"Membuat anak? Apa maksudmu, Luana?" Kening Kyle berkerut saat menanyakan hal itu, membuat Luana seketika tergagap karena tak mengira akan mendapat reaksi seperti itu dari Kyle. Bukankah dia memaksa Luana menginap karena pria itu tak sabar untuk...? Ah, apakah dia salah? "Eh, itu... itu ... bukankah kamu menyuruh aku menginap karena nggak sabar ingin membuat anak denganku, Kyle?" Kyle tampak terbengong-bengong mendengar pertanyaan dari Luana tersebut, mereka saling berpandangan dalam diam. Luana berdehem satu kali untukmenyembunyikan pipinya yang merona merah. "M-memangnya apalagi tujuan kamu.selain itu? Kamu ... bukannya ingin me-menghabiskan malam yang panas denganku karena itu menyuruh untuk menginap di sini?" Luana benar-benar malu saat menanyakan hal itu, sementara Kyle yang kini paham arah pembicaraannya, menepuk pelan keningnya. "Astaga, kamu ini wajahnya kayak polos tapi diam-diam suka berpikir kotor juga, ya, Luna? Aku bahkan nggak berpikir.ke arah situ, Lu
"Kita akan melakukan hal lain," bisik Kyle dengan tatapan menggoda.Dia membaringkan Luana di atas ranjangnya yang empuk sedang dia sendiri berada di atas Luana dengan kedua tangan sebagai tumpuan.Jarak antara wajah mereka hanya beberapa centimeter meter saja, Luana bisa merasakan embusan napas Kyle yang hangat, sehingga jantungnya berdebar kencang.Kyle mendekatkan wajahnya sehingga hidung mereka saling bersentuhan, lalu pria itu mengarahkan bibirnya ke dekat telinga Luana. "Apakah saat ini jantungmu berdebar sangat kencang, Lun?"Bisikan rendah di samping telinganya membuat Luana menggigit bibir bawah seraya mengangguk pelan.Ini benar-benar serangan yang sangat dahsyat untuk jantungnya, di mana seorang pria teramat tampan sedang berada di atas tubuhnya.Pria ini benar-benar membuat Luana gila! Bibirnya yang tipis tapi seksi itu menyeringai nakal sehingga semakin menguatkan aura hot dari dalam dirinya.Aroma musk dari tubuh Kyle membuat jantung Ahra semakin terpacu, selain dadan
"Terserah!" Luana menggeleng-geleng sambil menutup telinga dengan kedua tangan dan tetap menolak untuk melihat Kyle. Kyle tidak berputus asa, dia menarik pelan tangan Luana dari telinganya, semakin mendekatkan tubuhnya sehingga tubuh dan dada mereka saling menempel untuk menciptakan kedekatan, lalu meraih tangan gadis mungil itu untuk mencoba menjelaskan kesalahpahaman yang sekarang menerpa mereka hanya karena sebuah kalimat yang diucapkan oleh Kyle tadi. "Aku tadi bilang belum siap, bukan karena aku nggak bakal bertanggung jawab atas semua tindakan aku ini, Luana." Kyle mulai berbicara saat dia yakin bahwa Luana sudah mulai mau mendengarkan ucapannya, meski tetap berbaring membelakangi dirinya. Pria itu menarik napas panjang dan bertekad untuk berbicara jujur kepada Luana tentang keanehan cairan kental miliknya tersebut. Dia mengecup pelan ujung rambut Luana dan berkata. "Aku minta maaf karena telah menyinggung perasaanmu, aku benar-benar nggak bermaksud seperti yang kamu kir
"Kamu tahu apa yang sedang kupikirkan sekarang, Kyle?" Luana justru balik bertanya sehingga Kyle byang tadi sudah pasrah menunggu apa pun jawaban gadis itu akhirnya menatap wajah sang gadis dengan raut penasaran. "Apakah kamu memaki-maki aku dalam hati karena merasa dibohongi, Luana?" Pria itu bertanya dengan was-was, sementara Luana malah menggeleng sambil tersenyum tipis. "Entah kenapa, aku merasa justru ini hal bagus untuk kita, Kyle. Aku pun... sebenarnya sejak siang tadi terus berpikir bahwa suatu hari kamu mungkin akan meninggalkan aku jika aku mengandung benihmu," ungkap Luana dengan jujur. Itulah yang terus menghantuinya sejakmsiang semenjak mendengar ucapan Jasmine di toilet tadi. Terbayang jelas di ingatan masa kecilnya, bagaimana sang ibu yang suka membenturkan kepala ke tembok saat stress melanda dirinya yang berujung memukuli Luana karena merasa bahwa Luana adalah sumber dari segala ketidak bahagiaan yang dialaminya. Luana tidak ingin menjadi wanita seperti sang ib
"Jadi bagaimana? Apakah aku salah?" tanya Luana dengan gelisah. Kyle mengusap lembut pipi gadis itu untuk menghilangkan kekhawatiran di matanya sebelum kemudian menarik napas panjang. "Kamu nggak salah. Yang salah itu Jasmine," jawab Kyle. "Astaga, Jasmine benar-benar keterlaluan! Bisa-bisanya Jasmine mengarang hal seperti itu, dia benar-benar harus dienyahkan," geram Kyle dengan kesal. "Apa yang dia katakan benar-benar nggak masuk akal, bayi monster yang memakan daging manusia? Kenapa nggak sekalian memakan beruang atau serigala?" Pria itu menyugar rambutnya dan tertawa hambar dan berakhir dengan senyum pahit saat lagi-lagi tahu bahwa Jasmine yang tadi siang dia beri ampunan ternyata telah menyebar berita buruk seperti ini tentangnya. Gadis itu benar-benar sampah! Kyle harus mencari kesempatan untuk melenyapkan dirinya diam-diam, agar tidak terus mengganggu kehidupannya seperti sekarang. "J-jadi semua yang dikatakan Jasmine utu salah?" Ragu-ragu Luana memberanikan diri unt
Kyle tersenyum lebar sambil berbaring miring dengan satu tangan sebagai bantal sedang tangan yang lain membelai pipi Luana. "Terima kasih banyak, ya, Lun." Senyum pria itu begitu cerah dengan.mata berbinar-binar, wajahnya segar seperti orang yang baru saja mendapatkan jackpot. Luana balas menggenggam tangan Kyle yang berada di pipinya dan mengangguk sambil tersenyum manis. "Sama-sama." Memang seperti tidak masuk di akal,.tapi apa yang dikatakan oleh Kyle benar. Luana adalah obat yang amat sangat manjur untuk dirinya secara harfiah. Setelah Kyle seperti biasa meminta Luana untuk 'membantunya' dengan segala sentuhan dan keindahan tubuh sang gadis agar cairan kental milik Kyle bisa keluar, perlahan-lahan luka di tubuh Kyle pun membaik. Bahkan bibirnya yang tadi sedikit lebam kebiruan kini terlihat baik-baik saja. Hanya tersisa sedikit warna merah di ujung bibir pria tersebut. Luana mengulurkan tangan dan mengelus rambut Kyle dengan penuh kasih sayang. "Aku senang lihat kamu sem
"Kamu ingat nggak, Lun, waktu dulu aku pernah bilang kalau dijodohkan oleh ayah dan para petinggi perusahaan?" "Ah, aku ingat, dan aku baru tahu hari ini kalo gadis itu adalah Jasmine. Hm, kalo pilihan ayahmu adalah gadis seperti Jasmine, dia pasti nggak akan mudah menerima diriku, ya, 'kan Seperti orang tua Rexy." Gadis itu tiba-tiba menunduk, entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sangat sakit hanya karena membayangkan bahwa ayah Kyle ternyata sama dengan ayah Rexy, mantan pacarnya. Melihat Luana yang tiba-tiba bersedih, buru-buru Kyle menjelaskan. "Nggak, bukan gitu, Luana. Ayahku nggak kayak orang tua si berengsek ituyang melihat orang lewat strata sosial. Dia nggak peduli latar belakangmu kayak apa, Luana. Percayalah padaku. Tapi dia sangat peduli dengan image perusahaan dan image-ku." Jawaban dari Kyle sama sekali tidak membuat Luana lega. "lya, lalu? Apakah itu artinya kita ... kita nggak bakal bisa menikah, Kyle?" tanya Luana pesimis. Kyle segera meraih pipi gadis itu da
"K-kamu serius? Berhantu?" Luana bahkan tidak tahu sekarang harus berekspresi bagaimana, dia sudah sangat terkejut ketika diberi tahu bahwa akan dipindah kerja karena ayah Kyle yang tak ingin melihat calon menantunya dirumorkan sebagai wanita penggoda. Lalu sekarang, tempat kerja barunya adalah.. hotel berhantu? Ingin sekali rasanya Luana berteriak melontarkan pertanyaan kepada pemilik utama Zeus grup tersebut seperti ini: "Are you kidding me?" Luana bertanya, hanya bisa tertawa sumbang sambil menyugar rambutnya. Sepertinya, sepertinya ini hanya alasan Tuan Besar itu untuk mengusir Luana jauh-jauh dari sisi Kyle, putranya, bukan karena ingin memberi tantangan padanya untuk membuktikan kualitas yang dia miliki. Dia memandang pria yang terasa semakin sulit digapai tersebut dengan sorot putus asa dan bahu lunglai. "Apakah kamu serius saat mengatakan hal itu, Kyle? Serius, apakah hotel itu benar-benar dirumorkan berhantu?" Kyle mengangguk pelan seakan itu bukanlah sebuah masalah
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men