"Hitam? Vampir darah murni tidak ada yang rambutnya berwarna hitam, Tuan. Biasanya rambut mereka berwarna perak seperti warna bulan." Rion menjawab dengan kebingungan. Mata Kyle seketika menyipit mendengar penjelasan dari Rion tersebut. Jika seperti itu, maka mungkin saja Gio yang sudah kenal Luana lebih dulu dari mana memang sengaja mewarnai rambutnya menjadi warna hitam karena ingin mengecoh Luana. Meski untuk saat ini Kyle tidak tahu apa tujuan vampir berengsek tersebut melakukan hal itu. "Dasar imitasi,"' umpat Kyle pelan, mengerutkan hidungnya dengan jijik. Ekspresi dingin menghiasi wajah tampannya saat menoleh ke arah Rion yang tidak tahu kenapa Kyle begitu marah saat tahu rambut asli Gio tidaklah berwana hitam. "Siapkan diri untuk menemui klan vampir begitu kita pulang dari sini besok, Rion. Pilih bawahan terbaik karena mungkin saja akan terjadi perang, kalau pihak sana menolak mendisiplinkan Gio," titah Kyle dengan penuh penekanan. Dia mengepalkan tangannya erat, be
Rion yang melihat kemarahan berkobar dalam diri sang tuan, dengan bijak memilih mundur teratur. Ia berdiri jauh di sebelah pintu agar terhindar dari amukan Kyle, karena ada pria yang dengan begitu lugas mengaku suka dengan 'gadis'nya. "Apakah kamu sudah kenal Luana sebelum ini? Apakah kalian mantan pacar atau semacamnya?" tanya Kyle dengan bibir terkatup menahan amarah. Dia selama ini sudah lama diam-diam memperhatikan siapa saja yang berhubungan dengan Luana, mantan, orang yang mengejar dia diam-diam, atau siapa saja yang mencoba mendekati gadis mungil tersebut. Namun, Kyle tidak ingat ada wajah Raven dari semua foto orang-orang itu. Hanya ada sesuatu yang familiar di wajah Raven, yaitu kemiripannya dengan mantan terakhir Luana, si Berengsek Rexy. "Ttidak, Tuan Muda. Ehm, saya belum pernah kenal bahkan bertemu dengannya sebelum ini,' jawab Raven dengan terbata-bata karena melihat ekspresi dingin di wajah Kyle. "Lalu bagaimana kamu bisa bilang kalau menyukai gadis itu sejak l
Kyle memandang sekilas pada Raven yang belum juga sadar kemarahan bos-nya."Tapi?"Rion mengulang ucapan Kyle dengan was-was.Kyle menyugar rambutnya ke belakang dan menatap Rion dengan wajah tenang tanpa eskpresi."Dia akan kukirim ke cabang perusahaan yang paling jauh, paling ujung, paling tidak laku dan paling sepi. Kalau bisa dicabang yang ada di Afrika. Atau cabang yang hampir bangkrut," titah Kyle dengan suara dingin dan gemetar menahan marah. "B-baik, Tuan Muda."Rion, meski sedikit gugup, mengangguk patuh. Pria itu diam-diam melayangkan tatapan kasihan kepada Raven. Setelah mengatakan semua itu, Kyle berjalan cepat keluar ruangan dan sedikit membanting pintu.Suasana yang begitu dingin dan mencekik mengiringi kepergiannya. "Tuan Rion, apa maksud ucapan Bos Kyle?" tanya Raven bingung. Rion tidak segera menjawab, memandang kasihan kepada pria malang itu dan menepuk pundaknya sebagai bentuk simpati."Intinya, kamu mendapat rumah mewah secara gratis, detail lainnya akan aku ki
Pagi hari.Semua diangkut naik kapal pesiar untuk kembali ke kota.Begitu juga Luana, tapi dia tidak naik kapal pesiar melainkan jet pribadi yang disiapkan untuk Kyle. "Tuan Muda, kenapa saya harus beda sendiri? Saya naik apa saja tidak masalah, Tuan Muda. Badan saya sudah sehat, Anda akan bisa melihat sendiri saya bahkan bisa menari balet sekarang!" protes Luana. Gadis itu menatap cemberut pada Kyle yang memasukkan barang bawaan Luana ke dalam tas, menari-nari di depannya untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar sudah sehat."Luana."Kyle berjalan mendekat dan menangkap pinggang gadis mungil tersebut lalu menariknya dalam pelukan."Kamu pulang sama aku, ini perintah. Mengerti?" tegas Kyle dengan tegas. Bibir Luana maju saat Kyle mengatakan hal itu, mengerutkankening dengan ekspresi yang menurut. Kyle menggemaskan."Kenapa?"Keduanya sudah saling melepas pelukan sekarang karena Kyle sibuk memasukkan lagi barang bawaan Luana, sementara gadis itu duduk di samping Kyle dengan eks
Akhirnya. Baik Luana dan Kyle duduk bersebelahan di jet pribadi, tanpa saling bicara.Lagi-lagi gagal melakukan sesuatu yang sudah mereka tunggu lama, membuat keduanya tiba-tiba kehilangan mood.Sementara Rion, pelaku yang lagi-lagi menggagalkan kesenangan mereka, diam diam hanya menelan ludah pahit.Pikiran Rion sangat rumit sekarang. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa hubungan keduanya sudah sejauh itu.Bagaimana mungkin ...Pikiran Rion tiba-tiba melayang ke buah dada Luana yang terekspos jelas ketika dia membuka pintu dan tak sengaja memergoki Tuannya bersama Luana tadi.Seketika wajahnya merah padam karena malu yang sangat dan merasa sangat lancang.Namun, tidak, Kyle tidak boleh sampai kelepasan dan berhubungan badan dengan Luana, sebelum mereka menemukan cara yang tepat untuk menyingkirkan racun dalam tubuh Kyle. Atau mengetahui sampai batas mana tubuh Luana bisa 'menerima' sentuhan sang tuan. Jika saling bertukar ludah saat ciuman bibir saja Luana bisa pingsan, bagaiman
Sang raja vampir tersenyum sekilas atas ketertarikan putranya, sebelum kemudian berkata. "Aku akan mengirim dirimu sebagai bawahannya, bawahan Kyle Ivander. Semua ini agar kamu segera belajar banyak cara menjadi pemimpin yang kompeten untuk nmenggantikan posisiku. Aku sudah terlalu tua dan ingin istirahat."Seketika, vampir muda itu melotot atas titah ayahnya dan melayangkan protes keras."APA?!! Aku nggak mau jadi anjing si Berengsek itu, Ayah!""Keputusanku tidak bisa diganggu gugat," tutup ayahnya, berjalan pergi. "Ayah! Tidak, tarik kembali perintah itu, Ayah!" teriak Gio, tak terima. Namun, ketua klan vampir tak mempedulikan protes Gio dan menghilang dalam kegelapan."Ayah! Arrrggghhh! Kenapa aku harus menjadi anjing Kyle Ivander! Aku adalah raja vampir berikutnya, Ayah!!"Gio terus berteriak protes, tapi kata-katanya hanya memantul di dinding yang sepi. "Sialan, sialaaaaan!!"Gio menghentakkan kakinya dengan marah, benar-benar kesal karena apa yang dilakukan ayahnya benar-b
"Cih, dasar Bajingan," umpat Kyle, memandang Gio dengan amarah yang rasanya sudah sampai di ubun-ubun. Dia sangat ingin Gio pergi sejauh-jauhnya dari kehidupannya termasuk berhenti merecoki Luana, tapi dengan vampir Berengsek itu dikirim ke sini, sama saja tidak menyelesaikan apa pun.Semua rasanya seperti kembali ke awal, seperti penyelidikan tentang siapa yang membawa vampir baru itu ke pulau yang saat ini menemukan jalan buntu.Baik Jia ataupun Lucas berkata bahwa mereka tak menemukan keanehan apa pun ketika sampai di pulau, juga tak ada yang bertindak berlebihan sehingga memancing kecurigaan.Ini artinya, pelaku tersebut pasti sangat lihai dan sudah merencanakan segalanya dengan sangat teliti.Pekerjaan mereka gagal, karena tak mengira jika Luana akan menghubungi dirinya dan datangnya Gio ke lokasi kejadian.Kepala Kyle terasa berputar-putar sekarang, memikirkan begitu banyak pekerjaan yang belum terselesaikan dengan baik.Apalagi, menatap vampir pemalas di depannya yang hanya bi
Kyle menarik napas panjang, memandang Gio yang sedang serius bermain game online. Ada sedikit rasa iri saat melihat Gio yang usianya terlihat tidak berbeda jauh darinya, tapi bisa begitu santai tanpa beban ini dan itu. "Hah," desah Kyle, tersenyum sinis. Apa dia bertukar tempat saja dengan si berengsek itu? Tiba-tiba terbersit pikiran seperti itu dalam kepala Kyle. "Haaaa." Kyle menyugar rambutnya ke belakang dan mengusir rasa iri tersebut karena jalan mereka yang berbeda, menopang dagu dengan tangan dan berpikir keras. Ide sekilas tentang bertukar tempat membuat Kyle seketika tertawa sumbang, bisa-bisa perusahaan hancur dalam sehari jika diserahkan kepada Gio. "Jadi bagaimana, Tuan?" Pertanyaan dari Rion tersebut membuat Kyle menatap surat dari klan vampir dan Gio secara bergantian. Bagaimana pun juga, ayah Gio dalam surat itu memang benar mengatakan bahwa Kyle boleh menjadikan Gio sebagai bawahan yang artinya berhak menyuruh vampir itu melakukan apa pun. Mu
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men