Beranda / Rumah Tangga / Terpenjara Dalam Kesetiaan / Bab 69 : Kehilangan yang Terasa

Share

Bab 69 : Kehilangan yang Terasa

Penulis: Duvessa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-24 11:34:07

Sore itu, Alea terbangun dengan perasaan hampa yang masih membebani dadanya. Hujan yang reda tadi seakan meninggalkan jejak kesendirian yang dalam. Langit di luar jendela mulai memerah, menandakan senja datang menghampiri, namun keindahan langit yang memudar itu tidak bisa menghilangkan kekosongan yang menghinggap di hati Alea.

Ia memandang ke luar jendela, seakan berharap angin atau hujan akan membawa jawab atas kegundahannya, namun tak ada yang datang. Hanya senja yang perlahan memudar, seperti perasaan yang semakin suram di dalam dirinya.

Alea tahu, sekarang adalah waktunya untuk menjemput Raka di rumah ibunya, tempat di mana ia merasa bisa sedikit menghela napas dan mencoba melupakan beban yang ada. Namun, langkahnya terasa berat, seolah-olah setiap detik yang berlalu menambah beban dalam pikirannya. Pikirannya terputar-putar, terjebak antara perasaan kecewa kepada Arka yang terus menghantui, dan kata-kata Randy yang masih terngiang jelas di telinganya.

Ia mencoba untuk tida
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 70 : Kekosongan yang Menyiksa

    Alea menatap layar ponselnya yang terus bergetar di meja. Nama Arka muncul di sana, terang benderang, seolah memanggil-manggilnya untuk menjawab. Tetapi tangannya enggan bergerak. Ia hanya memandang layar itu, seperti menunggu sesuatu. Apa? Ia bahkan tidak tahu. Ada rasa bingung yang begitu dalam, seakan semua pilihan yang ada terasa salah. Perasaan itu begitu menguasai dirinya, hingga tubuhnya terasa berat, tak mampu untuk bergerak. "Haruskah aku menjawabnya? Apa yang akan ia katakan?" pikirnya. "Permintaan maaf? Janji-janji yang entah akan ia tepati atau tidak? Atau mungkin hanya pembicaraan basa-basi untuk memastikan aku baik-baik saja?" Alea menghela napas panjang, tangannya melingkar di sekeliling tubuhnya, mencoba memberikan kehangatan pada dirinya sendiri. "Apa ia benar-benar peduli? Apa ia menyadari betapa hancurnya aku setiap kali ia mengabaikan kebutuhanku? Tidak, Alea. Jangan jawab. Dia hanya akan membuat semuanya terasa semakin sulit. Dia akan berkata sesuatu yang me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 71 : Langkah Pertama Menuju Jawaban

    Di pagi hari, Arka bangun dengan tubuh yang terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban yang tak kunjung hilang dari pikirannya. Malam sebelumnya, ia terjaga sepanjang waktu, memikirkan setiap kata yang akan ia ucapkan jika bertemu dengan Alea. Ada kekhawatiran yang menggerogoti dirinya. Takut kehilangan lagi, takut jika segala yang telah ia coba bangun akan runtuh hanya karena kesalahannya yang terus berulang. Hari ini, ia tahu, ia harus menghadapi kenyataan. Apapun yang akan terjadi. Dengan perasaan cemas yang mencekam, Arka berbalik ke meja kerjanya dan memandang kalender di dinding. Hari ini adalah hari yang berbeda. Ia memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya. Ini bukan soal pekerjaan lagi, pikirnya. Ini tentang keluarganya, tentang orang-orang yang benar-benar berarti dalam hidupnya. Sudah terlalu lama ia mengabaikan mereka demi pekerjaan dan ambisi pribadi. Ini saatnya untuk memperbaiki apa yang telah rusak, meskipun ia tahu bahwa jalan untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 72 : Kembali ke Rumah

    Arka duduk di ruang tamu, menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Ia merasa ada beban berat di dadanya, seperti ada sesuatu yang tak bisa ia lepaskan. Pembicaraannya dengan Alea tadi pagi masih menggema di kepalanya. Meski sudah mengatakan banyak hal, Arka tahu bahwa kata-katanya saja tidak cukup. Ia harus menunjukkan dengan tindakan bahwa ia benar-benar ingin berubah. Langkah pertama yang ia rencanakan adalah membawa Alea kembali ke rumah mereka. Tempat di mana semuanya dimulai, dan semoga, bisa diperbaiki. Sejak semalam, Arka merasa gelisah. Ia tahu, untuk bisa kembali bersama Alea, ia harus lebih dari sekadar berjanji. Ia harus membuktikan bahwa ia bisa menjadi suami yang lebih baik, lebih hadir, lebih peduli. Tetapi pada saat yang sama, ia juga tidak bisa mengabaikan rasa takut yang menghantuinya. Bagaimana jika Alea tidak mau lagi bersama? Bagaimana jika luka-luka yang ada terlalu dalam untuk sembuh? Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mencoba menenangkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 73 : Kabar dan Keputusan Besar

    Arka mondar-mandir di kamar, ponselnya terus digenggam erat di tangan. Ia sudah mencoba menghubungi dokter berkali-kali, namun tak ada yang mengangkat. Suara detak jantungnya terasa menggema di telinga. Peluh dingin mengalir di pelipisnya, sementara Alea masih terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur, wajahnya pucat dan tubuhnya lemas. Arka merasa seolah ada lubang hitam yang menghisap seluruh keberaniannya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, hanya bisa menunggu, meskipun waktu terasa sangat berat. "Kenapa nggak ada yang angkat sih?" gumamnya frustrasi, sambil melirik ke arah Alea yang tetap terbaring dengan tak bergerak. Rasa cemas terus menghantuinya, dan ia mulai meragukan dirinya sendiri. Mungkin ia terlalu terburu-buru membawa Alea pulang, mungkin seharusnya ia menunggu lebih lama di rumah ibu Alea. Tetapi, satu hal yang ia tahu dengan pasti adalah bahwa ia tidak bisa membiarkan Alea dalam keadaan seperti ini lebih lama lagi. Di ruang sebelah, Raka duduk di lantai

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 74 : Pertemuan Tak Terduga

    Arka merasa hatinya terombang-ambing ketika ia meninggalkan rumah sakit pagi itu. Setelah memastikan Alea tertidur dan dalam keadaan stabil, ia harus kembali bekerja. Meskipun perasaannya enggan, Arka tahu, ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan dalam waktu yang lama. Namun, ia berjanji akan segera kembali, tepat waktu. Ia mengirim pesan singkat kepada ibunya untuk memberitahukan bahwa ia akan menggantikan posisinya menjaga Alea di rumah sakit sore nanti. Sebelum meninggalkan rumah sakit, Arka juga memberi tahu ibunya bahwa ia perlu datang untuk menemani Alea, karena kondisi Alea yang masih lemah dan membutuhkan perhatian penuh. Ibu Arka segera menyanggupi untuk datang ke rumah sakit dan menjaganya. Walaupun jarak rumah dan rumah sakit lumayan jauh. Dengan perasaan sedikit lebih tenang, Arka akhirnya melangkah keluar menuju mobilnya. --- Di ruang perawatan rumah sakit, Alea terbangun perlahan. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya lelah setelah istirahat semalaman. Ruangan rumah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 75 : Terguncang oleh Ketidakpastian

    Beberapa saat kemudian, Nyonya Mirna ibunya Arka tiba. Nyonya Mirna datang dengan wajah ramah, membawa makanan ringan dan beberapa barang kebutuhan Alea. Segera, ia duduk di samping tempat tidur Alea dan menyentuh tangan putrinya dengan lembut. “Alea, nak, kamu sudah lebih baik? Bagaimana perasaanmu?” Alea tersenyum lemah. "Lebih baik, Bu. Hanya butuh waktu untuk pulih." Ia mengangkat pandangannya ke arah ibu Arka. "Arka pasti cemas, ya?" Nyonya Mirna mengangguk dengan penuh perhatian. "Dia pasti sangat khawatir. Tapi kamu nggak perlu khawatir, Alea. Arka sudah menghubungi ibu untuk menjaga kamu hari ini. Dia akan kembali lebih cepat setelah pekerjaan selesai. Maaf kalau ibu jarang datang berkunjung, ya." Alea mengangguk pelan, merasa sedikit lebih lega dengan kehadiran ibu Arka. "Nggak apa-apa, Bu. Aku ngerti kok, rumah ibu kan jauh. Terima kasih ya, Bu, sudah menyempatkan datang dan menjaga aku di sini. Kadang aku khawatir, Bu. Tapi aku tahu aku harus kuat, untuk keluarga k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 76 : Mempertahankan Prioritas

    Arka tiba di rumah menjelang sore. Udara dingin mulai menyelimuti jalanan saat ia memasukkan mobil ke garasi. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya lebih lelah lagi. Pikiran tentang Alea yang terbaring di rumah sakit membuatnya tidak ingin membuang waktu lama di rumah. Ia harus segera menyiapkan perlengkapan yang akan ia bawa untuk menemani istrinya. Begitu masuk ke dalam rumah, Arka langsung menuju kamar. Ia membuka lemari dan mulai memilih pakaian yang nyaman untuk Alea. Ia juga memastikan membawa kebutuhan kecil lain seperti selimut tambahan, buku bacaan, dan beberapa camilan yang mungkin bisa membuat Alea merasa lebih baik. Ketika semuanya sudah terkemas rapi dalam tas, Arka berhenti sejenak, berdiri di tengah kamar dengan pandangan kosong. Perasaannya berat. Ia tahu, apa yang terjadi pada Alea adalah tanggung jawabnya juga. Ia tidak bisa lagi membiarkan pekerjaannya atau hal lain mengganggu apa yang seharusnya menjadi prioritas utamanya. Dengan tas di tangan, Arka bergega

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 77 : Keinginan yang Terluka

    Dina duduk termenung di sofa apartemennya, matanya kosong menatap layar ponsel yang sudah dimatikan sejak beberapa menit lalu. Panggilan terakhir dari Arka masih terngiang di telinganya, seperti dentuman keras yang menggetarkan hatinya. "Aku sudah memilih Alea, dan aku akan terus memilih dia." Kata-kata itu menyayat, seolah-olah Arka sedang menutup pintu di hadapannya untuk selamanya. Dina merasakan hatinya hancur perlahan, namun dia tidak bisa menangis. Tidak lagi. Ia sudah terlalu sering menangis karena Arka, terlalu lama berjuang untuk sesuatu yang pada akhirnya tidak pernah menjadi miliknya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, merasakan air mata yang ingin jatuh, tapi dia menahannya. Menangis akan membuatnya merasa lebih lemah, dan Dina tidak bisa lagi memberi Arka alasan untuk merasa kasihan padanya. Sudah terlalu lama ia bertahan dalam bayang-bayang hubungan yang tidak pernah jelas ini. Sekarang, setelah semua yang terjadi, ia merasa ditinggalkan. Seperti sebuah kenyataan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 116: Kebenaran yang Menghancurkan

    Di kamar rumah, Alea duduk di tepi tempat tidur, menatap jendela yang memamerkan langit mendung di luar. Awan gelap menggantung seperti perasaannya saat ini.Segala sesuatu terasa berat, perasaan kehilangan bayi yang belum sempat ia lihat, kecelakaan yang membuat tubuhnya lemah, dan misteri pesan serta foto yang tak henti-hentinya membayangi pikirannya. Alea memejamkan matanya sejenak, mencoba menarik napas dalam-dalam, tetapi rasa sakit di dadanya tetap tak mau hilang. Kenangan tentang bayinya terus menghantuinya. Ia mencoba tegar, tetapi setiap kali ia mengingat detik-detik sebelum kecelakaan itu terjadi, perasaan bersalah dan kehilangan melumpuhkannya. Tiba-tiba, suara langkah kecil terdengar di luar pintu. Pintu kamar terbuka perlahan, dan Raka masuk dengan wajah ceria. Di belakangnya, Nyonya Kartika mengikuti dengan senyum lembut. "Bunda!" Raka berlari kecil ke arah Alea, membawa keceriaan yang begitu kontras dengan suasana hati ibunya. Alea berusaha tersenyum, meskipun h

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 115: Jejak yang Mulai Terbuka

    Pagi itu, matahari bersinar lembut menembus tirai jendela kamar. Alea duduk di ranjang dengan punggung bersandar pada bantal. Wajahnya masih pucat, tetapi ada sedikit warna di pipinya yang mulai kembali. Arka masuk membawa nampan sarapan, menatap Alea dengan senyum lembut. “Selamat pagi,” ujar Arka sambil meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur. “Aku bikin bubur, nggak terlalu enak sih, tapi lumayan lah daripada kamu nggak makan.” Alea tersenyum kecil, meski lelah terlihat jelas di matanya. “Terima kasih, Mas.” Arka duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Alea. “Al, aku tahu aku nggak bisa selalu ada di sini buat jagain kamu. Makanya, aku sudah cari seseorang buat bantuin kamu di rumah. Kamu nggak perlu ngelakuin semuanya sendiri.” Alea mengerutkan dahi. “Seseorang? Maksudnya, asisten rumah tangga?” “Iya,” jawab Arka. “Namanya Bu Ratna. Aku sudah ngobrol sama dia, dan dia kelihatan bisa dipercaya. Aku nggak mau kamu kecapekan, apalagi sekarang kamu masih bu

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 114: Kembali Pulang, Awal Baru

    Setelah beberapa hari yang penuh keputusasaan, kondisi Alea akhirnya mulai membaik. Perlahan, ia mulai menerima kenyataan yang begitu pahit dan tak terelakkan. Hari demi hari, rasa sakit fisik yang mendera tubuhnya mulai menghilang, namun luka di dalam hati masih terasa begitu dalam, menuntut waktu untuk sembuh.Alea tahu bahwa proses ini tak mudah, dan meski luka itu tak bisa terhapus, ia mulai merasa sedikit lebih kuat. Dengan dukungan dari orang-orang yang mencintainya, terutama Arka, ia perlahan menemukan kembali dirinya.Hari ini adalah hari yang telah ia tunggu-tunggu. Hari kepulangan dari rumah sakit. Rasa campur aduk memenuhi dadanya, di satu sisi, ia merasa lega bisa keluar dari tempat ini, tapi di sisi lain, ada ketakutan yang menggigit di dalam dirinya. Bagaimana rasanya kembali ke rumah? Apakah ia bisa menjalani kehidupan seperti sebelumnya, ataukah semuanya akan berubah?Arka, seperti biasa, tak pernah meninggalkannya. Ia selalu ada, menjadi tiang penyangga yang kuat di t

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 113 : Jarak yang Terlalu Jauh

    Waktu seakan terhenti. Semua suara, semua gerakan, menjadi hampa, menghilang dalam kesunyian yang mencekam. Mata Alea membelalak lebar, terkejut dan bingung, tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja Arka ucapkan. Ia terdiam beberapa detik, mencoba mencerna kebenaran yang datang begitu tiba-tiba. Tetapi kenyataan itu terlalu pahit untuk diterima.Air mata mulai mengalir, tak bisa lagi dibendung. Hatinya robek, tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa hancurnya dia saat itu.Alea, dengan suara gemetar, hampir berbisik.“Tidak … itu tidak mungkin. Kamu pasti salah. Dia baik-baik saja, kan? Aku masih bisa merasakannya waktu itu … Aku masih …”Arka memotongnya dengan suara yang pecah karena tangis, “maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah mencoba … Aku berdoa setiap saat, berharap keajaiban … tapi kecelakaannya terlalu parah. Dokter bilang tidak ada yang bisa dilakukan…”Alea menggelengkan kepalanya dengan lemah, suaranya semakin tidak karuan. Isaknya semakin keras,

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 112: Kehilangan yang Tak Terucap

    Alea merasa gelisah, tubuhnya lemah, dan pikirannya kacau. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berbaring di tempat tidur rumah sakit, dengan satu harapan, mendapatkan penjelasan.Tangannya gemetar ketika ia melihat tombol yang terletak di samping tempat tidurnya. Tanpa berpikir panjang, ia menekan tombol itu dengan lembut, berharap seorang perawat segera datang dan memberinya sedikit kelegaan.Beberapa detik terasa seperti menit, lalu terdengar suara langkah kaki di luar pintu kamar. Pintu kamar terbuka perlahan, dan seorang perawat muncul dengan senyum ramah di wajahnya.“Selamat sore, Nona Alea. Bagaimana perasaan Anda hari ini?” tanya perawat itu dengan lembut.Alea menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan dan ketakutan. “Perut dan kepala saya ... terasa sangat sakit. Apa yang terjadi pada saya? Kenapa saya di sini?” suara Alea terdengar cemas, seolah ia berusaha mencari kepastian dalam setiap kata.Perawat itu tampak ragu sejenak, lalu menghampiri tempat tidur dan memeriks

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 111 : Perang Pikiran dan Hati

    Dina sedang bersiap di kantornya. Ia duduk di mejanya, matanya tidak teralihkan dari layar komputer. Hari ini, semuanya harus berjalan sesuai rencana. Ia sudah memutuskan untuk tidak lagi bermain-main. Jika Arka ingin menghadapi kenyataan, maka ia harus siap menghadapi Dina, yang selalu berada di belakang layar dengan rencana yang lebih matang.Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," jawab Dina singkat, tanpa mengalihkan pandangan dari layar.Sekretarisnya, Susy, melangkah masuk dengan membawa beberapa berkas. "Bu Dina, semua jadwal sudah diatur seperti yang diminta. Pak Arka akan datang ke kantor sekitar pukul dua siang nanti."Dina mengangguk, matanya tetap fokus pada layar, namun pikirannya sudah melayang jauh. Ini adalah langkah pertama dari rencana besarnya. Arka akan datang, dan Arka akan melihat betapa mudahnya mengambil kendali atas situasi ini."Baik, terima kasih, Susy," jawab Dina. "Jaga agar semuanya tetap berjalan lancar."Begitu sekretarisnya keluar, Dina mel

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 110: Di Bawah Langit Kelabu

    Di rumah sakit, Arka duduk di samping tempat tidur Alea, menatap wajah istrinya yang masih terlelap dalam koma. Tangannya menggenggam erat jemari Alea, seolah mencoba menyampaikan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Matanya merah karena kurang tidur, pikirannya penuh dengan bayangan semua kesalahan yang telah ia lakukan. Penyesalan menggerogoti dirinya seperti racun. Seluruh dunianya kini hanya berputar pada wanita yang terbaring di hadapannya. “Sayang ... maafkan aku,” bisiknya pelan. Suara alat medis yang monoton menjadi satu-satunya teman kesunyiannya. Arka memikirkan semua kesalahan yang telah ia perbuat, semua janji yang ia langgar, dan semua rasa sakit yang ia sebabkan pada Alea. Ia merasa terjebak dalam lingkaran penyesalan yang tidak pernah berakhir. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Randy melangkah masuk, membawa tas kecil di tangannya. Langkahnya mantap, tetapi wajahnya menampakkan keraguan yang dalam. “Randy?” Arka memandangnya dengan pandangan lelah. Randy

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 109 : Ambang Pintu

    Dina tetap duduk di kursinya, mengaduk sisa espresso yang sudah mulai dingin. Dina menyandarkan tubuhnya ke kursi, bibirnya membentuk senyum tipis. Senyum penuh makna. Randy bereaksi persis seperti yang ia perkirakan. Kemarahan. Ketidakpercayaan. Kebingungan. Semua itu terpancar jelas di wajahnya beberapa menit yang lalu. “Dia terlalu lemah untuk ini,” pikir Dina. “Terlalu lurus untuk melihat peluang.” Namun, ada satu hal yang mengusik pikirannya. Randy mungkin tidak semudah itu dimanipulasi. Reaksinya yang tegas, bahkan penuh kemarahan. Bisa menjadi penghalang bagi rencana Dina. Tapi bukan Dina namanya jika ia menyerah. “Dia akan berpikir,” bisiknya pelan sambil memandang ke luar jendela. Awan mendung masih menggantung, membuat suasana semakin suram. “Dan semakin dia memikirkannya, semakin dia sadar bahwa aku benar.” Dina menyesap sisa kopinya perlahan, membiarkan rasa pahit mengalir di tenggorokannya. Seperti rasa pahit yang ia simpan di dalam hatinya selama ini. Cinta ada

  • Terpenjara Dalam Kesetiaan   Bab 108: Tawaran yang Tidak Masuk Akal

    Setelah ketegangan yang menggantung di ruang rapat, Dina berdiri dari kursinya dan menatap Randy. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit ditebak, antara kesal dan sedikit terhibur karena melihat kebingungan di mata Randy. “Kita tidak bisa membicarakan ini di sini,” katanya sambil memungut berkas-berkasnya. “Ayo, aku tahu tempat yang lebih tenang.” Randy ragu sejenak, tetapi ia akhirnya mengikuti Dina keluar dari ruang rapat. Mereka berjalan dalam diam menuju kedai kopi kecil yang terletak tak jauh dari gedung kantor. Langit masih mendung, angin dingin berhembus pelan, dan Randy merasa semakin tidak nyaman. Ada sesuatu yang mengerikan di balik ketenangan Dina yang tampak begitu terkontrol. Sesampainya di kedai, Dina memilih meja di sudut yang jauh dari keramaian. Ia memesan secangkir espresso, sementara Randy hanya meminta air mineral. Ketika pelayan pergi, Dina menyandarkan tubuhnya di kursi, matanya menatap tajam ke arah Randy. “Jadi,” Dina memulai, dengan nada suara yang s

DMCA.com Protection Status