[Jangan terlalu tegang dan khawatir, semua akan baik-baik saja. Pastikan nggak bekerja berlebihan, oke? Orang-orang di sana juga akan membantumu melakukan pekerjaan ini.] Pesan yang dikirim Kyle membuat gadis itu sedikit tenang. Dia melangkah dengan percaya diri ke tempat kerja barunya, menyapa security dengan sopan, juga resepsionis dan bellboy yang ditemuinya saat menuju perjalanan ke ruangan general manager. Sampai di ruangan general manager hotel tersebut, Luana menyapa dengan sopan. Dia adalah seorang pria paruh baya yang terlihat baik dan ramah, dia menyambut Luana dengan baik padahal tidak tahu bahwa Luana gadis istimewa bos besar mereka. "Aku sudah menyiapkan tempat kerja di dekat Irene sebagai eksekutif asisten manager, maaf jika tempatnya nggak begitu bagus karena kabar transfer mu dari kantor pusat juga mendadak." Pak Alex, sang general manager hotel tersebut menjelaskan dengan ramah, menunjukkan di mana tempat kerja Luana. "Terima kasih, maaf sudah merepotka
Pak Alex dan Irene menghentikan pembicaraan mereka saat melihat Venus masuk, disusul Luana di belakang pria tersebut."Siapa... "Pandangan mereka tampak bertanya-tanya akan identitas Venus.Venus tanpa bicara apa pun, menaruh map yang tadi dia bawa ke depan Pak Alex."Siapa kamu? Kami nggak sedangnmencari pegawai baru."Pak Alex berkata dengan suara sinis, dibalas anggukan oleh Irene yang seperti menjadi tangan kanan pria paruh baya tersebut.Luana yang sudah tahu sifat keduanya di belakang, sama sekali tidak menaruh simpati."Apa kamu pikir hotel ini milikmu karena posisimu sekarang adalah general manager? Baca dulu map yang kuberikan. Itu langsung dari Presdir Zeus group," ucap Venus dengan santai. Pak Alex menatap Venus masih dengan pandangan meremehkan sambil membuka map yang diberi oleh Venus. "H-hahh??"Namun, beberapa detik kemudian ketika dia sudah membaca isi map di tangannya itu, sontak wajah pria paruh baya tersebut memucat.Dia memandang ke arah Venus dengan tatapan tak
"Meeting hari ini dan seterusnya akansaya yang pegang."Venus yang kini duduk di kursi tempat Pak Alex, membuka meeting hari itu.Di depannya berjajar seluruh jajaran pengurus hotel tempat mereka bekerja sekarang dari mulai bagian general manager, eksekutif asisten manager, room division, engineering, marketing. accounting sampai bagian front office.Venus mengumpulkan mereka semua termasuk Luana di dalam sebuah ruangan meeting untuk membahas keberlangsungan nasib hotel yang semakin hari semakin sepi ini.Pak Alex menjelaskan secara singkat kepada mereka semua bahwa untuk beberapa bulan ke depan, Venus lah yang akan bertanggung jawab untuk meramaikan kembali hotel ini dan menghapus rumor buruk tentang hantu di hotel. Para staff merasa tidak aneh dengan pemberitahuan dari Pak Alex itu, karena sebelumnya, sudah ada orang dari kantor pusat yang melakukan hal serupa.Namun, hasilnya nihil.Hotel ini masih tidak bisa mengembalikan omzet mereka ke titik normal dan rumor hantu itu masihm
Venus menatap Luana yang terlihat penuh tekad, tanpa ekspresi.Bukan tanpa alasan kenapa gadis itu bersedia masuk ke dalam tim, itu karena dirinya yang sudah ingin menyelesaikan masalah ini dan kembali ke kantor pusat. Jadi, menangkap hantu atau apa pun.itu, akan dia lakukan.Venus yang melipat tangannya di dada menatap sekeliling."Bagaimana, apakah ada yang tertarik lagi bergabung bersama saya selain Luana?" tanyanya. Semua hanya diam, Venus kini tahu bahwa ternyata tak semudah itu untuk menyelesaikan misi kali ini, para staff hotel belum menerima dirinya sepenuhnya.Namun, dia tidak akan mundur."Baik, tidak ada. Kalau begitu sayanakan menunjuk secara langsung," ucapnya dengan suara tegas.Tiba-tiba sebuah tangan terangkat."Saya bersedia."Raven, berkata seperti itu sambilnmelirik ke arah Luana yang balas menatap ke arahnya.Pria itu kini sudah yakin bahwa gadis yang sedang duduk tak jauh darinya tersebut benar-benar Luana yang diankenal."Bagus. Adalagi?"Pertanyaan Venus tak m
"Kenapa?"Luana bertanya lagi. "Itu melanggar syarat yang diberikan Ayah, Lun. Maafkan aku," jawab Kyle dengan hati-hati, memberi penjelasan kepada gadis di depannya tersebut.Pria itu kini menyandarkan tubuhnya di kursi sehingga tulang selangkanya terlihat begitu jelas dan membuat Luana tanpa sadar menelan ludah.'Pria ini kenapa begitu seksi?'Luana mendesah dalam hati. Saat jauh begini, Luana baru sadar bahwa pesona pria ini begitu luar biasa. Dia menyesal kenapa dulu tidak sering-sering mencium lehernya."Ayah memberi syarat agar aku nggak melakukan hal kotor di belakang saat kamu dikirim ke situ, seperti menemui dirimu diam-diam, Luna. Jadi aku nggak mungkin melakukan teleportasi ke sana diam-diam seperti yang kuinginkan karena nggak mau melanggar syarat dari tantangan ini."Kyle yang tak tahu bahwa gadisnya tersebut sedang berpikir kotor tentang dirinya, melanjutkan ucapannya."Ah, begitu."Luana hanya mengangguk-angguk, kini dia sedang berbaring tengkurap dengan ponsel di dep
Kyle akhirnya hanya bisa tertawa kecil dan mengusap wajahnya lalu mengabulkan permintaan kekasihnya tersebut.Kekasih?Sebenarnya, kapan mereka jadian?Ah, langsung bertunangan tanpa pacaran tidak apa-apa, bukan?Kapan-kapan dia akan bertanya lagi pada Luana ingin langsung menikah atau pacaran dulu. Dia setuju yang mana saja asal Luana bahagia."Jadi bagaimana? Sepuluh hari?"Luana bertanya lagi dengan wajah penuh harap, Kyle kembali tertawa dan mengangguk."Baiklah, baiklah. Nanti kubicarakan dengan ayah."Kyle menyerah dan memutuskan untuk meminta keringanan kepada ayahnya nanti."Asyiik!"Luana berteriak senang. Melihat betapa gembiranya gadis itu ketika tahu bahwa Kyle akan mengunjungi dirinya setiap sepuluh hari sekali, membuat Kyle tertawa senang.Bahagia itu ternyata sesederhana ini, hanya melihat mata gadis yang dia sukai berbinar-binar, sudah sesenang itu hatinya.Kyle mendekatkan wajahnya ke layar untuk menarik perhatian Luana yang sedang berbaring tengkurap sambil menopang
Di hari kedua Luana bekerja, dia bertemu Raven saat dalam perjalanan menuju ruangannya, karena kemarin dia tidak sempat bertegur sapa dengan Raven, Luana pun berinisiatif untuk menyapa pria itu lebih dulu."Hai, Raven. Selamat pagi."Luana melambaikan tangan seraya tersenyum lebar, pasca kejadian di pulau itu, dia belum mengucapkan terima kasih yang benar kepada pria berkulit sawo matang sedikit cerah tersebut, karena saat itu Raven yang dirawat sebab luka-lukanya.Raven yang hendak berjalan menuju lift, saat melihat Luana, wajahnya berubah sumringah."Lua—maksudku, Nona Luana. Selamat pagi juga."Dia dengan sopan membungkukkan badan kepada gadis yang menatapnya penuh tanda tanya. "Hey, kamu sedang bercanda dengan aku atau apa ini, Raven?"Raven yang tadi membungkuk, kini berdiri seperti biasa yang tersenyum sopan, meski tidak menutupi binar di matanya."Bercanda? Tentu saja tidak. Maafkan saya yang dulu tidak tahu status Anda, Nona."Pria itu berkata dengan serius. Sehingga kening L
Mata Raven berbinar cerah mendengar pertanyaan Luana. "Bagaimana Anda tahu? Wah, Anda benar-benar hebat! Seperti yang diharapkan dari keluarga besar Zeus!" seru Raven dengan ekspresi kagum, yang membuat Luana memandang pria itu dengan putus asa. "Bukan. Tapi, aku mau kasih tahu, kalau apa yangada di pikiran kamu itu semua salah, Raven. Aku bukan seperti yang kamu pikirkan, dan aku bukan adik perempuan Kyle yang sedang menyembunyikan status konglomeratnya! Bukan! Ngapain aku melakukan hal itu? Itu benar-benar konyol!"Luana berteriak-teriak karena benar-benar putus asa memberi penjelasan kepada pria polos di depannya ini. "Ah, Anda pasti membohongi saya karena ingin saya bersikap nyaman kepada Anda. benar, kan?""Astaga, berapa kali kubilang kalau apa yang ada di pikiran kamu itu salah, salah!"Luana akhirnya mencak-mencak karena taksanggup lagi memperbaiki kesalahpahaman di otak pria tersebut.Sementara itu, Raven menggeleng dengan percaya diri."Saya tetap nggak percaya Anda, No
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men