Luana membuang muka dengan sengaja, untuk membuat Kyle semakin merasa bersalah."Kamu sebenarnya tahu betul kan apa alasan aku perhatian dan nyium kamu. Kenapa kamu berpikir ini hubungan romantis sedangkan semuanya cuman demi kutukan bodohmu itu?" ketus Luana. Dari ujung mata ia bisa lihat ekspresi tak biasa di wajah Kyle, membuat Luana tiba-tiba didera rasa bersalah tanpa alasan.Gadis itu mengepalkan tangan.Ia masih ingin terus membuat Kyle terluka, mengingat bagaimana bencinya aku sekarang pada remaja itu karena telah merusak ponselnya. Sayangnya tetap saja, nurani Luana berteriak untuk berhenti terus menyalahkan Kyle. Bagaimana pun juga, Luana sendiri memang bersikap sangat perhatian padanya dan mungkin di mata Kyle, semua tindakannya itu ambigu.Jadi, rasanya semua ocehan Luana tadi terdengar tak adil untuk Kyle. Ditambah ketika ia melihat wajah tampan Kyle yang seperti anjing lucu dan sekarang tampak begitu terluka itu, membuat Luana semakin seperti orang jahat.Sejujurny
"Aku rasa, aku gak perlu jawab alasannya, kmDengan marah, Luana menyingkirkan tangan Kyle yang tersampir di bahu seraya berjalan ke luar kamar."Hah, sial," dengus Luana, kesal. Sia-sia saja ia memegang ponsel Karios saat dirinya bahkan tidak hapal nomer ponsel Venus."Luana..."Kyle memanggil, mengeluarkan suara lelah, tapi Luana sudah tak peduli.Ah, dia harus menghubungi ketua asmara dan memberi tahu bahwa mungkin harus menginap di luar."Ayo gue anter, Lun."Kyle yang mengikuti sampai pintu tetap menawarkan hal yang sama."Kubilang nggak perlu ya nggak perlu!" tolak Luana dengan keras. Gadis itu sudah terlanjur benci padanya. Luana saat ini merasa sangat kesal, dan sangat lelah sehingga tak mau menghabiskan waktu duduk berjam-jam bersama Kyle untuk saat ini, apalagi dengan syarat itu.Kyle menahan tangan Luana dengan putus asa dan menutup kembali pintu kamar yang sudah dibuka sedikit oleh gadis itu. Dada Kyle yang menempel di punggung Luana entah kenapa membuat gadis itu meri
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Luana tak punya pilihan lain selain berjalan di belakang pria tersebut seraya menatap punggung lebar Venus dengan helaan napas panjang. Semoga Kyle tahu hal ini, bahwa Venus tak ada sama sekali keinginan merebut dirinya dari pria itu. Sementara itu, Raven yang melihat interaksi akrab antara Venus dan Luana, mengira bahwa tunangan Luana adalah Venus. Bahunya seketika lunglai saat tahu bahwa tunangan gadis yang sangat dicintainya tersebut adalah bukan orang biasa, melainkan bos mereka sendiri. "Ternyata jarak antara kita begitu jauh, Luana. Aku benar-benar menyerah untuk mendapatkan dirimu," desahnya dengan putus asa. "Bersaing dengan Tuan Venus adalah hal yang sangat tidak mungkin," bisiknya kehilangan harapan. Raven tidak tahu bahwa tunangan Luana bukanlah Venus, melainkan pria yang menjadi pewaris utama Zeus Grup. Kalau Raven tahu hal itu, mungkin dia akan pingsan seketika karena shock. Mereka akhirnya selesai mengumpulkan cerita-cerita pegawai hotel tentang munculnya ha
Setelah persiapan event selesai, Venus mengajak Luana, Raven dan Melinda untuk rapat mengenai perkembangan penyelidikan mereka. Kali ini karena cuaca sore yang hangat Venus mengajak mereka bertiga berkumpul di sebuah kafe yang nyaman dan enak digunakan untuk rapat. Luana menyembunyikan kelelahannya karena bertengkar dengan Kyle dan bersikap seperti biasa karena dia harus profesional membagi antara perasaan pribadi dan pekerjaan. Baru kali ini dia bekerja selelah ini, saat di kantor pusat, segalanya diurus Rion sehingga dia banyak santainya. Luana baru sadar bahwa pekerjaannya selama ini terlalu santai dan mudah, itu semua pasti karena campur tangan Kyle. Mengingat nama Kyle hanyanmembuat gadis itu menarik napas panjang. Dia tahu Kyle secemburuannitu sejak SMA, tapi saat ini jiwa dan raga Luana sedang sangat lelah dan terjadilah pertengkaran seperti siang tadi. Lalu sekarang, dia bahkan tidak punyanwaktu untuk berbicara dengan Kyle.karena langsung harus meeting dengan tim
"Kamu kok begitu, sih, Lun?" Kyle tahu-tahu menelepon Luana saat Gadis itu baru pulang dari keluar bersama Raven. "Apa maksudnya, Kyle?" Luana bertanya dengan sedikit tersinggung. Dia habis dimarahi oleh Pak Alex karena ada beberapa barang yang keliru sehingga saat ini terburu-buru keluar lagi membeli barang yang tepat. Namun, di tengah perjalanan menuju keluar hotel, Kyle malah terus menelepon dirinya. Luana sudah memberi tahu untuk menunggu nanti saja karena sedang benar-benar sibuk, meminta Kyle untuk menunda menelepon karena Luana tak ingin diomeli untuk yang kedua kalinya, tapi Kyle terus menerus menelepon Luana meski di reject oleh gadis itu. "Kok kamu sekarang kayak gini, sih, ke aku?" Pertanyaan sinis dari Kyle, membuat Luana mengerutkan keningnya. "Ha? Ada apa, Kyle? Kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?" Luana bertanya sambil membuka pintu mobil taksi yang tadi dia pesan lalu duduk di kursi belakang. Gadis itu menempelkan ponsel di sebelah telinga saat mobil yang di
"Lepaskan aku." Kyle menggeram, menepis kasar tangan Leanna dan menatap tajam ke arah gadis itu agar tidak menghalangi jalannya. Pria itu masih menahan diri untuk tidak menyingkirkan tubuh Leanna karena masih ingat bahwa bagaimana pun juga dia adalah teman masa kecilnya. Leanna balas memegang erat lengan Kyle dan menggeleng tegas. "Aku nggak mau. Kamu harus diobati. Semarah apa pun kamu, kamu nggak boleh melukai diri sendiri seperti ini, Kyle." Gadis itu menatap Kyle dengan ekspresi serius, menyeret tubuh Kyle agar kembali masuk ke dalam ruangan. "Aku nggak peduli. Jangan halangi aku!" sergah Kyle dengan tatapan tajam. Leanna mengabaikan protes dari Kyle dan terus tak menyerah untuk menyeret pria itu ke dalam ruangan. "Tuan Muda, tenangkan diri Anda lebih dulu, Leanna benar, luka Anda harus diobati." Rion yang berjalan di samping Kyle ikut membujuk. "Lakukan nanti setelah aku membunuh pria tua berengsek itu!" seru Kyle dengan marah. Leanna segera mengencangkan pegangannya
Apakah pria itu membuntuti Luana dan sekarang... sekarang ketika gadis itu jauh darinya, dia sudah berhasil mengambil hati Luana dan mereka keluar berdua?! Ternyata mengikat Luana dengan cincin pasangan tidak berhasil membuat gadis itu anteng sedikit saja. Belum seminggu bekerja, dia sudah jalan dengan mantannya saat SMA?! "Berengsek!" Mata Kyle menatap nyalang ke segala arah untuk mencari pelampiasan atas sesak di dadanya ini. Namun, tiba-tiba Rion masuk dan sangat terkejut ketika melihat dinding yang berlubang dengan ponsel milik Kyle yang berserakan di bawahnya. "T-Tuan Muda, ada apa ini?! Apakah ada sesuatu yang terjadi?!" Rion seketika panik dan membuang kopi yang ia pegang, berlari mendekat ke arah Kyle yang kondisinya acak-acakan. "Tidak. Tidak ada." Kyle menggeleng-geleng dengan kedua tangan bertumpu di meja dan memegang kepalanya. Dia memberi isyarat kepada Rion bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan Rion duduk di kursi yang ada di depan meja Kyle dan terus
"Tapi, saya merasa ada yang janggal karena kami semua disuruh diam tentang ketidak tahuan kami di mana keberadaan tempat kerja baru kakak. Kenapa kami tidak boleh tahu? Itulah hal yang terus mengganggu pikiran saya di saat seperti itu, muncul rumor bahwa ada hantu di hotel." Setelah mengatakan hal itu, Melinda menatap mereka bertiga satu persatu. "'Saya dengar desas desus kalau kalian semua sedang menyelidiki hantu itu dan membawa-bawa kasus kakak saya sehingga memutuskan untuk bergabung dengan kalian, meski besok keluarga kami harus mengembalikan uang pesangon itu, saya siap." "Baiklah. Kamu diterima masuk ke dalam tim kami," ucap Venus dengan santai. "Mulai besok, kamu akan bergabung bersama kami mengusut hal ini, jika kontribusimu ini berhasil mengantarkan kami keluar dari krisis turunnya omzet hotel, kami akan memberimu imbalan yang pantas," lanjut Venus, mengabaikan tatapan protes dari dan Raven. "Terima kasih, Tuan. Saya tidak mengharap imbalan apa pun, hanya ingin
"Apa? Jadi ... pegawai perempuan itu tidak pindah, tapi hilang?" Pertanyaan dari Luana, dibalas anggukan oleh perempuan tua yang merupakan ibu dari office girl tersebut. Hening mengitari mereka semua, sibuk dengan pikiran masing-masing karena misteri yang semakin membingungkan ini. "Kenapa di keterangan tentang dirinya tertulis keluar karena pindah?" bisik Raven kepada dirinya sendiri. Awalnya, mereka bertiga mengira seperti apa yang dikatakan oleh Raven tadi pagi, bahwa hantu itu mungkin saja hantu jadi-jadian, ulah pegawai perempuan yang keluar dari pekerjaannya. Namun, memang dipikirkan kembal hal itu tidaklah masuk akal. Atas dasar apa office girl melakukan hal tak masuk akal seperti itu? Kecuali kalau dia punya dendam tertentu. Sialnya semua dugaan itu dimentahkan oleh keterangan dari ibu sang office Girl bahwa ternyata putrinya hilang semenjak dikabarkan pindah itu. Ketiga orang itu keluar dari rumah mantan pegawai hotel mereka tanpa mendapatkan apa pun kecuali k
Mata Raven berbinar cerah mendengar pertanyaan Luana. "Bagaimana Anda tahu? Wah, Anda benar-benar hebat! Seperti yang diharapkan dari keluarga besar Zeus!" seru Raven dengan ekspresi kagum, yang membuat Luana memandang pria itu dengan putus asa. "Bukan. Tapi, aku mau kasih tahu, kalau apa yangada di pikiran kamu itu semua salah, Raven. Aku bukan seperti yang kamu pikirkan, dan aku bukan adik perempuan Kyle yang sedang menyembunyikan status konglomeratnya! Bukan! Ngapain aku melakukan hal itu? Itu benar-benar konyol!"Luana berteriak-teriak karena benar-benar putus asa memberi penjelasan kepada pria polos di depannya ini. "Ah, Anda pasti membohongi saya karena ingin saya bersikap nyaman kepada Anda. benar, kan?""Astaga, berapa kali kubilang kalau apa yang ada di pikiran kamu itu salah, salah!"Luana akhirnya mencak-mencak karena taksanggup lagi memperbaiki kesalahpahaman di otak pria tersebut.Sementara itu, Raven menggeleng dengan percaya diri."Saya tetap nggak percaya Anda, No
Di hari kedua Luana bekerja, dia bertemu Raven saat dalam perjalanan menuju ruangannya, karena kemarin dia tidak sempat bertegur sapa dengan Raven, Luana pun berinisiatif untuk menyapa pria itu lebih dulu."Hai, Raven. Selamat pagi."Luana melambaikan tangan seraya tersenyum lebar, pasca kejadian di pulau itu, dia belum mengucapkan terima kasih yang benar kepada pria berkulit sawo matang sedikit cerah tersebut, karena saat itu Raven yang dirawat sebab luka-lukanya.Raven yang hendak berjalan menuju lift, saat melihat Luana, wajahnya berubah sumringah."Lua—maksudku, Nona Luana. Selamat pagi juga."Dia dengan sopan membungkukkan badan kepada gadis yang menatapnya penuh tanda tanya. "Hey, kamu sedang bercanda dengan aku atau apa ini, Raven?"Raven yang tadi membungkuk, kini berdiri seperti biasa yang tersenyum sopan, meski tidak menutupi binar di matanya."Bercanda? Tentu saja tidak. Maafkan saya yang dulu tidak tahu status Anda, Nona."Pria itu berkata dengan serius. Sehingga kening L