Sepanjang hari Amora menunggu kepulangan Devan. Tapi sampai matahari terbenam batang hidung suaminya itu tak terlihat sedikitpun. Bukankah dia berjanji akan pulang hari ini?Ini bahkan sudah satu Minggu mereka tak bertemu.Dia awalnya percaya jika sang suami tengah pergi keluar kota untuk urusan bisnis. Tapi setelah mendapatkan foto-foto itu ia sudah tidak percaya lagi.Devan pasti berbohong! Siang ini bahkan ia kembali mendapatkan kiriman dari nomor yang tidak ia ketahui. Di sana terlihat suaminya tengah di pusat perbelanjaan bersama seorang wanita yang tengah hamil.Tentu saja ia sangat terkejut. Tapi pada siapa ia bertanya? Sampai sekarang ia bahkan tidak tahu dimana posisi suaminya. Benar-benar di luar kota atau masih di kota ini dan menginap di rumah selingkuhannya?"Brengsek kamu, Mas! Gak aku sangka kamu berani bermain api di belakang ku!" Beberapa kali umpatan yang keluar dari bibirnya. Rasa kesal tak juga hilang dari hatinya yang sedang memanas.Melihat wanita hamil di sisi
Entah ada angin apa pagi-pagi sekali Ia harus dikejutkan dengan kedatangan dua manusia yang tak disukainya ini. Mana datangnya dengan wajah kusut lagi, kan ia jadi pikir buruk.Sarah menatap tajam Rossi yang tanpa malu berani datang ke villa ini, padahal jelas-jelas wanita itu tempo hari telah menghinanya habis-habisan. Apa dia tidak malu?Tapi mengingat wanita itu memang tidak punya malu ia tak ambil pusing lagi. Bahkan wanita seperti Rossi ini hanya tahu uang saja, mungkin dia sedang susah makanya ingat dengan dirinya ini. "Ada perlu apa ayah kesini?" Omar menatap nanar wajah sang putri. "Sarah, lama kita tak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Basa basi sekali. Tentu saja dia tak menjawab, baik atau burukpun keadaannya selama ini memang ayahnya peduli? Jawabannya tentu saja tidak!Bahkan ia hampir mati menahan sakit dulu. Saat ia meminta bantuan malah di usir dengan kejam. Jika mengingat tentang itu ingin menangis rasanya. Untung saja diwaktu yang tepat Devan datang sebagai pahlawan.
Bagaimanapun Devan mencoba menjelaskannya semua tentu tak mudah di terima oleh Amora. Semakin suaminya bicara ia semakin merasa sakit hati, apalagi masalahnya anak lagi, sungguh membuat ia muak."Bawa aku bertemu dengannya!" "Tidak sekarang, Ra. Setelah bayi itu lahir...." "Gak mau! Aku mau sekarang. Aku mau lihat secantik apa di sampai kamu berpaling dariku."Sungguh keras kepala. Devan hanya bisa berpikir bagaimana caranya agar Amora tak menyakiti Sarah jika bertemu.Di tubuh gadis itu ada anaknya. Meskipun a mencintai Amora tapi ia juga tak akan rela darah dagingnya terluka."Baiklah... Aku akan membawamu bertemu dengan tapi dengan syarat," "Mas, kamu!!" "Jangan menyakitinya. Asalkan kamu berjanji tidak menyakitinya aku akan membuat kalian bertemu. Bagaimana?" Syarat dari Devan membuat Amora tidak senang. Bagaimanapun dia ingin menemui wanita itu agar memberi dia pelajaran, tapi lagi-lagi suaminya melindungi.Amora marah!Melihat ibu mertuanya juga setuju dengan pendapat Devan
Dering suara ponsel mengangu tidur seorang gadis muda yang terlihat baru saja memejamkan matanya. ia melenguh malas, tapi tetap bangun dengan wajah lelah."Cepat banget jam 8, padahal aku baru tidur." Iya lah, tadi malam ia tidur jam 4 subuh. Ia segera bangkit dari kasur tipis yang menjadi alas tidurnya. Ya, begitulah hidup Sarah. Tinggal di kontrakan kecil dan tidur beralaskan kasur santai. Ia tidak punya uang untuk membeli kasur yang lebih empuk, bisa makan aja ia udah bersyukur banget.Setelah merasa cukup santai ia berjalan ke kamar mandi belakang, kamar mandi yang menjadi tempat seluruh penghuni kos untuk membersihkan badan."Udah bangun, Sar? Tumben lambat sekarang. Biasanya jam 6 subuh kamu udah siap berangkat kerja." Sapa seorang gadis yang juga ngekos di tempat itu."Ya gini lah. Aku lembur kemarin, jadi hari ini masuk jam setengah sembilan." Jawabnya, "aku pake kamar mandi duluan ya.""Ya, pakek aja. Aku udah siap kok."Sarah bukan tidak memiliki keluarga sebenarnya. ia mas
"Ngapain lagi kamu di sini? Mau minta uang sama suami saya lagi?!" Teriakan nyaring memenuhi gendang telinga Sarah. Ia mendengus kesal menatap wanita di depannya. Wanita yang dinikahi ayahnya tiga tahun lalu dan meninggalkan ibunya. Setahun berselang ibunya meninggal karena tak kuat menahan kesedihan. Yang lebih gilanya setelah ibunya meninggal ayahnya datang untuk mengambil semua uang dan harta benda ibunya tanpa meninggalkan apapun pada Sarah.Jika bukan karena sakitnya, ia tidak akan sudi datang bertemu dengan pria ini lagi. Tapi hati kecilnya masih berharap ada setitik rasa ayahnya untuk peduli padanya."Apa salahnya aku minta uang, toh dia ayah aku juga. Kamu gak berhak ngelarang ya, Tan.""Halah, mau jadi benalu kamu. Gak ada uang satu sen buat kamu, kalau berani bapakmu itu kasih ku ceraikan saja dia sekalian!"Sarah mengusap dadanya, sunguh kerang ajar sekali mulut ibu tirinya ini, bahkan tidak takut mengatakan cerai hanya untuk menakuti suaminya. Mana bapaknya gak berani men
"Awas!!!"Brakkk!!!Terlambat. Sarah sudah terjatuh terpental ke tengah-tengah jalan. Untung mobil itu cepat berhenti jika tidak habislah dirinya. Rasa sakit di tubuhnya membuat Sarah sulit bangun, tapi lebih dari itu ia kesal mendengar ucap pengendara itu yang malah menyalahkannya."Aduh, Mbak. Kalau jalan hati-hati dong, masa gak lihat mobil mau lewat." "Aduh, pak. Saya yang terluka kok di marahi sih. Saharusnya situ yang hati-hati bawa mobil,""Kok salah saya, Mbak. Kan situ yang nyebrang gak lihat-lihat, anda sengaja ya mau cari keuntungan!" Tudingan itu membuat muka Sarah memerah marah. "Lambe mu, pak! Kalau ngomong jangan sembarang, saya yang terluka udah tangung jawab anda untuk mengobati saya. Ini salah anda ya!!" Balasnya berteriak marah. Terang saja pria itu bergidik ngeri melihat Sarah mulai mengamuk tak ingin di salahkan.Davin yang menunggu di dalam mobil segera turun. Ia melihat sopirnya tengah bertengkar dengan seorang gadis di pinggir jalan, ia mendengus kesal. Seger
"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini.Tok...tok...tok.Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini."Maaf, tuan mengangu.""Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?"Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu.****"Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?""Sabar, Sar. Kamu di terima kok,""Alhamdulillah!""Tapi..."Eh, ada tapinya?Sarah urung merasa bahagia saat Dion
Devan tidak tahu mengapa tapi ia merasa dalam dua kali pertemuan gadis di hadapannya telah berhasil menarik perhatiannya. Saat koleganya menggoda gadis ini ada rasa tak rela yang ia rasakan, bukankah ini salah?Sarah?Nama ini membuat ia tersenyum sendiri. Ia masih ingat bagaimana dengan polosnya gadis itu menerima uang yang dia berikan dengan kurang ajarnya di pinggir jalan, malah dia tidak peduli dengan luka di tubuhnya dan menatap berbinar pada lembaran merah yang tidak seberapa itu.Dan hari ini ia kembali bertemu dengannya. Masih dengan polosnya gadis itu menatapnya berbinar, tanpa sadar ia mengucapkan pikiran gila itu."Kalau mau uangku apa kau siap menjadi ja*angku?"Sungguh ia tidak tahu mengapa lagi-lagi ia tidak memikirkan perasaan gadis itu, ia berucap dengan spontan. Ia pikir ia akan mendapatkan tamparan, siapa sangka dengan gilanya gadis itu malah membalas ucapannya."Om bisa bayar berapa agar aku bisa jadi simpanan mu?" Telak gadis itu dengan senyum menyeringai membuat i