyaris lumpuh," ucap Shia setelah meneguk air dan melatakan kembali gelasnya. Bela memperhatikan dengan penuh kekhawatiran. "Saya akan memijat Anda nanti, Nyonya. Namun sekarang Anda harus bersiap. Tuan Dante dan Nyonya Besar sedang menunggu Anda untuk sarapan," kata Bela sambil merapikan tempat tidur Shia yang berantakan. "Sarapan bersama mereka, ya?" Shia berkata dengan suara yang menunjukkan ketenangan yang tak tergoyahkan lalu tak lama dia mendengus "Bisa-bisa pria itu
Setelah mereka selesai sarapan, Irena berdiri dengan semangat, mengajak Shia, "Ayo, Shia, kita bisa pergi ke butik sekarang. Kita punya waktu yang cukup." Shia mengangguk dan memberikan senyuman kecil. Namun, tiba-tiba tangan Dante menahan lengannya, menghentikan langkahnya. "Aku akan menyelesaikan beberapa urusan di kantor terlebih dahulu kemudian menyusulmu, Love," ucap Dante sambil mengecup kening Shia dengan lembut. Shia menatap pria itu dari sudut matanya, terpana sejenak. Baru beberapa menit lalu pria itu berbuat mesum padanya sekarang justru memperlakukannya dengan begitu manis. Suara deheman Irena memecah keheningan, mengingatkan Shia akan rencana mereka. “Ehmm... jadi kita pergi atau tidak?” tanya Irena sambil tersenyum geli. Shia tersenyum kikuk, mengumpulkan kembali pikirannya, dan mengikuti langkah Irena. Mereka meninggalkan ruang makan dengan ceria, melangkah menuju mobil yang sudah menanti di luar. Irena dan Shia naik ke dalam mobil, pergi ke butik yang merupakan sal
Shia dan Irena melangkah masuk ke butik paling bergengsi di kota Los Angeles. Claire Pottibone, tempat di mana keindahan dan kemewahan bergabung menjadi sebuah karya seni. Cahaya gemerlap lampu gantung kristal menyinari ruangan yang dipenuhi dengan deretan gaun pengantin mewah. Designer ternama dunia madam Claire, menujukan pada mereka deretan gaun terbaik dari seluruh dunia. “Ada yang menarik perhatianmu Shia?” Tanya Irena Meskipun mata Shia dimanjakan dengan keindahan gaun-gaun yang dipajang di sekelilingnya. Tetapi entah mengapa dia tidak merasakan kesenangan disana. Melihat keterdiaman Shia, Irena tersenyum tipis “Ayo, kita bisa mulai mencari gaun yang sempurna untukmu." ajaknya Shia mengikuti Irena ke bagian gaun pengantin, tempat di mana kecantikan dan elegansi menyatu dalam harmoni. Seorang penata rambut dan penata busana pribadi sudah menunggu untuk membantu. "Apa ada desain yang sudah anda bayangkan, Nona?" tanya madam Claire sambil menujukan beberapa rancangan gau
Langit biru terang menjadi latar belakang bagi katedral yang megah, tempat dimana Shia dan Dante memutuskan untuk bersatu dalam ikatan suci pernikahan. Dalam balutan gaun putih yang indah, Shia berjalan di lorong menuju altar diiringi oleh nada-nada indah organ. Dante, mengenakan setelan jas hitam yang elegan, menanti dengan tatapan penuh harap di hadapan imam. Robert menyerahkan tangan Shia yang langsung disambut Dante. Keduanya menghadap pada mimbar dimana seorang imam nampak memulai pemberkatan. “I, Zedante Algheri Kingston, before God and witnesses take you, Arshia Clarikson to be my wife. I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you honor your all the days of my life” “I do” Jawab Shia lalu dia berucap “I, Arshia Clarikson, before God and witnesses take you, Zedante Algheri Kingston to be my husband. I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you honor your all the days of my