"Kyle... "Luana memanggil Kyle dengan putus asa. "Kata lo nggak usah dibahas lagi," tandas Kyle sedikit ketus."Baiklah, baiklah. Sekarang, kamu benar-benar mau tidur sini? Aku bakal temenin kamu. Atau... kamu mau masuk ke rumahku dan tidur di sana?" tawar Luana, mencoba mengambil hati Kyle. "Makasih. Nggak usah terlalu perhatian ama gue," sahutnya. Kali ini, lebih Ketus."Apa ada yang masih sakit, kamu terlihat lemas, Kyle."Luana tetap keras kepala mengajak Kyle bicara karena merasa sangat bersalah telah melukai hatinya."Nggak usah khawatirin gue."Kyle kembali menjawab dengan suara ketus."Ya udah kalo gitu. Apa di mobil ini ada selimut? Apa kamu perlu selimut? Bajumu tadi penuh darah, apa aku perlu masuk ke rumahku buat ngambilin kamu sesuatu? Aku punya hoodie milik kamu di rumah, kalo kamu mau ....""Nggak usah," potong Kyle. Menggeleng sambil masih tetap membenamkan wajahnya di kemudi dengan berbantalkan kedua lengan."Ky, maunya apa kalo gitu? Bilang sama aku," pinta Luana
Saat Luana masih tercengang dengan apa yang tengah terjadi, gadis itu mendengar suara pelan Kyle. "M-maaf."Dia mengatakan itu sambil mengusap wajahnya dengan kasar, sehingga Luana yang tadi hampir tantrum karena ditinggal saat enak-enaknya, ganti menjadi bingung."Maaf... kenapa?"Bibir Luana tentu saja dengan reflek menanyakan itu, sedangkan Kyle malah membuang muka ke jendela dan menarik napas panjang."Maaf udah nyium tanpa izin," jawabnya dengan suara lirih yang terdengar manis di telinga sang gadis, sehingga membuat Luana merasa sedikit terhibur kadang sepertinya dia tidak sedang balas dendam dengan meninggalkan dirinya di tengah-tengah ciuman mereka "Ehm, nggak papa," jawab Luana, pura-pura malu padahal senang luar biasa karena Kyle sepertinya masih, yah, memiliki perasaan padanya. Namun, suasana di antara mereka masih sangat canggung sehingga tak ada satupun yang berbicara."Ehm, Kyle. Kamu ... beneran nanti tidur di sini?"Luana akhirnya bertanya, mencoba mencairkan suasan
"Aduh, bagaimana ini.... "Dengan sangat perlahan, Luana pun mengangkat tangan dari pinggang Kyle yang hangat dan memundurkan punggung untuk memisahkan jarak antara mereka berdua.Huft.Luana akhirnya menghela napas lega. Untunglah, Kyle masih memejamkan mata, mungkin sedang tertidur pulas.Luana baru saja berpikir begitu, tapi saat ketika akhirnya ia bisa lepas dari memeluk Kyle dan membelakanginya hendak bangun dari tempat tidur, tangan Kyle meraih pinggang gadis itu. "Selamat pagi, Luana."Kyle menyapa dengan manis. Wajah Luana tentu saja seketika berwarna merah seperti kepiting rebus saat menyadari satu hal.Kyle ternyata sudah bangun sejak tadi!Ya ampun, malunya. Bagaimana jika Kyle tahu, bahwa saat ini Luana sudah memiliki perasaan padanya? Mau ditaruh di mana mukanya?!"P-pagi, Kyle."Luana akhirnya menjwab sapaan Kyle tanpa berani menoleh untuk melihat wajah remaja lelaki di belakangnya tersebut."Mau ke mana?"Kyle bertanya dengan suara manja, yang membuat jantung Luana l
"Yaudah sini."Luana akhirnya mendekatkan bibir ke kening Gerald dan mengecupnya perlahan. Gerald tersenyum puas karena hal itu."Hati-hati di jalan, jangan tinggalin gue ya, Lun."Pesan Kyle tersebut dijawab Luana dengan anggukan."Kamu yang nggak boleh ninggalin aku, Kyle."Setelah mengatakan hal itu, Luana bpun keluar dari kamar dan diantar supir Kyle menuju mobil yang akan membawa gadis itu ke sekolah.Kyle sendiri bilang, dia nanti akan dijemput sopir lain yang akan membawanya ke rumah sakit.***Belum sehari, Luana sudah rindu dengan Kyle.Hati itu benar-benar aneh, ya. Bisa dengan mudah terbolak-balik.Dulu luana merasa terganggu olehnya, tapi kini malah kesepian tanpa dia."Pacaran, yuk, Lun."Kata-kata itu kembali terngiang di telinga, membuat Luana senyum-senyum sendiri dengan hati bahagia.Kalau tadi dia bilang iya, bagaimana rasanya, ya? Apakah mereka kini akan resmi pacaran?Ah, kangen aku Gerald.Luana membatin. [Harus opname.]Pesan dari Kyle dengan foto dirinya yang b
Luana menutup wajah dengan bantal untuk memusnahkan bayangan Kyle dengan gadis cantik di rumah sakit tadi, tapi bayangan itu tetap tidak mau pergi."Ahhh! Kenapa malah keinget teruusss???"Luana mengacak-acak rambut dengan kesal. Baru kali ini ia menyadari betapa kesalnya melihat sesuatu seperti itu.Kini Luana baru tahu jika rasanya seperti ini, rasanya kalau diingat lagi, maka wajar Kyle dulu sangat marah setiap Luana menyebutkan Venus."Haaa, bodoamat! Bodoamat! Aku nggak mau peduli lagi sama Kyle!!!"Baru saja ia berteriak seperti itu, ponsel Luana berbunyi. Dan itu adalah chat dari Kyle![Lun, kata pengawal gue, tadi lo ke sini mau njengukin gue, ya? Kok ga masuk?]Membaca chat darinya, bukannya senang, Luana malah kesal bukan main."Dih, ngapain sih masih perhatian??!" gerutu luana, memelototi layar ponsel seakan sedang memelototi Kyle. Lalu dengan bibir cemberut, Luana mengetik balasan.[Bodoamat. Ngapain kamu masih ngechat aku? Sana seneng-seneng aja sana sama cewek cantik
Julia mengangguk dan berkata kepada Luana dengan tergesa-gesa "Luana, ada yang harus ku beritahukan padamu," ucapnya dengan nada yang terdengar mendesak.Kening Luana berkerut saat mendengar ucapan Julia, tangannya sendiri terkepal erat dengan bibir terkatup."Berani-beraninya kamu ke sini setelah mau menjual tubuhku?! Pergi!!!" hardik Luana dengan marah, tapi Julia anehnya tidak mundur."Kubilang pergi sebelum aku melaporkan dirimu ke polisi! Kyle punya semua buktinya, aku bisa dengan mudah menjebloskan dirimu ke penjara!!!"Luana berseru lagi untuk mengusir dirinya, Luana sangat benci wanita ini, maupun Venus, untuk saat ini ia benar-benar menahan diri untuk tidak menjambak rambutnya.Bukannya takut dengan hardikakan Luana, Julia malah berjalan mendekat."Luana, tunggu. Jangan marah. Aku harus ngasih tahu kamu sesuatu, Luana. Ini sangat mendesak!" ucapnya sambil menahan lengan Luana, saat gadis itu hendak pergi meninggalkan dirinya.Ucapannya tersebut membuat Luana menoleh, tapi ta
"Nggak usah sok dekat," jawab Luana cepat dan menggeleng."Kamu bukan kakakku, jangan menganggap aku adik," pungkas Luana dengan suara tegas, membuat julia terdiam dengan ekspresi shock. Setelah mengatakan itu Luana segera berlari dan masuk ke dalam rumah, benar-benar tak menanggapi ocehan Julia.Meski begitu, setelah berada di dalam rumah, kaki Luana langsung lemas dan ia jatuh terduduk dengan tanpa daya.Sejujurnya, Luana benar-benar terkejut saat melihat video Kyle tadi.Padahal Luana sudah menaruh hati pada Kyle. Tapi ... Kyle ternyata ...Ah. Luana kacau.Kyle ... apakah benar seorang pembunuh?Venus memang tidak kelihatan akhir-akhir ini, tapi, apa benar dia telah dibunuh oleh Kyle?***Luana pikir tidak akan terbawa omongan Julia tentang Kyle, ternyata salah.Setiap ingat video itu, Luana terus merasa mual dan berakhir muntah-muntah.Luana benar-benar shock tiap kali mengingat bagaimana dengan santainya Kyle memukul dan melukai seseorang, dia ... tidak seperti Kyle yang luana
Luana benar-benar gemas dengan tingkah Kyle ini. "Dasar, besok pagi lihat saja kalau masuk sekolah, kuciumi sampai puas!" rutuk Luana menahan kesal.Namun, sebagaimana sifat Kyle yang tak pernah tahan untuk tidak membalas pesan Luana, pria itu pun mengetik balasan.[Kenapa nyuruh gue masuk sekolah?]Tersenyum, Luana segera membalas pesannya.[Aku akan memberimu surprise.]Luana menjawab chat Kyle tersebut sambil tersenyum sendiri."Lihat saja, aku akan memberimu surprise dengan bersedia menjadi pacarmu, Kyle," ucap Luana seraya memandang foto wajah Kyle dengan tersenyum lebar.Luana sekarang sudah tidak akan terpengaruh siapapun lagi dan mencoba percaya penuh kepada Kyle. Luana juga akan menerima cintanya.Malam itu, Luana tidur dengan sangat pulas.****"Udah cantik, kan, ya?"Luana memandang cermin dengan gelisah, merasa jika penampilannya saat ini masih kurang sempurna."Aku nggak sabar buat ketemu Kyle!" serunya. Tak sabar. Senyum-senyum sendiri, Luana segera pergi berangkat sek
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men