Beranda / Pernikahan / Terpaksa jadi madu / 2. antara tiga pilihan

Share

2. antara tiga pilihan

Penulis: Raesi 11
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dua hari lagi akan diselenggarakan pernikahanku dengan pak Broto. Aku nggak mau, tapi ibu selalu memaksa. Sebenarnya aku lebih memilih membayar hutang itu dari pada harus menikah dengan pak Broto dan menjadi istri ke empat. Lima puluh juta, uang yang harus aku bayar agar terhindar dari pernikahan ini.

"Aku nggak punya uang sebanyak itu, aku harus bagaimna?". Gumamku lirih. Aku harus mencari cara agar bisa kabur dari pernikahan ini.

"Buk, sebaiknya kita jual saja rumah ini untuk membayar hutang". Ucapku memberi solusi.

"Kau sudah gila hah? Kalau kita jual rumah ini, kita mau tinggal dimana? Mau jadi gelandangan?". Teriak om Sani tidak setuju.

"Aku sedang tidak berbicara sama om ya, lagian ini rumah peninggalan almarhum bapak jadi om nggak berhak atas rumah ini". Aku melirik ibu yang masih diam termenung.

"Ayolah buk, aku nggak mau menikah sama pak Broto, dia pantasnya jadi kakekku, buk". Ingin sekali rasanya aku kabur dari rumah ini tapi aku sudah tidak punya pegangan uang sama sekali, benda berharga terakhir milikku sudah kujual untuk hidup sehari-hari. Benda untuk berkomunikasi itu hanya laku lima ratus ribu dan sudah habis.

"Kalau kau nggak mau menikah sama pak Broto, bagaimana jika kamu jual keperwananmu pada orang kaya, mereka pasti akan membayarmu sangat mahal, kau kan cantik dan bodimu seksi pasti banyak yang akan membelimu". Ucap om Sani menyeringai. Aku melongo, itu sih maumu om, jangankan orang kaya dirimu juga tergoda dengan tubuhku, gerutuku dalam hati.

Dua tahun lalu saat om Sani baru menikah dengan ibu selama satu minggu, ia berusaha memperkosaku saat ibu sedang kepasar, aku berontak dan menendang burungnya dengan keras, ia mengaduh lalu mengurungkan aksi bejatnya.

Aku adukan semua perbuatan om Sani padaku tapi ibu tak mempercayainya. Malah aku yang di salahkan karena om Sani telah memutar balikkan fakta dengan berkata kalau aku telah menggodanya.

"Buk, aku ini anak ibuk, anak kandung ibuk, tolong jangan dengar kata-kata om Sani, aku nggak mau menikah dengan pak Broto ataupun menjual diri, jangan paksa aku buk". Aku mengeluh, mengharap secuil belas kasihan dari ibu.

"Yang di katakan bapakmu benar, lebih baik kamu menjual diri, bukankah kamu tidak mau jadi istri ke empatnya pak Broto?". Ibu menatapku nanar.

"Aku nggak mau buk". Jawabku tegas.

"Lalu ibu harus bagaimana, Nina? Kamu ingin melihat ibuk masuk penjara?". Ibu berteriak menatapku tajam.

Tok! Tok! Tok!.

Suara pintu di ketuk dari luar.

"Permisi".

"Biar ibuk yang membukanya". Ibu beranjak dari ruang makan untuk membuka pintu.

Terdengar suara pintu terbuka, ibu mempersilahkan tamu itu masuk.

"Mau kemana?". Tanya om Sani saat aku melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

"BAB, kenapa? Mau ikut?". Jawabku datar. Om Sani menggeleng lalu munyusul ibu ke ruang tamu.

Aku merebahkan tubuhku ke kasur, apakah ini memang takdir yang harus aku jalani? Menikah dengan orang tua yang sudah bau tanah dan menjadi istri ke empat?

"Nina, sini nak". Suara ibu memanggilku. Tumben ibu memanggilku dengan embel 'nak'. Selama ini ibu tak pernah memanggilku dengan sebutan itu.

"Iya, buk". Aku beranjak dari tempat tidurku malas.

"Kenapa buk?". Tanyaku sambil melirik dua orang tamu, satu wanita paruh baya dan satu seorang pria tampan.

"Sini duduk dulu". Ibu menepuk kursi di sebelahnya, dengan terpaksa aku mendaratkan bokongku ke kursi yang keseluruhan terbuat dari kayu itu.

"Anaknya cantik ya, jeng". Wanita paruh baya itu melirikku sambil tersenyum.

Ada apa ini? Jangan-jangan mereka datang mau melamarku? Ah, akhirnya aku bisa terlepas dari rencana pernikahan gila ini. Iseng, aku melirik pria di samping wanita paruh baya itu, tampan dan berwibawa. Meski aku belum mengenalnya dengan senang hati aku akan menerima lamarannya jika itu memang niat mereka,dari pada harus jadi istri ke empat ya kan?.

"Jadi bagaimna jeng, kalian mau menerima lamaran kami?". Tuh kan, apa aku bilang.

Pria tampan itu terbatuk, dan menutup mulutnya dengan tangan kiri. Sebuah cincin menghiasi jari manis pria itu.

"Buk". Aku menyenggol tangan ibu agar melihat apa yang aku lihat.

"Hus, kamu diam saja". Bisik ibu.

"Kalian beneran mau melamar saya?". Tanyaku memberanikan diri.

"Iya".

Aku melirik ke arah pria itu.

"Mas sudah punya istri?". tanyaku sedikit ragu, meski sebenarnya aku sudah tau jawabannya.

pria di hadapanku terdiam cukup lama hingga akhirnya mengangguk.

"iya, saya sudah punya istri".

aku menghela napas panjang, sungguh aku tak ingin menyakiti hati wanita lain.

"tolonglah, kamu terima lamaran ini, menantuku itu mandul padahal aku ingin sekali menimang seorang cucu". ucap wanita paruh baya yang aku yakini sebagai ibu pria di hadapanku.

"baiklah, tapi dengan satu syarat, aku mau menerima lamaran ini dan jadi istri kedua jika istri kamu menyetujui dan ikhlas menerimaku sebagai madunya". terangku lalu meninggalkan mereka di ruang tamu.

"Batas waktunya sampai besok, dan bawa wanita itu agar aku bisa mendengar langsung jawaban darinya". Teriakku dari kamar.

Apakah keputusanku sudah tepat?

Bab terkait

  • Terpaksa jadi madu   3. pilihan sulit

    "kau harus menikah dengannya, Nina". ibu berteriak memaksaku untuk menikah dengan pria beristri."aku nggak mau, buk". aku menolak dengan tegas."kau punya tiga pilihan, Nina. menjadi istri kedua atau menjadi istri ke empat dan menjual diri". ibu mulai mengancamku."kenapa harus Nina, buk? yang punya hutang itu kalian". Aku terisak. Aku tadi malam memang memberikan harapan pada mereka, tapi setelah bertemu langsung dengan istri pria itu, hatiku jadi tak tega. Dia wanita berhijab, wajahnya sangat teduh, aku tak ingin merusak rumah tangganya dengan kehadiranku di tengah-tengah mereka. "Kau harus menentukan pilihanmu, Nina. Atau besok kamu harus mau menikah dengan pak Broto". Ucap ibu lalu meninggalkan ku sendirian di kamar.Lagi-lagi aku harus di hadapkan dengan pilihan yang sulit. Memangnya apa salahku hingga harus menjalani kehidupan yang menyedihkan ini.Apa aku biarkan saja ibuk di jebloskan ke penjara? Tapi aku nggak mau di cap sebagai anak durhaka, bagaimanapun surgaku masih ber

  • Terpaksa jadi madu   4. hari pertama

    Kicauan burung di pagi hari membangunkanku. Tubuhku rasanya pegal sekali, tidurku pun tak nyenyak. Apa karena aku sudah terbiasa dengan kasur yang keras? Jadi otomatis tubuhku menyesuaikan diri dengan kasur empuk yang terlihat nyaman ini.Aku melirik keseluruh ruangan, tak ada tanda-tanda dari pria yang kemarin telah sah menjadi suamiku. Aku pun tak mempedulikannya, toh palingan dia sedang bersama istrinya.Dengan langkah gontai, aku pergi ke kamar mandi. Pas pintu terbuka, aku terperangah. Kamar mandinya luas sekali, mungkin lebih luas kamar mandi ini dari pada kamarku yang dulu. Padahal aku telah memasukinya dua kali tapi aku masih saja takjub di buatnya.Aku menyalakan sower dengan asal."Aw, panas". Aku mengibaskan tanganku yang terkena percikan air panas. Aku segera mematikan sower. Aku teliti lagi, ada dua tanda di sana. Berwarna biru dan merah, mungkin artinya dingin dan panas.Sower kembali kunyalakan, kini air dingin yang keluar. Aku ingin mandi air hangat. Mungkin dengan me

  • Terpaksa jadi madu   5. sifat mertua

    "Pagi sayang". Mas Dion mengecup mesra kening mbak Kanaya saat berpapasan di bawah tangga. Duh irinya. Mereka benar-benar pasangan serasi. "Pagi mas". Mbak kanaya mengambil alih tas yang di bawa mas Dion."Sarapan, Dion". Mama berucap tanpa melirik mbak Kanaya sedikitpun."Iya, ma".Mereka berdua duduk berdampingan di depanku. Menurutku mereka benar-benar pasangan yang serasi. Mas Dion yang tampan dan mbak Kanaya yang cantik, benar-benar serasi bukan? Dan aku rasa, rasa cinta mereka terhadap satu sama lain sangat besar terlihat dari sorot mata mereka saat memandang. Andai saja selama lima tahun pernikahan mereka sudah di beri momongan mungkin aku tidak akan hadir di tengah-tengah mereka. Aku benar-benar iri pada mereka, saling setia satu sama lain walaupun akhirnya mas Dion terpaksa menjadikanku istri kedua. "Bagaimana malam pertama kalian?". Ucap Mama membuatku terbatuk.Aku melirik ke arah mas Dion, dia terlihat bingung dan serba salah. "Berjalan lancar kok ma". Ucapku tanpa ber

  • Terpaksa jadi madu   6. cemburu

    "Sedang masak apa mbak?". Tanyaku menghampiri wanita berhijab yang tengah berjibaku dengan alat-alat dapur."Bukan urusan kamu, sudah pergi sana. Jangan menggangguku". "Oh, sedang goreng ayam ya?". Aku melongok wajan di hadapannya. Minyak mendidih itu telah membuat ayam yang di rendamnya berubah kecoklatan."Capcai juga?". Aku melirik piring dengan capcai yang sudah siap saji. "Mau apa kamu?". Mbak Naya menghentikanku membuka kulkas berisi sayuran."Oh? Mau masak kangkung mbak, saya lagi kepingin soalnya". Aku mengambil satu ikat kangkung dan mencucinya."Kan sudah ada capcai, jangan mubazir makanan". Ucapnya dengan nada tidak suka."Tidak akan mubazir mbak, kalau mbak nggak mau masih ada orang lain yang akan memakannya. Kalau semua orang di rumah ini tidak mau biar saya yang menghabiskannya". Ucapku sambil menyiapkan bumbu. Lagian sudah tiga hari aku disini, aku jadi kangen kampung halaman. Biasanya aku sering masak kangkung yang di petik dari kebun sendiri jika tidak ada lauk buat

  • Terpaksa jadi madu   7. malam pertama

    Huufft. Aku benar-benar gedek sama mas Dion. Sudah dua minggu kita menikah tapi dia nggak pernah satu kali pun berniat menyentuhku. Bukan aku mengharapkannya tapi nanti nenek lampir itu pasti akan menggunjingku pada tetangga bahwa aku tak ada bedanya sama mbak Naya.Setiap malam gilirannya tidur di kamarku, mas Dion pasti lebih memilih tidur di sofa dan sibuk dengan ponselnya, seperti malam ini."Apa hapemu itu lebih menggoda dari pada saya?". Tanyaku mencoba memancing reaksinya."Kenapa? Kamu cemburu? Jangan pernah berfikir untuk mencintaiku karena cintaku hanya untuk istriku seorang, Kanaya". Dia menjawab sambil tetap fokus pada ponselnya."Kalau begitu, saya ini bukan istrimu? Lalu kenapa kamu nggak menceraikan saya?". Aku menutup tubuhku yang mulai terasa dingin dengan selimut hingga sebatas leher. Kenapa orang itu bisa betah dengan suhu ruangan yang dingin seperti ini? Kalau aku naikin suhu ac nya dia pasti akan ngedumel nggak jelas. "Kamu tetap istriku tapi hanya sebatas di ata

  • Terpaksa jadi madu   8. Saudara?

    Pagi ini aku tidak melihat mas Dion dimana-mana. Apa dia masih marah? Tapi itu kan bukan semuanya salahku. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."Dion mana Nin?". Tanya mama saat tak mendapati anaknya sarapan bersama.Kadang wanita yang berstatus mertuaku itu bisa berkata lembut dan sopan tapi jika sudah keluar julidnya galaknya minta ampun."Nggak tau ma, dari tadi aku nggak lihat mas Dion". Jawabku pura-pura cuek tentang keberadaan mas Dion."Mas Dion sudah pergi ke kantor ma, ada urusan katanya". Ucap mbak Naya datar."Oh, ya sudah. Ini uang buat belanja bulan ini. Ingat jangan boros". Mama menyerahkan beberapa lembar uang warna merah. Mungkin kalau di total dua atau tiga jutaan mungkin?"Iya ma". Mbak Naya menyimpan uang itu di kantong gamis yang di pakainya. "Mama mau pergi arisan dulu, nanti kalau mbok Sumi datang, bilang saja gajinya mama transfer nanti siang". Ucap mama lalu pergi meninggalkan ruang makan.Aku segera mendekati mbak Naya kepo. Masa sih uang bulanan mama yang k

  • Terpaksa jadi madu   9. Bulan madu

    "Ma, N-Naya minta uang belanja lagi ya?". Pinta mbak Naya takut-takut.Aku mengernyit. Bukankah baru tadi pagi mama memberikan mbak Naya uang belanja? Masa uang tiga juta dalam kurun setengah hari sudah habis? Sebenarnya kemana perginya uang itu?Prank.Mama membanting sendok dengan keras. Mama memandang mbak Naya sengit. "Uang? Uang apa hah? Bukannya baru tadi pagi mama kasih? Mau korupsi kamu?". Tanya mama penuh emosi."Hei, kamu itu jangan boros jadi istri. Sudah mandul, tidak pintar ngatur uang suami lagi. Bisanya jadi benalu". Ucap mama sinis."Ma". Mas Dion menginterupsi.Aku memandang iba mbak Naya. Mbak Naya menunduk takut, mbak pakai buat apa uang itu, mbak?, batinku bertanya-tanya. "Apa? Kamu mau membela istri mandulmu itu? Harusnya kamu ceraikan saja dia, Dion. Dasar benalu". "Ma, cukup. Bisa nggak sih ma, satu hari saja nggak ribut sama istri Dion? Naya itu mantu mama, istri aku ma".Mas Dion mengambil napas lelah. Mas Dion memijat keningnya, sepertinya dia lelah mende

  • Terpaksa jadi madu   10. Malam yang suram

    Aku tak bisa tidur, suara itu masih terngiang dalam kepalaku. Seakan terpatri dalam otakku, suara itu enggan pergi meski aku telah berusaha melupakannya."Ada apa dengan diriku? Biasanya aku biasa saja saat mendengar suara itu. Tapi sekarang, kenapa dadaku merasa begitu sesak?"Berbagai pertanyaan mulai memenuhi kepalaku. Bisa gila aku jika kepikiran terus."Apa aku sudah jatuh hati pada mas Dion?"Ah,jangan ngawur kau Nina, dia itu pria beristri! Kau nggak boleh jatuh cinta dengannya."Sadarlah Nina."Aku menggeleng kuat, mungkin otakku sudah konslet atau hatiku lagi eror itu adalah alasan yang paling kuat dan masuk akal yang bisa aku terima.Jam menunjukkan pukul dua dini hari, aku belum bisa tidur juga. Mungkin dengan mencari udara segar aku bisa berpikir jernih. Dengan langkah terjingkat dan hati-hati aku menuruni tangga, tak lupa aku menyumpal telingaku dengan earphone dan menyalakan musik dengan keras agar tak mendengar suara aneh itu lagi.Ceklek!Aku harus membuka pintu dengan

Bab terbaru

  • Terpaksa jadi madu   11. Kehangatan

    Badanku rasanya lemah lesu, tak ada lagi gairah yang aku rasakan. Rasanya ingin berbaring dan berbaring. Tak ada aktifitas yang bisa aku lakukan selain tiduran dan melamun. Mau main hape pun aku nggak sanggup. Kepalaku masih terasa pusing. Perutku lapar, tapi aku nggak bisa mengambilnya sendiri. Lagian ini baru jam enam pagi, bik Sumi pasti belum masak apalagi mbak Naya masih pergi katanya."Katanya mau buatin aku sup? Tapi kok nggak jadi-jadi?" Batinku kesal. Tubuhku kian meringkuk menahan dingin dan juga lapar. Kemana sebenarnya perginya mas Dion? Tunggu dulu, bukankah bik Sumi jam segini sudah datang? Tapi kenapa mas Dion tidak meminta bantuan bik Sumi buat gantiin bajuku tadi? Jangan-jangan tadi mas Dion cuma modus saja? Arggg, dasar kucing garong!.Ceklek!Suara pintu terbuka, aku segera pura-pura tidur. Suara langkah kaki kian mendekat."Bangun, aku tau kamu cuma pura-pura tidur." Ucap mas Dion terasa dingin. Aku menatap mas Dion kesal, dasar pria br**gs*k. Sok baik tapi tern

  • Terpaksa jadi madu   10. Malam yang suram

    Aku tak bisa tidur, suara itu masih terngiang dalam kepalaku. Seakan terpatri dalam otakku, suara itu enggan pergi meski aku telah berusaha melupakannya."Ada apa dengan diriku? Biasanya aku biasa saja saat mendengar suara itu. Tapi sekarang, kenapa dadaku merasa begitu sesak?"Berbagai pertanyaan mulai memenuhi kepalaku. Bisa gila aku jika kepikiran terus."Apa aku sudah jatuh hati pada mas Dion?"Ah,jangan ngawur kau Nina, dia itu pria beristri! Kau nggak boleh jatuh cinta dengannya."Sadarlah Nina."Aku menggeleng kuat, mungkin otakku sudah konslet atau hatiku lagi eror itu adalah alasan yang paling kuat dan masuk akal yang bisa aku terima.Jam menunjukkan pukul dua dini hari, aku belum bisa tidur juga. Mungkin dengan mencari udara segar aku bisa berpikir jernih. Dengan langkah terjingkat dan hati-hati aku menuruni tangga, tak lupa aku menyumpal telingaku dengan earphone dan menyalakan musik dengan keras agar tak mendengar suara aneh itu lagi.Ceklek!Aku harus membuka pintu dengan

  • Terpaksa jadi madu   9. Bulan madu

    "Ma, N-Naya minta uang belanja lagi ya?". Pinta mbak Naya takut-takut.Aku mengernyit. Bukankah baru tadi pagi mama memberikan mbak Naya uang belanja? Masa uang tiga juta dalam kurun setengah hari sudah habis? Sebenarnya kemana perginya uang itu?Prank.Mama membanting sendok dengan keras. Mama memandang mbak Naya sengit. "Uang? Uang apa hah? Bukannya baru tadi pagi mama kasih? Mau korupsi kamu?". Tanya mama penuh emosi."Hei, kamu itu jangan boros jadi istri. Sudah mandul, tidak pintar ngatur uang suami lagi. Bisanya jadi benalu". Ucap mama sinis."Ma". Mas Dion menginterupsi.Aku memandang iba mbak Naya. Mbak Naya menunduk takut, mbak pakai buat apa uang itu, mbak?, batinku bertanya-tanya. "Apa? Kamu mau membela istri mandulmu itu? Harusnya kamu ceraikan saja dia, Dion. Dasar benalu". "Ma, cukup. Bisa nggak sih ma, satu hari saja nggak ribut sama istri Dion? Naya itu mantu mama, istri aku ma".Mas Dion mengambil napas lelah. Mas Dion memijat keningnya, sepertinya dia lelah mende

  • Terpaksa jadi madu   8. Saudara?

    Pagi ini aku tidak melihat mas Dion dimana-mana. Apa dia masih marah? Tapi itu kan bukan semuanya salahku. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."Dion mana Nin?". Tanya mama saat tak mendapati anaknya sarapan bersama.Kadang wanita yang berstatus mertuaku itu bisa berkata lembut dan sopan tapi jika sudah keluar julidnya galaknya minta ampun."Nggak tau ma, dari tadi aku nggak lihat mas Dion". Jawabku pura-pura cuek tentang keberadaan mas Dion."Mas Dion sudah pergi ke kantor ma, ada urusan katanya". Ucap mbak Naya datar."Oh, ya sudah. Ini uang buat belanja bulan ini. Ingat jangan boros". Mama menyerahkan beberapa lembar uang warna merah. Mungkin kalau di total dua atau tiga jutaan mungkin?"Iya ma". Mbak Naya menyimpan uang itu di kantong gamis yang di pakainya. "Mama mau pergi arisan dulu, nanti kalau mbok Sumi datang, bilang saja gajinya mama transfer nanti siang". Ucap mama lalu pergi meninggalkan ruang makan.Aku segera mendekati mbak Naya kepo. Masa sih uang bulanan mama yang k

  • Terpaksa jadi madu   7. malam pertama

    Huufft. Aku benar-benar gedek sama mas Dion. Sudah dua minggu kita menikah tapi dia nggak pernah satu kali pun berniat menyentuhku. Bukan aku mengharapkannya tapi nanti nenek lampir itu pasti akan menggunjingku pada tetangga bahwa aku tak ada bedanya sama mbak Naya.Setiap malam gilirannya tidur di kamarku, mas Dion pasti lebih memilih tidur di sofa dan sibuk dengan ponselnya, seperti malam ini."Apa hapemu itu lebih menggoda dari pada saya?". Tanyaku mencoba memancing reaksinya."Kenapa? Kamu cemburu? Jangan pernah berfikir untuk mencintaiku karena cintaku hanya untuk istriku seorang, Kanaya". Dia menjawab sambil tetap fokus pada ponselnya."Kalau begitu, saya ini bukan istrimu? Lalu kenapa kamu nggak menceraikan saya?". Aku menutup tubuhku yang mulai terasa dingin dengan selimut hingga sebatas leher. Kenapa orang itu bisa betah dengan suhu ruangan yang dingin seperti ini? Kalau aku naikin suhu ac nya dia pasti akan ngedumel nggak jelas. "Kamu tetap istriku tapi hanya sebatas di ata

  • Terpaksa jadi madu   6. cemburu

    "Sedang masak apa mbak?". Tanyaku menghampiri wanita berhijab yang tengah berjibaku dengan alat-alat dapur."Bukan urusan kamu, sudah pergi sana. Jangan menggangguku". "Oh, sedang goreng ayam ya?". Aku melongok wajan di hadapannya. Minyak mendidih itu telah membuat ayam yang di rendamnya berubah kecoklatan."Capcai juga?". Aku melirik piring dengan capcai yang sudah siap saji. "Mau apa kamu?". Mbak Naya menghentikanku membuka kulkas berisi sayuran."Oh? Mau masak kangkung mbak, saya lagi kepingin soalnya". Aku mengambil satu ikat kangkung dan mencucinya."Kan sudah ada capcai, jangan mubazir makanan". Ucapnya dengan nada tidak suka."Tidak akan mubazir mbak, kalau mbak nggak mau masih ada orang lain yang akan memakannya. Kalau semua orang di rumah ini tidak mau biar saya yang menghabiskannya". Ucapku sambil menyiapkan bumbu. Lagian sudah tiga hari aku disini, aku jadi kangen kampung halaman. Biasanya aku sering masak kangkung yang di petik dari kebun sendiri jika tidak ada lauk buat

  • Terpaksa jadi madu   5. sifat mertua

    "Pagi sayang". Mas Dion mengecup mesra kening mbak Kanaya saat berpapasan di bawah tangga. Duh irinya. Mereka benar-benar pasangan serasi. "Pagi mas". Mbak kanaya mengambil alih tas yang di bawa mas Dion."Sarapan, Dion". Mama berucap tanpa melirik mbak Kanaya sedikitpun."Iya, ma".Mereka berdua duduk berdampingan di depanku. Menurutku mereka benar-benar pasangan yang serasi. Mas Dion yang tampan dan mbak Kanaya yang cantik, benar-benar serasi bukan? Dan aku rasa, rasa cinta mereka terhadap satu sama lain sangat besar terlihat dari sorot mata mereka saat memandang. Andai saja selama lima tahun pernikahan mereka sudah di beri momongan mungkin aku tidak akan hadir di tengah-tengah mereka. Aku benar-benar iri pada mereka, saling setia satu sama lain walaupun akhirnya mas Dion terpaksa menjadikanku istri kedua. "Bagaimana malam pertama kalian?". Ucap Mama membuatku terbatuk.Aku melirik ke arah mas Dion, dia terlihat bingung dan serba salah. "Berjalan lancar kok ma". Ucapku tanpa ber

  • Terpaksa jadi madu   4. hari pertama

    Kicauan burung di pagi hari membangunkanku. Tubuhku rasanya pegal sekali, tidurku pun tak nyenyak. Apa karena aku sudah terbiasa dengan kasur yang keras? Jadi otomatis tubuhku menyesuaikan diri dengan kasur empuk yang terlihat nyaman ini.Aku melirik keseluruh ruangan, tak ada tanda-tanda dari pria yang kemarin telah sah menjadi suamiku. Aku pun tak mempedulikannya, toh palingan dia sedang bersama istrinya.Dengan langkah gontai, aku pergi ke kamar mandi. Pas pintu terbuka, aku terperangah. Kamar mandinya luas sekali, mungkin lebih luas kamar mandi ini dari pada kamarku yang dulu. Padahal aku telah memasukinya dua kali tapi aku masih saja takjub di buatnya.Aku menyalakan sower dengan asal."Aw, panas". Aku mengibaskan tanganku yang terkena percikan air panas. Aku segera mematikan sower. Aku teliti lagi, ada dua tanda di sana. Berwarna biru dan merah, mungkin artinya dingin dan panas.Sower kembali kunyalakan, kini air dingin yang keluar. Aku ingin mandi air hangat. Mungkin dengan me

  • Terpaksa jadi madu   3. pilihan sulit

    "kau harus menikah dengannya, Nina". ibu berteriak memaksaku untuk menikah dengan pria beristri."aku nggak mau, buk". aku menolak dengan tegas."kau punya tiga pilihan, Nina. menjadi istri kedua atau menjadi istri ke empat dan menjual diri". ibu mulai mengancamku."kenapa harus Nina, buk? yang punya hutang itu kalian". Aku terisak. Aku tadi malam memang memberikan harapan pada mereka, tapi setelah bertemu langsung dengan istri pria itu, hatiku jadi tak tega. Dia wanita berhijab, wajahnya sangat teduh, aku tak ingin merusak rumah tangganya dengan kehadiranku di tengah-tengah mereka. "Kau harus menentukan pilihanmu, Nina. Atau besok kamu harus mau menikah dengan pak Broto". Ucap ibu lalu meninggalkan ku sendirian di kamar.Lagi-lagi aku harus di hadapkan dengan pilihan yang sulit. Memangnya apa salahku hingga harus menjalani kehidupan yang menyedihkan ini.Apa aku biarkan saja ibuk di jebloskan ke penjara? Tapi aku nggak mau di cap sebagai anak durhaka, bagaimanapun surgaku masih ber

DMCA.com Protection Status