Mobil Lamborghini Aventador hitam bergerak mmemasuki kawasan halaman katedral.Mobil itu berhenti lalu tak lama pintu terbuka dan sebuah tangan yang kokoh memegang pintu seraya beranjak dari jok.Salah satu kakinya yang terbalut sepatu menapak diluar, diikuti dengan kaki lainnya. Kini dia sepenuhnya berada diluar dan berdiri disisi mobilAngin berhembus, membawa kehadirannya seakan mempengaruhi semesta. Mata elang abu-abu itu menatap lurus kearah katedral. Ia melangkah seperti penguasa.Suara dentangan jam katedral terdengar, sekelebat bayang-bayang muncul dibenaknya. Bayangan sepasang pengantin yang menyatukan bibir keduanya disertai senyuman dan tepuk tangan orang-orang “Akan ku pastikan jam itu juga berdentang saat kita menikah Little Tigriss” Mulutnya tampak bergumam lalu kembali melangkah.Dante berdiri diambang pintu. Didepan sana, nyaris menyentuh altar terlihat Max sedang menahan seorang pria dengan tubuh bersimbah darah.Lalu disalah diantara bangku-bangku panjang yang terbua
Pilihan yang diberikan Dante membuat Max bergindik, masalahnya dia tau jika kedua hal itu tidak memiliki perbedaan jika Dante yang melakukannya dan Max tau siapa sosok harimau yang Dante maksud, jelas saja Arshia.“Tapi aku tidak bisa menangkapnya sekarang, buruanku harus dimulai dengan hama kecil” Seringainya lebarBum..Pintu mobil itu tertutup dengan kasar. Lamborghini itu mulai bergerak keluar dari kawasan katedral.Max menatapnya dengan senyum miring “Kau benar-benar gila karena wanita Dante..” Gumamnya nampak mengejek, lalu tak lama terdengar suara dari jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya“Pergi ke Alaska, bantu Ben mengatasi Lucero disana dan kau akan tau rasanya berpisah dengan wanita yang kau incar itu” Suara Dante terdengar memerintah disertai kekehan horror diakhir katanya.Max menganga dengan ekspresi tak terima “Sial. Dasar otoriter ” umpatnya kesal setelah menekan sebuah tombol pada jam itu.Selama hampir satu jam mobil itu berjalan dengan kecepatan 120
Dallas, USShia membuka pintu apartemennya. Melepaskan sepatu bot dan jaket yang sejak tadi dikenakannya lalu langsung berjalan ke arah dapur. Mengambil gelas kosong dan mulai mengisi dengan air.Shia meminum dalam satu kali tegukan, lalu menghela nafasnya. Hari ini cukup buruk dan melelahkan baginya. Shia meletakan gelas itu lalu masuk kedalam kamarnya.Setelah membersihkan diri, Shia meraih laptopnya lalu meng-cek email yang dikirimkan paman Ronnie.Ronnie bukanlah tipe pria yang suka melaporkan atau memberikan informasi melalui chat pribadi ataupun panggilan telepon. Dia lebih suka mengirimkannya melalui email.Shia membuka emailnya lalu kerutan di dahinya memperlihatkan ia sedang memikirkan sesuatu yang cukup menguras pemikiran. Tangannya meraih handphone berlogo apel digigit dari dalam laci lalu mengisinya dengan kartu sim baru.Terdengar suara sambungan beberapa kali sebelum akhirnya panggilan itu diangkat oleh seorang pria “Hallo” suara itu membuat kerutan dikening Shia semakin
Matahari sudah beranjak tinggi saat mata biru Shia terbuka, tatapannya nampak sayu dengan kondisi badan yang lelah.Shia merasa tubuhnya nyaris remuk. Dia kelelahan. Belum lagi perban ditangannya yang ternoda merah dibeberapa bagian, menandakan lukanya yang terbuka.“Harusnya aku jahit dulu kemarin” Shia bergumam dengan suara khas bangun tidur.Beranjak dari dari kasur namun baru satu langkah kaki Shia hendak melangkahkan, rasa nyeri menusuk paha bagian dalamnya. Dengan sedikit tertatih Shia berjalan menuju toilet. Menatap pantulan dirinya pada cermin.Semuanya normal.Tidak ada jejak merah atau sesuatu yang mencurigakan.Setelah menyelesaikan mandinya, Shia meraih kembali laptop diatas meja lalu men-cek rekaman CCTV yang terpasang didepan apartemen dan ruang tengah.“Aku berpikir terlalu banyak” Shia bergumam, awalnya dia curiga jika Dante menyelinap menemukannya dan menyelindap masuk namun dugaan itu tidak terbukti karena tidak ada tanda-tanda kehadiran Dante disana.Dengan mengenak
BUM…Suara ledakan yang cukup nyaring terdengar sampai keruangannya. bahkan Teresa merasa jika suara itu bisa jadi berasal dari halaman belakang tepat 6 lantai dibawahnya. Saat Teresa hendak beranjak dari ruangannya tangan Max tiba-tiba menghentikannya“Ada apa? Bukannya kau bilang sudah selesai?” Tanya Teresa bingung.Wajah Max nampak bingung lalu tiba-tiba dia memegangi kepalanya “Aws.. kepalaku sakit” Erangnya nampak kesakitanTeresa melotot lalu memapah Max menuju brankar, mendudukan pria itu disana lalu memeriksanya dengan serius“Bagian mana yang sakit? Titik spesifiknya” Tanya Teresa dalam mode serius yang membuat Max merasa bersalah“Aku sedikit pusing saja” jawabnya dengan senyum tipis melihat hal itu Teresa tau jika Max memang sengaja menahannya disana.“Max.. Apa yang kau dan Shia rencanakan?” Suara Teresa penuh dengan keseriusan, matanya menatap Max datarNamun, Teresa tetap bersikeras. "Ini bukan waktunya untuk main-main. Suara ledakan tadi mungkin ada hubungannya dengan
Belum pukul tujuh malam tapi Shia sudah siap dengan gaun hitam satin dengan belahan samping yang memamerkan kakinya. Bagian atasnya hanya menggunakan tali bahu. Menampakan pundaknya yang putih nan menggoda.Rambut coklatnya kini tertutupi oleh sebuah wig berwarna hitam pekat sepanjang pinggang yang bergelombang, sementara lipstick berwarna merah terang membuatnya nampak semakin sensual.Shia memperhatikan lagi penampilan dirinya didepan cermin.Sempurna, persis seperti yang Shia mau.Tangannya meraih tas branded berwarna hitam lalu meraih kunci mobil. Didalam lift Shia memainkan handphone nya, mengabaikan sosok pria dengan hoddie hitam yang berdiri dibelakangnya.Obera, lokasi pertemuan Shia dengan pria bernama Zedane. Sebuah klub malam yang sangat ramai, beberapa kegiatan ilegal maupun transaksi terjadi disana. Musik berdentum dan sorot lampu berkedip-kedip memantulkan gemerlap kehidupan malam di kota ini. Shia memasuki klub dengan langkah yang mantap, tatapannya penuh percaya diri,
“Apa-apan kau ini!” Teriak Dayn tak terima, mencoba memberontak dan membalikkan posisi Shia. Dayn menahan kedua tangan Shia diatas kepala, mengunci pergerakan gadis itu untuk memberontak “Kau melakukan hal yang percuma Arshia” Meskipun terkejut dengan kemampuan bertarung Shia, namun Dayn masih mempertahankan senyumnya yang penuh percaya diri "Kau cukup gesit, tapi itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa wanita tetap lemah dihadapan pria. Kau takkan bisa melawan kekuatan alamiah," Dayn berkata sambil tersenyum meyakinkan. Shia tetap tenang, bahkan tersenyum tipis. "Bukankah ini adalah zaman di mana kita tidak lagi terbelenggu oleh stereotip gender? Keberanian dan kekuatan tidak tergantung pada jenis kelamin, Dayn. Kau pun bisa terkejut dengan apa yang bisa wanita lakukan, terutama aku" Tiba-tiba Shia menyerang balik, meskipun menggunakan gaun namun gerakannya sangat gesit dan tak terbaca. Dayn masih mencoba menangkap napasnya yang terengah-engah, mencoba memahami situasi yang baru sa
Dante akhirnya melepaskan ciumannya, meninggalkan bibir Shia yang terasa bengkak. "Apa boleh buat, Little Tigriss, aku hanya tidak bisa menahan diri. Kau terlalu menggoda," katanya dengan senyum bebas.Senyuman yang memancing reaksi panas dari para wanita penghibur yang ada disana.Shia mendengus kesal, telapak tangannya menutupi bibir Dante yang masih tersenyum lebar. Tapi seiring dengan kehadiran paparazi yang semakin intens, Shia menyadari bahwa lebih baik menyudahi drama ini. "Berhenti sekarang Dante. Ini sudah cukup kontroversial untuk satu hari."“Apa yang kudapatkan jika menuruti ucapanmu?” Dante bertanya dengan senyum licik“Dante.. bisakah kau menurutinya saja!” Shia berbisik didekat telinga Dante, nafas Shia yang mengenai kulit lehernya terasa membakar.“Cium aku di rumah. Cium aku sampai aku merasa puas”Mata biru Shia menatap Dante dengan skeptis “Kau ini semakin melunjak saja”“Menolak? Aku tidak keberatan menciummu disini sampai klub ini tutup” Ancamnya yang membuat Shia