"Apa yang harus kulakukan untuk membuat dia tersenyum kembali?" Leanna bertanya kepada Rion perihal Kyle yang sampai hari ini terus berada dalam mood yang buruk. Jangankan tersenyum, makan saja tidak. Kyle sudah dalam keadaan seperti itu selama tiga harian ini. Rion yang duduk di meja kerjanya yang terletak di depan ruangan Kyle, tak jauh dari Leanna, menatap bos-nya yang seperti zombie tersebut, raut mukanya menampakkan ekspresi simpati sekaligus kasihan. Dia tiba-tiba berpikir untuk membawa Luana ke sini hanya supaya agar bos-nya bisa cerah ceria kembali. Rion ingat dengan benar, bagaimana dulu bos-nya selalu terlihat penuh binar ceria setiap kali melihat ke luar ruang kerjanya, karena ada Luana yang sedang duduk bekerja dengan serius di tempatnya. Hal itu jarang dia lihat dari Kyle, semenjak Luana pindah ke tempat kerja baru. Semakin hari, dia semakin lesu dan lesu, lalu puncaknya adalah tiga hari yang lalu, saat Kyle bertengkar dengan Luana. Pria itu kini hanya terus diam
"Maksud kamu apa, sih!" Leanna semakin naik pitam karena bukan hanya menertawakan dirinya, Rion bahkan terkesan meremehkan dirinya. Berani-beraninya pria itu menyebut bahwa dia halu? Halu kenapa? Karena berpikir bahwa Kyle mencintai dirinya? Bukankah itu fakta? Rion yang duduk, menyandarkan punggung di kursi miliknya yang empuk dengan tangan terlipat di dada, menatap Leanna yang meradang dengan alis terangkat satu. "Aku tertawa karena kasihan sama kamu, tahu tidak. Apa yang di pikiran kamu itu semuanya nggak benar, Salahbesar! Kamu tuh sudah dicuci otak oleh Tuan Besar, agar berpikir bahwa Tuan Muda Kyle mencintai kamu, padahal kenyataannya ...." Rion menyeringai dengan sinis, baginya orang seperti Leanna dan Jasmine itu sangat menyedihkan. Mereka terjebak dalam delusi yang membuat akhirnya bertindak tak bermoral hanya karena berpikir sang pria mencintai dirinya. Rion tidak mau ada Jasmine kedua yang akan merepotkan dirinya di masa depan, karena itu memutuskan mengatakan hal-h
Pagi hari, Luana mendapati pahanya kembali memar secara misterius. Mengira bahwa dirinya kurang zat besi karena terlalu keras bekerja, Luana pun meminum pil yang mengandung zat.besi untuk menghilangkan memar tersebut. Teror hantu yang masih terus berlanjut dan penyelidikan mereka yang mengalami jalan buntu membuat gadis itu semakin putus asa untuk bisa menyelesaikan semua ini. Luana juga masih ngeri tiap ingat kembali bagaimana bentuk hantu itu, baru kali ini dia melihat bentuk hantu sejelas itu. Pekerjaan terasa tak ada habisnya, Luana merasa lelah jiwa dan raga. Apalagi hari ini adalah hari dimulainya event yang diadakan oleh Venus tersebut, promosi diskon besar-besaran yang digagas oleh Venus mendapatkan sambutan baik dari masyarakat, beberapa tamu mulai berdatangan dan menginap di sini. Luana hanya berharap semoga hantu itu tidak muncul dan mengacaukan segalanya. "Tubuhmu masih kadang muncul memar nggak, Luana?" Raven bertanya ketika jam makan siang, menunjukkan sebuah gore
"Akhirnya kita bertemu lagi, Jeany Sayang."Dante Richardo ... pria yang aku hindari karena kesalahan di masa lalu kini menyapaku dingin. Senyum di bibirnya tak lagi membuatku terpana seperti dulu, melainkan merinding seketika. Senyumnya yang sekarang seperti seorang psikopat.Dia sangat berbeda dengan saat kami sama-sama kuliah di jurusan manajemen bisnis. Pria yang dulu terlihat polos itu kini tiba-tiba berubah menjadi seorang dokter muda dengan aura yang benar-benar berbeda.Aku pernah mendengar bahwa dia ganti jurusan kuliah setelah putus denganku, tapi aku tak menyangka, dia akan berubah se-drastis ini. Auranya yang sekarang luar biasa. Hanya melihatnya berdiri diam di depanku, sudah membuat saraf-sarafku tegang seketika. Sungguh. Bagaimana seseorang bisa berubah sebanyak ini? Senyum manis yang dulu selalu dia berikan padaku kini menghilang tanpa bekas. Aku seperti melihat sosok berbeda dari seorang Dante Richardo. Pria dingin di depanku ini, aku benar-benar tak mengenalnya.
"Budak?"Suara Richard terdengar sangat dingin, sehingga aku segera membuka mata, lalu segera dibuat sangat terkejut saat melihat bagaimana Richard yang tampak sangat jijik saat mendengar aku berkata bahwa bersedia menjadi budaknya untuk menebus dosa."K-kenapa...."Aku bertanya dengan kebingungan. Maksudku, bukankah hal seperti inilah yang terjadi di novel-novel saat kita berada di situasi seperti ini?Biasanya seorang pria akan senang mendengar kata-kata itu, kan?? Lalu kenapa dia terlihat sangat jijik saat aku mengatakan hal itu?Sungguh, aku tak mengerti lagi jalan pikirannya! "Jeany, sepertinya kamu salah paham dengan sesuatu. Menjadi budak? Melihatmu memohon seperti ini, membuatku tak tahan untuk segera mengulitimu. Apa kamu bersedia menjadi budak untuk memuaskan hasratku yang itu?"Dia mengatakan itu semua dengan suara lembut, tapi aku sangat menyadari betapa membunuhnya tatapan yang Richard arahkan padaku.Aku juga sangat yakin, dia tidak main-main dengan kata-katanya, sehin
Atas pertanyaanku itu, Richard hanya tertawa terbahak-bahak tanpa memberiku jawaban yang kuinginkan, penampilannya yang tampan terlihat menakutkan saat menertawakanku seperti itu. "Kamu... kamu bisa-bisanya menculikku saat aku sedang tidur! Ini tidak adil, Rich!" teriakku, putus asa. "Menculik? Sayang, aku tidak menculikmu, tapi aku MENANGKAPMU," ralat Richard dengan tersenyum sinis, mencengkeram pipiku sehingga aku meringis kesakitan. "M-menangkap?"Richard yang begitu menakutkan itu tertawa melihat pekatnya ekspresi ketakutan di wajahku. "Ya, Jeany. Kamu pasti telah berpikir sudah berhasil lepas dari genggamanku, kan? Sayang sekali, kamu salah. Dari awal pelarianmu sampai sini, aku tepat berada di belakangmu, Sayang," jawabnya, tertawa meremehkan dan mengambil sebuah tablet dan menunjukkan layarnya padaku. "Lihat ini. Kamu pasti langsung tahu, bahwa hidupmu sekarang ada di genggamanku, kan?"Richard berkata dengan suara penuh percaya diri, menunjukkan bagaimana seluruh kegiatan
"Dengan serius...."Aku mendesah. Sungguh, aku benar-benar masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ini. Jadi, mantanku tercinta, Dante Richardo, sangat membenciku sampai ingin mencincang-cincang tubuhku menjadi potongan kecil, tapi, di saat bersamaan, dia juga mengatakan bahwa aku harus menikah dengannya? "Dia sepertinya sudah gila."Aku mendesah lagi. Sampai saat ini, aku masih belum bisa merespon apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang, tahu-tahu sekarang aku sudah menjadi istrinya? Sungguh. Ini sangat aneh! Apalagi saat mengingat lagi bagaimana prosesi pernikahan kami yang begitu lancar tadi, seakan-akan sudah disiapkan oleh Richard sejak lama, membuat aku dengan sangat serius mencurigai bahwa Richard sebenarnya sudah mengawasi kehidupanku jauh sebelum kami bertemu lagi hari ini. Proses pernikahan antara aku dan Richard berjalan dengan cepat, lancar dan damai. Saking cepatnya sampai-sampai aku tak sadar bahwa aku kini sudah resmi menjadi istri seorang Dante Rich
Richard tersenyum sinis dan berjalan ke arahku yang sedang buru-buru turun dari ranjang dan bertanya. "Kenapa? Apa aku bahkan tidak boleh masuk ke bagian dari rumahku sendiri?"Nadanya terdengar mengejek, sehingga aku yang merasa malu karena bersenang-senang di kamarnya, menjawab dengan wajah merah padam. "B-bukan. Bukan seperti itu. Silakan lakukan apa pun yang kamu inginkan di sini.... "Richard yang kini berdiri tepat di depanku, mencengkeram lembut kedua pipiku dengan tangannya yang besar. "Kamu tidak akan berpikir kalau ini akan menjadi malam pertama kita, kan?" tanyanya, dengan suara pelan tapi tegas. Mataku seketika terbuka lebar saat mendengar kata malam pertama, sehingga menjawab dengan suara gagap. "Hah? T-tidak. Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa aku—""Tidak mungkin katamu? Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu? Segitu jijiknya kamu sama aku?"Kemarahan berkelebat di kedua matanya, sehingga aku pun menjawab tergesa-gesa dengan suara gugup. "H-hah?! Tentu, tentu saja t
Pagi hari, Luana mendapati pahanya kembali memar secara misterius. Mengira bahwa dirinya kurang zat besi karena terlalu keras bekerja, Luana pun meminum pil yang mengandung zat.besi untuk menghilangkan memar tersebut. Teror hantu yang masih terus berlanjut dan penyelidikan mereka yang mengalami jalan buntu membuat gadis itu semakin putus asa untuk bisa menyelesaikan semua ini. Luana juga masih ngeri tiap ingat kembali bagaimana bentuk hantu itu, baru kali ini dia melihat bentuk hantu sejelas itu. Pekerjaan terasa tak ada habisnya, Luana merasa lelah jiwa dan raga. Apalagi hari ini adalah hari dimulainya event yang diadakan oleh Venus tersebut, promosi diskon besar-besaran yang digagas oleh Venus mendapatkan sambutan baik dari masyarakat, beberapa tamu mulai berdatangan dan menginap di sini. Luana hanya berharap semoga hantu itu tidak muncul dan mengacaukan segalanya. "Tubuhmu masih kadang muncul memar nggak, Luana?" Raven bertanya ketika jam makan siang, menunjukkan sebuah gore
"Maksud kamu apa, sih!" Leanna semakin naik pitam karena bukan hanya menertawakan dirinya, Rion bahkan terkesan meremehkan dirinya. Berani-beraninya pria itu menyebut bahwa dia halu? Halu kenapa? Karena berpikir bahwa Kyle mencintai dirinya? Bukankah itu fakta? Rion yang duduk, menyandarkan punggung di kursi miliknya yang empuk dengan tangan terlipat di dada, menatap Leanna yang meradang dengan alis terangkat satu. "Aku tertawa karena kasihan sama kamu, tahu tidak. Apa yang di pikiran kamu itu semuanya nggak benar, Salahbesar! Kamu tuh sudah dicuci otak oleh Tuan Besar, agar berpikir bahwa Tuan Muda Kyle mencintai kamu, padahal kenyataannya ...." Rion menyeringai dengan sinis, baginya orang seperti Leanna dan Jasmine itu sangat menyedihkan. Mereka terjebak dalam delusi yang membuat akhirnya bertindak tak bermoral hanya karena berpikir sang pria mencintai dirinya. Rion tidak mau ada Jasmine kedua yang akan merepotkan dirinya di masa depan, karena itu memutuskan mengatakan hal-h
"Apa yang harus kulakukan untuk membuat dia tersenyum kembali?" Leanna bertanya kepada Rion perihal Kyle yang sampai hari ini terus berada dalam mood yang buruk. Jangankan tersenyum, makan saja tidak. Kyle sudah dalam keadaan seperti itu selama tiga harian ini. Rion yang duduk di meja kerjanya yang terletak di depan ruangan Kyle, tak jauh dari Leanna, menatap bos-nya yang seperti zombie tersebut, raut mukanya menampakkan ekspresi simpati sekaligus kasihan. Dia tiba-tiba berpikir untuk membawa Luana ke sini hanya supaya agar bos-nya bisa cerah ceria kembali. Rion ingat dengan benar, bagaimana dulu bos-nya selalu terlihat penuh binar ceria setiap kali melihat ke luar ruang kerjanya, karena ada Luana yang sedang duduk bekerja dengan serius di tempatnya. Hal itu jarang dia lihat dari Kyle, semenjak Luana pindah ke tempat kerja baru. Semakin hari, dia semakin lesu dan lesu, lalu puncaknya adalah tiga hari yang lalu, saat Kyle bertengkar dengan Luana. Pria itu kini hanya terus diam
Akhirnya hari ini mereka benar-benar melaksanakan rencana tersebut, yaitu menyamar menjadi tamu hotel agar dihantui oleh hantu perempuan. "Kalau di dalam hotel nanti, jangan panggil aku bos, tapi cukup nama saja. Mengerti?" "lya, Bos-em, Venus." Saat ini mereka berdua sedang menyamar menjadi pasangan yang baru saja menikah dan hendak berbulan madu. "Apakah cara ini akan berhasil? Apakah hantu itu benar-benar akan terperdaya dengan tipuan kita ini? Bukankah dia juga tahu kalau kita pegawai hotel ini?" Luana melontarkan keraguannya saat berjalan berdampingan dengan Venus menuju meja resepsionis untuk memesan kamar. "Kalau dia benar-benar hantu, mungkin dia akan muncul. Tapi kalau dia hantu jadi-jadian dan salah satu pegawai hotel ini, maka bisa dipastikan dia tidak akan muncul. Kita hanya bisa hal itu nanti." Venus menjawab dengan santai danberjalan dengan penuh percaya diri sambil menggamit lengan Luana. Mereka sudah menyelesaikan urusan memesan kamar dan kini sedang
Luana tak punya pilihan lain selain berjalan di belakang pria tersebut seraya menatap punggung lebar Venus dengan helaan napas panjang. Semoga Kyle tahu hal ini, bahwa Venus tak ada sama sekali keinginan merebut dirinya dari pria itu. Sementara itu, Raven yang melihat interaksi akrab antara Venus dan Luana, mengira bahwa tunangan Luana adalah Venus. Bahunya seketika lunglai saat tahu bahwa tunangan gadis yang sangat dicintainya tersebut adalah bukan orang biasa, melainkan bos mereka sendiri. "Ternyata jarak antara kita begitu jauh, Luana. Aku benar-benar menyerah untuk mendapatkan dirimu," desahnya dengan putus asa. "Bersaing dengan Tuan Venus adalah hal yang sangat tidak mungkin," bisiknya kehilangan harapan. Raven tidak tahu bahwa tunangan Luana bukanlah Venus, melainkan pria yang menjadi pewaris utama Zeus Grup. Kalau Raven tahu hal itu, mungkin dia akan pingsan seketika karena shock. Mereka akhirnya selesai mengumpulkan cerita-cerita pegawai hotel tentang munculnya ha
Setelah persiapan event selesai, Venus mengajak Luana, Raven dan Melinda untuk rapat mengenai perkembangan penyelidikan mereka. Kali ini karena cuaca sore yang hangat Venus mengajak mereka bertiga berkumpul di sebuah kafe yang nyaman dan enak digunakan untuk rapat. Luana menyembunyikan kelelahannya karena bertengkar dengan Kyle dan bersikap seperti biasa karena dia harus profesional membagi antara perasaan pribadi dan pekerjaan. Baru kali ini dia bekerja selelah ini, saat di kantor pusat, segalanya diurus Rion sehingga dia banyak santainya. Luana baru sadar bahwa pekerjaannya selama ini terlalu santai dan mudah, itu semua pasti karena campur tangan Kyle. Mengingat nama Kyle hanyanmembuat gadis itu menarik napas panjang. Dia tahu Kyle secemburuannitu sejak SMA, tapi saat ini jiwa dan raga Luana sedang sangat lelah dan terjadilah pertengkaran seperti siang tadi. Lalu sekarang, dia bahkan tidak punyanwaktu untuk berbicara dengan Kyle.karena langsung harus meeting dengan tim
"Kamu kok begitu, sih, Lun?" Kyle tahu-tahu menelepon Luana saat Gadis itu baru pulang dari keluar bersama Raven. "Apa maksudnya, Kyle?" Luana bertanya dengan sedikit tersinggung. Dia habis dimarahi oleh Pak Alex karena ada beberapa barang yang keliru sehingga saat ini terburu-buru keluar lagi membeli barang yang tepat. Namun, di tengah perjalanan menuju keluar hotel, Kyle malah terus menelepon dirinya. Luana sudah memberi tahu untuk menunggu nanti saja karena sedang benar-benar sibuk, meminta Kyle untuk menunda menelepon karena Luana tak ingin diomeli untuk yang kedua kalinya, tapi Kyle terus menerus menelepon Luana meski di reject oleh gadis itu. "Kok kamu sekarang kayak gini, sih, ke aku?" Pertanyaan sinis dari Kyle, membuat Luana mengerutkan keningnya. "Ha? Ada apa, Kyle? Kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?" Luana bertanya sambil membuka pintu mobil taksi yang tadi dia pesan lalu duduk di kursi belakang. Gadis itu menempelkan ponsel di sebelah telinga saat mobil yang di
"Lepaskan aku." Kyle menggeram, menepis kasar tangan Leanna dan menatap tajam ke arah gadis itu agar tidak menghalangi jalannya. Pria itu masih menahan diri untuk tidak menyingkirkan tubuh Leanna karena masih ingat bahwa bagaimana pun juga dia adalah teman masa kecilnya. Leanna balas memegang erat lengan Kyle dan menggeleng tegas. "Aku nggak mau. Kamu harus diobati. Semarah apa pun kamu, kamu nggak boleh melukai diri sendiri seperti ini, Kyle." Gadis itu menatap Kyle dengan ekspresi serius, menyeret tubuh Kyle agar kembali masuk ke dalam ruangan. "Aku nggak peduli. Jangan halangi aku!" sergah Kyle dengan tatapan tajam. Leanna mengabaikan protes dari Kyle dan terus tak menyerah untuk menyeret pria itu ke dalam ruangan. "Tuan Muda, tenangkan diri Anda lebih dulu, Leanna benar, luka Anda harus diobati." Rion yang berjalan di samping Kyle ikut membujuk. "Lakukan nanti setelah aku membunuh pria tua berengsek itu!" seru Kyle dengan marah. Leanna segera mengencangkan pegangannya
Apakah pria itu membuntuti Luana dan sekarang... sekarang ketika gadis itu jauh darinya, dia sudah berhasil mengambil hati Luana dan mereka keluar berdua?! Ternyata mengikat Luana dengan cincin pasangan tidak berhasil membuat gadis itu anteng sedikit saja. Belum seminggu bekerja, dia sudah jalan dengan mantannya saat SMA?! "Berengsek!" Mata Kyle menatap nyalang ke segala arah untuk mencari pelampiasan atas sesak di dadanya ini. Namun, tiba-tiba Rion masuk dan sangat terkejut ketika melihat dinding yang berlubang dengan ponsel milik Kyle yang berserakan di bawahnya. "T-Tuan Muda, ada apa ini?! Apakah ada sesuatu yang terjadi?!" Rion seketika panik dan membuang kopi yang ia pegang, berlari mendekat ke arah Kyle yang kondisinya acak-acakan. "Tidak. Tidak ada." Kyle menggeleng-geleng dengan kedua tangan bertumpu di meja dan memegang kepalanya. Dia memberi isyarat kepada Rion bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan Rion duduk di kursi yang ada di depan meja Kyle dan terus