“Jadi?” Dante bertanya santai sambil menyenderkan pada kursi kebesarannya. Tatapannya penuh dengan intimidasi“Ada sebuah gudang bekas berjarak 2 kilometer dari lokasi nyonya berada, di dalam gudang itu ada cipratan darah yang masih baru selain itu ada juga helaian rambut nyonya disana”Dante menganggukan kepalanya, lalu menatap sebuah foto yang diberikan oleh Ero, bawahannya yang ditugaskan menjaga Shia.“Sudah menggali timbunan tanah disana?”“Sudah Tuan. Tapi kami tidak menemukan apapun”Dante terdiam, menatap foto yang diberikan Ero padanya, foto Shia bersama dengan seorang pria yang Dante tau sebagai mantan agen yang dulu sempat menyerangnya.“Lakukan tes DNA lalu cari tau siapa pemilik darah itu. Itu bukan darah milik Shia karna dia tidak terluka sedikitpun”“Baik, Tuan”Ero membungkuk hormat lalu keluar dari ruangan itu menyisakan Dante yang menghela nafas dengan tangan yang menutupi matanya“Hal apa lagi yang kau sembunyikan dariku, Arshia..”-------Siang ini Shia terlihat ca
Suara deritan kursi terdengar. Dante memundurkan kursinya dan mengangkat Shia, mendudukkannya di atas meja rapat. Kedua tangan Dante berada di sisi kanan dan kiri mengukung tubuh Shia dalam dekapannya. “Jadi bisa kita lanjutkan Miss Clarikson?” Ucap Dante dengan senyum nakalnya “Melanjutkan apa?” jawab Shia “Kau tau apa jadinya jika pakaianmu terbuka?” Ucap Dante lagi “Aku terlihat menggoda bukan” Shia tersenyum miring membuat Dante mendesis dengan tatapan tajam. Saat Dante menurunkan kepalanya hendak mencium Shia, dengan cepat tangan Shia bergerak menutup mulut Dante. “Ada cctv disana” ucap Shia. Mata biru itu kini tertuju pada satu cctv yang terletak disudut ruangan. “Blue” Panggil Dante dengan suara cukup nyaring membuat Shia kebingungan “Yes Mr Kingston” begitu mendengar suara menyahut ucapan Dante, Shia menganga syok. Dante memiliki AI sebagai sistem otomatisnya. Dan sahutan wanita itu merupakan salah satunya. “Turn off cctv in the 15th floor metting room!” Perintah Dante,
Shia menatap Dante yang sedang memaki lawan bicaranya melalui panggilan telpon. Shia tau jika pria itu sedang disibukan dengan masalah perusahaannya. Salah satu bawahan Dante membawa kabur uang jutaan dollar dan masih belum ditemukan, bahkan beberapa data rahasia perusahaannya disebarkan pada pasar gelap.“Aku pergi dulu” Ucap Dante sambil mengecup bibir Shia lalu keluar dari kamar.Shia berjalan kearah balkon, menatap Dante yang sempat melambai padanya sebelum masuk kedalam mobil bersama Matthew.Shia meraih pisau buah yang berada diatas meja lalu menyayat lengannya. Shia keluar kamar dengan perlahan, bersikap normal tanpa dicurigai“Anda mau kemana nyonya?” Suara Bela terdengar dibelakangnya, Shia menata Bela sambil memperlihatkan tangannya yang terluka “Astaga Nyonya! Tangan anda” Bela memekik“Bisa kau ambilkan perban Bel, tanganku terluka” Shia tersenyum tipis“Baik Nyonya tunggu sebentar” Setelah itu Bela berbalik meninggalkan Shia sedangkan Shia langsung melesat keluar melalui
Mobil Lamborghini Aventador hitam bergerak mmemasuki kawasan halaman katedral.Mobil itu berhenti lalu tak lama pintu terbuka dan sebuah tangan yang kokoh memegang pintu seraya beranjak dari jok.Salah satu kakinya yang terbalut sepatu menapak diluar, diikuti dengan kaki lainnya. Kini dia sepenuhnya berada diluar dan berdiri disisi mobilAngin berhembus, membawa kehadirannya seakan mempengaruhi semesta. Mata elang abu-abu itu menatap lurus kearah katedral. Ia melangkah seperti penguasa.Suara dentangan jam katedral terdengar, sekelebat bayang-bayang muncul dibenaknya. Bayangan sepasang pengantin yang menyatukan bibir keduanya disertai senyuman dan tepuk tangan orang-orang “Akan ku pastikan jam itu juga berdentang saat kita menikah Little Tigriss” Mulutnya tampak bergumam lalu kembali melangkah.Dante berdiri diambang pintu. Didepan sana, nyaris menyentuh altar terlihat Max sedang menahan seorang pria dengan tubuh bersimbah darah.Lalu disalah diantara bangku-bangku panjang yang terbua
Pilihan yang diberikan Dante membuat Max bergindik, masalahnya dia tau jika kedua hal itu tidak memiliki perbedaan jika Dante yang melakukannya dan Max tau siapa sosok harimau yang Dante maksud, jelas saja Arshia.“Tapi aku tidak bisa menangkapnya sekarang, buruanku harus dimulai dengan hama kecil” Seringainya lebarBum..Pintu mobil itu tertutup dengan kasar. Lamborghini itu mulai bergerak keluar dari kawasan katedral.Max menatapnya dengan senyum miring “Kau benar-benar gila karena wanita Dante..” Gumamnya nampak mengejek, lalu tak lama terdengar suara dari jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya“Pergi ke Alaska, bantu Ben mengatasi Lucero disana dan kau akan tau rasanya berpisah dengan wanita yang kau incar itu” Suara Dante terdengar memerintah disertai kekehan horror diakhir katanya.Max menganga dengan ekspresi tak terima “Sial. Dasar otoriter ” umpatnya kesal setelah menekan sebuah tombol pada jam itu.Selama hampir satu jam mobil itu berjalan dengan kecepatan 120
Dallas, USShia membuka pintu apartemennya. Melepaskan sepatu bot dan jaket yang sejak tadi dikenakannya lalu langsung berjalan ke arah dapur. Mengambil gelas kosong dan mulai mengisi dengan air.Shia meminum dalam satu kali tegukan, lalu menghela nafasnya. Hari ini cukup buruk dan melelahkan baginya. Shia meletakan gelas itu lalu masuk kedalam kamarnya.Setelah membersihkan diri, Shia meraih laptopnya lalu meng-cek email yang dikirimkan paman Ronnie.Ronnie bukanlah tipe pria yang suka melaporkan atau memberikan informasi melalui chat pribadi ataupun panggilan telepon. Dia lebih suka mengirimkannya melalui email.Shia membuka emailnya lalu kerutan di dahinya memperlihatkan ia sedang memikirkan sesuatu yang cukup menguras pemikiran. Tangannya meraih handphone berlogo apel digigit dari dalam laci lalu mengisinya dengan kartu sim baru.Terdengar suara sambungan beberapa kali sebelum akhirnya panggilan itu diangkat oleh seorang pria “Hallo” suara itu membuat kerutan dikening Shia semakin
Matahari sudah beranjak tinggi saat mata biru Shia terbuka, tatapannya nampak sayu dengan kondisi badan yang lelah.Shia merasa tubuhnya nyaris remuk. Dia kelelahan. Belum lagi perban ditangannya yang ternoda merah dibeberapa bagian, menandakan lukanya yang terbuka.“Harusnya aku jahit dulu kemarin” Shia bergumam dengan suara khas bangun tidur.Beranjak dari dari kasur namun baru satu langkah kaki Shia hendak melangkahkan, rasa nyeri menusuk paha bagian dalamnya. Dengan sedikit tertatih Shia berjalan menuju toilet. Menatap pantulan dirinya pada cermin.Semuanya normal.Tidak ada jejak merah atau sesuatu yang mencurigakan.Setelah menyelesaikan mandinya, Shia meraih kembali laptop diatas meja lalu men-cek rekaman CCTV yang terpasang didepan apartemen dan ruang tengah.“Aku berpikir terlalu banyak” Shia bergumam, awalnya dia curiga jika Dante menyelinap menemukannya dan menyelindap masuk namun dugaan itu tidak terbukti karena tidak ada tanda-tanda kehadiran Dante disana.Dengan mengenak
BUM…Suara ledakan yang cukup nyaring terdengar sampai keruangannya. bahkan Teresa merasa jika suara itu bisa jadi berasal dari halaman belakang tepat 6 lantai dibawahnya. Saat Teresa hendak beranjak dari ruangannya tangan Max tiba-tiba menghentikannya“Ada apa? Bukannya kau bilang sudah selesai?” Tanya Teresa bingung.Wajah Max nampak bingung lalu tiba-tiba dia memegangi kepalanya “Aws.. kepalaku sakit” Erangnya nampak kesakitanTeresa melotot lalu memapah Max menuju brankar, mendudukan pria itu disana lalu memeriksanya dengan serius“Bagian mana yang sakit? Titik spesifiknya” Tanya Teresa dalam mode serius yang membuat Max merasa bersalah“Aku sedikit pusing saja” jawabnya dengan senyum tipis melihat hal itu Teresa tau jika Max memang sengaja menahannya disana.“Max.. Apa yang kau dan Shia rencanakan?” Suara Teresa penuh dengan keseriusan, matanya menatap Max datarNamun, Teresa tetap bersikeras. "Ini bukan waktunya untuk main-main. Suara ledakan tadi mungkin ada hubungannya dengan