Dering suara ponsel mengangu tidur seorang gadis muda yang terlihat baru saja memejamkan matanya. ia melenguh malas, tapi tetap bangun dengan wajah lelah."Cepat banget jam 8, padahal aku baru tidur." Iya lah, tadi malam ia tidur jam 4 subuh. Ia segera bangkit dari kasur tipis yang menjadi alas tidurnya. Ya, begitulah hidup Sarah. Tinggal di kontrakan kecil dan tidur beralaskan kasur santai. Ia tidak punya uang untuk membeli kasur yang lebih empuk, bisa makan aja ia udah bersyukur banget.Setelah merasa cukup santai ia berjalan ke kamar mandi belakang, kamar mandi yang menjadi tempat seluruh penghuni kos untuk membersihkan badan."Udah bangun, Sar? Tumben lambat sekarang. Biasanya jam 6 subuh kamu udah siap berangkat kerja." Sapa seorang gadis yang juga ngekos di tempat itu."Ya gini lah. Aku lembur kemarin, jadi hari ini masuk jam setengah sembilan." Jawabnya, "aku pake kamar mandi duluan ya.""Ya, pakek aja. Aku udah siap kok."Sarah bukan tidak memiliki keluarga sebenarnya. ia mas
"Ngapain lagi kamu di sini? Mau minta uang sama suami saya lagi?!" Teriakan nyaring memenuhi gendang telinga Sarah. Ia mendengus kesal menatap wanita di depannya. Wanita yang dinikahi ayahnya tiga tahun lalu dan meninggalkan ibunya. Setahun berselang ibunya meninggal karena tak kuat menahan kesedihan. Yang lebih gilanya setelah ibunya meninggal ayahnya datang untuk mengambil semua uang dan harta benda ibunya tanpa meninggalkan apapun pada Sarah.Jika bukan karena sakitnya, ia tidak akan sudi datang bertemu dengan pria ini lagi. Tapi hati kecilnya masih berharap ada setitik rasa ayahnya untuk peduli padanya."Apa salahnya aku minta uang, toh dia ayah aku juga. Kamu gak berhak ngelarang ya, Tan.""Halah, mau jadi benalu kamu. Gak ada uang satu sen buat kamu, kalau berani bapakmu itu kasih ku ceraikan saja dia sekalian!"Sarah mengusap dadanya, sunguh kerang ajar sekali mulut ibu tirinya ini, bahkan tidak takut mengatakan cerai hanya untuk menakuti suaminya. Mana bapaknya gak berani men
"Awas!!!"Brakkk!!!Terlambat. Sarah sudah terjatuh terpental ke tengah-tengah jalan. Untung mobil itu cepat berhenti jika tidak habislah dirinya. Rasa sakit di tubuhnya membuat Sarah sulit bangun, tapi lebih dari itu ia kesal mendengar ucap pengendara itu yang malah menyalahkannya."Aduh, Mbak. Kalau jalan hati-hati dong, masa gak lihat mobil mau lewat." "Aduh, pak. Saya yang terluka kok di marahi sih. Saharusnya situ yang hati-hati bawa mobil,""Kok salah saya, Mbak. Kan situ yang nyebrang gak lihat-lihat, anda sengaja ya mau cari keuntungan!" Tudingan itu membuat muka Sarah memerah marah. "Lambe mu, pak! Kalau ngomong jangan sembarang, saya yang terluka udah tangung jawab anda untuk mengobati saya. Ini salah anda ya!!" Balasnya berteriak marah. Terang saja pria itu bergidik ngeri melihat Sarah mulai mengamuk tak ingin di salahkan.Davin yang menunggu di dalam mobil segera turun. Ia melihat sopirnya tengah bertengkar dengan seorang gadis di pinggir jalan, ia mendengus kesal. Seger
"Iya iya. Udah di bantu gini aku juga udah senang kali. Apalagi kalau di terima," ujarnya tersenyum manis membuat Dion berdecak malas.Sarah di minta menunggu dulu, sedangkan Dion naik ke lantai paling atas tempat hiburan itu untuk menemui pemilik rumah hiburan ini.Tok...tok...tok.Tiga kali ketukan baru terdengar suara seorang pria tua untuk menyuruhnya masuk. Dion melangkah masuk, seperti yang dia duga bos besar sedang bersama wanita-wanita nya di sing bolong seperti ini."Maaf, tuan mengangu.""Dion... Tidak masalah, ada yang ingin kamu katakan?"Dian mengangguk. Ia mengatakan apa yang Sarah Samapi di bawah tadi. Lama pria paruh baya itu terlihat berpikir, mungkin sedang menimbang-nimbang posisi apa yang pantas ia berikan pada gadis muda itu.****"Bagiamana?" Sarah tak sabar. Bahkan Dion belum duduk, ia sudah bertanya penuh harap. "Bos nerima aku nggak? Gimana kak?""Sabar, Sar. Kamu di terima kok,""Alhamdulillah!""Tapi..."Eh, ada tapinya?Sarah urung merasa bahagia saat Dion
Devan tidak tahu mengapa tapi ia merasa dalam dua kali pertemuan gadis di hadapannya telah berhasil menarik perhatiannya. Saat koleganya menggoda gadis ini ada rasa tak rela yang ia rasakan, bukankah ini salah?Sarah?Nama ini membuat ia tersenyum sendiri. Ia masih ingat bagaimana dengan polosnya gadis itu menerima uang yang dia berikan dengan kurang ajarnya di pinggir jalan, malah dia tidak peduli dengan luka di tubuhnya dan menatap berbinar pada lembaran merah yang tidak seberapa itu.Dan hari ini ia kembali bertemu dengannya. Masih dengan polosnya gadis itu menatapnya berbinar, tanpa sadar ia mengucapkan pikiran gila itu."Kalau mau uangku apa kau siap menjadi ja*angku?"Sungguh ia tidak tahu mengapa lagi-lagi ia tidak memikirkan perasaan gadis itu, ia berucap dengan spontan. Ia pikir ia akan mendapatkan tamparan, siapa sangka dengan gilanya gadis itu malah membalas ucapannya."Om bisa bayar berapa agar aku bisa jadi simpanan mu?" Telak gadis itu dengan senyum menyeringai membuat i
Sarah menatap layar ponselnya dengan mata sayu khas bangun tidur. Tak langsung mandi atau pun sarapan, Ia lebih tertarik membaca berita menarik di beranda ponselnya.'Keluarga bahagia. Nyonya Amora bersama sang suami tercinta menghabiskan waktu berlibur keliling Eropa. Pagi ini di kabarkan baru kembali setelah satu Minggu menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.'Sarah merasa akhir-akhir ini ia mulai tertarik mencari tahu semua tentang Pak Devan, dan berita pagi ini membuat dadanya berdesir melihat bertapa bahagia dua manusia itu berlibur bersama.Tak ada masalah sebenarnya. Hanya saja ada rasa iri yang menyerukan dalam hatinya melihat Davin tengah berpelukan mesra dengan istrinya sembari berpose romantis di bawah pepohonan yang berguguran."Huh, bahagia memang diperuntukkan untuk orang-orang berduit." Gumamnya.Semakin jarinya bergulir di layar ponsel semakin ia tertarik melihat Devan sang pria kaya yang memiliki kekayaan di mana-mana. Sarah jadi berpikir, bagaimana kalau dia di p
Apa ia harus terkejut sekarang. Bagaimana di tempat yang cukup sepi ini bisa-bisanya ia bertemu kembali dengan Pak Devan?"Kamu kenapa?" Sarah mengerjab saat tiba-tiba Devan mengambil tangannya dan memeriksa luka di kedua sikunya."Kamu terluka cukup parah. Kenapa tidak di obati?""Kenapa Pak Devan ada di sini?" Bukan menjawab ia balik bertanya, "lepas, pak! Nanti ada yang lihat," Devan hanya diam. Dia tak melepaskan Sarah, malah ia menarik gadis itu untuk masuk kedalam mobilnya. Awalnya Sarah menolak, tapi Devan bukan orang yang mudah di tolak dia tetap memaksa gadis itu mengikutinya."Masuk!""Tapi pak...""Udah, kamu gak usah membantah. Lihat itu pakaian mu sudah robek," ujarnya tetap mendorong tubuh Sarah memasuki mobilnya.Sarah hanya bisa pasrah. Padahal ia sudah ketar-ketir, melihat sikap Devan yang sok dekat ini membuat ia sedikit malu. Ia baru sadar ternyata pria itu sendiri yang menyetir mobilnya, bukan dengan supirnya yang tua kemarin."Eh, bapak mau bawa saya kemana?" "
Sarah merasa sangat senang saat pertama kali ia dapatkan gaji lagi, mana gajinya besar lagi. Lima juta, itu setara dengan gajinya dua bulan setengah di toko pakaian.Dengan uang ini ia bisa besok ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya, syukur-syukur jika ada kabar baik. Tapi kalau tidak ia akan menabung uang ini untuk beberapa bulan kedelapan, ia berharap sakitnya masih bisa menunggu."Sarah, kamu mau pulang?" Dion datang saat Sarah sudah selesai menyapu lantai dan menyusun botol-botol yang berserakan di atas meja barr.Sarah mengambil tasnya setelah pekerjaan selesai, mereka keluar dari sana dan begitu juga dengan Dion. Waktu sudah menunjukkan waktu 3 pagi, cukup telat pulang dari biasanya karena Bar hari ini cukup ramain"Oh, iya kak. Kenapa?""Tidak. Aku dengar dari Yara kamu terluka, apa benar?"Sarah tersenyum mendengar perhatian kecil itu, "iya. Tadi kecelakaan lagi, jatuh dari motor. Tapi udah di obati kok, nih..." Ujarnya memberi tahu. Ia menunjukkan sikunya yang sudah d