Dua minggu berlalu tanpa harapan. Harapan Sylvi untuk mendapat bantuan hukum. Seorang penjaga wanita membangunkan nya yang hampir pingsan setelah dijadikan samsak hidup oleh tujuh wanita begundal .
"Tahanan 1234, ada tamu," teriak penjaga wanita itu."Tamu?" tanya Sylvi lirih. Secercah harapan timbul dibenaknya.Gadis bertubuh kurus itu tiba-tiba duduk dengan wajah berseri-seri, di balik luka lebamnya."Apakah itu William? Atau Om Stevan? Mungkin juga Tante Marina, atau Hani yang berubah pikiran?" gumamnya dalam hati."Namanya James Singgih," ujar penjaga wanita itu.Sylvi langsung terkulai lemas. Mau apa lagi singkong rebus basi itu menemuiku? Apa dia mau menertawakanku? geramnya kesal.Sylvi masih ingat pertemuan terakhirnya dengan James Singgih yang menyebalkan itu, tiga bulan yang lalu."Presdir, ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu," ujar Diana Pinkan, sekretaris Sylvi."Siapa?" Tanya Sylvi sambil terus menatap laporan keuangan yang baru saja diserahkan Diana beberapa jam yang lalu.Johan Waluyo, manajer keuangan yang baru bekerja di perusahaan itu selama tiga bulan, menitipkan laporan itu pada Diana. Pagi ini Sylvi datang terlambat ke kantor karena mobil yang biasa dia gunakan tiba-tiba rusak di tengah jalan dan dia harus membawa mobilnya ke bengkel langganannya setelah menghubungi mobil derek."Bapak James Singgih dari perusahaan properti Indah Perkasa," sahut Diana."Mau apalagi dia?" Tanya Sylvi geram saat mendengar nama itu.James Singgih adalah pemilik perusahaan properti saingannya. James selalu saja mencoba untuk merebut semua proyek yang berhasil Sylvi dapatkan melalui persaingan yang adil. Tapi dia juga lah yang selalu merasa tidak mendapatkan keadilan karena dia tak berhasil mendapatkan tender yang Sylvi miliki.James pria hidung belang itu selalu mengancam dengan alasan kedekatannya dengan para pejabat akan menghancurkan perusahaan Sylvi cepat atau lambat.Sungguh muak melihat wajahnya yang munafik itu. Terlebih lagi saat dia tersenyum mesum, Menjijikkan."Aku sibuk dan tidak ada waktu bertemu dengannya," ujar Sylvi ketus."Baik, Presdir" sahut Diana dan berbalik menuju meja kerjanya hendak memberitahu resepsionis untuk menolak kedatangan si James mesum itu.Belum sempat Diana berbicara di telepon, lelaki bertubuh tambun dengan perut buncit itu sudah ada di depan ruangan Sylvi dan masuk begitu saja tanpa Permisi.Lima orang pengawal di belakangnya sedang menahan petugas keamanan perusahaan yang berusaha menghalangi mereka."Hahahaha.... Presdir Sylvi Anugrah, lama tak bertemu denganmu."Suara beratnya itu sungguh memekakkan telinga dan membuat mood Sylvi makin hancur berantakan.Laporan keuangan tahunan yang gak sinkron, mobil rusak saat di perjalanan, sekarang ditambah lagi dengan kehadiran singkong rebus basi yang merusak aroma penciuman.Entah wewangian apa yang dipakai laki-laki itu, aromanya seperti bau singkong rebus yang sudah basi di hidung Sylvi yang sensitif."Kurang ajar. Apa kamu gak pernah di ajarkan sopan santun saat di sekolah dulu?" bentaknya kesal."Makiiiiinn cantik kalo udah marah begitu. Aku suka. Aku suka. Hahahaha..." ujarnya tak tahu malu."Bajingan..." ucap Sylvi dengan nada suara tertahan."Duduk dulu. Kita bisa kan bicara baik-baik?" ujarnya sambil duduk di sofa di depan meja kerja dan tersenyum mesum. Menggelikan."Ini kantorku. Apa hak mu memerintah aku?" bentak Sylvi makin galak."Oh baiklah. Terserah kamu saja mau duduk atau berdiri. Yang terpenting, kau tetaplah wanita pujaan hatiku, nona Sylvi yang baik hati," ujarnya sarkas dan semakin membuat dada Sylvi sesak karena emosi.Melihat wajah Sylvi yang sudah merah padam karena marah, dia buru-buru bicara."Oke. Langsung ke inti permasalahan saja ya. Perusahaan ini akan segera ku ambil alih dalam waktu 1 bulan," ucapnya sombong."Apa maksudmu?" bentak Sylvi keras.James mengeluarkan sebuah amplop coklat berukuran besar dari tas kerjanya lalu mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam amplop."Baca ini," ujarnya sambil meletakkan lembaran kertas itu di atas meja sofa.Dari jarak yang tak terlalu jauh, Sylvi bisa melihat tanda tangan dan stempel perusahaannya di bagian bawah kertas itu.Tampaknya surat itu seperti surat perjanjian dengan perusahaanku. Tapi perjanjian apa? Sejak kapan aku membuat surat perjanjian dengan orang mesum itu? pikir Sylvi mulai gusar."Ayo lihatlah. Jangan bertanya-tanya seperti itu donk, sayang," ujarnya santai.Suaranya yang memuakkan membuat perut Sylvi mual seketika. Tapi rasa penasaran saat melihat stempel perusahaan membuatnya berjalan ke arah sofa dan mengambil lembaran kertas itu."Apa?" teriaknya sambil membelalakkan mata karena terkejut dengan isi surat perjanjian itu."Apa-apaan ini?" teriaknya lagi karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca."Hahahahaa... Aku beri kamu waktu 1 bulan untuk mengosongkan perusahaan ini dan angkat kaki segera. Jika tidak, aku akan menuntut kamu ke pengadilan dan menjebloskanmu ke penjara," ujarnya menantang di iringi suara tawa menjijikkan yang masih terdengar bahkan saat dia sudah meninggalkan ruangan kerja Sylvi."Dianaaaa..." teriaknya memanggil Diana yang dari tadi tak berani masuk karena ada penjaga si singkong rebus basi itu."Ya, Presdir," ujar Diana sedikit gemetar."Lihat. Baca ini. Sejak kapan aku punya perjanjian seperti ini sama manusia biadab itu?" ujar Sylvi sambil menyodorkan beberapa lembar kertas padanya.Diana meraih kertas itu dan ikut membelalakkan matanya. Dia pun tak percaya dengan apa yang tertulis di atas kertas itu."Bagaimana mungkin ada perjanjian seperti ini, Presdir?" ujarnya gugup. Tangannya bergetar hebat dan matanya berkaca-kaca.Sylvi membuka laci meja kerjanya dan meraih kotak obat kecil disana. Beberapa butir obat sakit kepala sebelah ditenggak sambil meminum air putih yang sudah tersedia di atas meja.Diana masih terpaku di tempatnya semula dengan kondisi sama seperti tadi.Surat perjanjian yang baru saja diserahkan James itu berisi tentang pengalihan aset perusahaan Anugrah Sejati pada James jika saja hutang Sylvi padanya tidak dibayarkan selama 6 bulan. Dan perjanjian itu berakhir tepat hari ini.Di lembar kertas berikutnya tertulis bahwa Sylvi berhutang pada James sebanyak 150 miliar padanya dalam bentuk uang Cash.Uang Cash? 150 miliar? Apa mungkin?Dan gilanya lagi, di atas dua lembar kertas itu tercantum tanda tangan Sylvi dan stempel perusahaan Anugrah Sejati."Gak mungkin. Gak mungkin terjadi. Aku tidak pernah berhutang apapun pada James apalagi sampai menandatangani surat itu. Itu pasti palsu," pikir Sylvi yang baru pulih dari keterkejutan dan mulai berpikir jernih sekarang.Dia mengambil ponsel dan menghubungi James.Beberapa panggilan tak tersambung. Sylvi bahkan makin panik sekarang."Bagaimana kalau surat itu memang asli? Dalam waktu 1 bulan, aku harus menyerahkan perusahaanku pada James?" teriaknya kesal.Dasar singkong basi sialan, awas saja kau nanti.Sylvi langsung menghubungi pengacara andalannya dan membuat janji temu dengannya sore nanti.Setelah jam kerja usai, Sylvi buru-buru menemui pengacaranya di tempat yang sudah mereka sepakati."Surat ini asli. Dan biasanya, surat perjanjian seperti ini dibuat dua rangkap agar bisa dipegang masing-masing pihak," ujar William Neil, pengacara blasteran Jerman yang memiliki kewarganegaraan Indonesia.Ucapannya membuat Sylvi membeku tak berdaya. Benar-benar di luar nurul. Sejak kapan aku menandatangani surat perjanjian seperti itu? pikirnya kesal."Tapi aku gak pernah punya hutang piutang sama dia, Will," ujarnya lirih."Apalagi pakai surat perjanjian gini," lanjut Sylvi dengan nada suara menahan tangis."Masalahnya adalah, bagaimana mungkin tanda tanganmu ada di atas surat perjanjian ini jika bukan kamu sendiri yang menandatangani nya? Bahkan ada stempel perusahaan segala," ujar William bingung."Apa ada orang dekat yang menjebakmu?" Tanya William lagi.Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.Ciiiittttt...Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa
"Haii nona cantik. Gimana kabarmu hari ini?" Tanya James dengan wajah ceria."Gak usah basa-basi. Kau bisa lihat sendiri kabarku seperti apa," sahut Sylvi ketus."Hmm... Hahahaha... Ah.. sungguh disayangkan, kau tidak mengikuti saranku waktu itu. Andai saja kau menuruti permintaan ku, pastinya kau tidak akan babak belur seperti sekarang," sinis James yang membuat Sylvi muak.James pernah menemuinya di rumah tahanan sehari sebelum sidang putusan dibacakan. James meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dengan begitu pria berperut buncit itu akan menyelamatkannya dari tuduhan pembunuhan. Sylvi saat itu merasa yakin akan memenangkan perkara tersebut karena ada William. Namun dia tidak menyangka, setelah pertemuannya dengan James Singgih hari itu William pun datang dan mengatakan bahwa dia tidak akan melanjutkan perkara itu lagi dan menolak untuk naik banding. William menyuruh Sylvi untuk mencari pengacara lain tapi tentu saja Sylvi tidak bisa melakukannya karena dia sudah tidak memil
Di sudut lain rumah tahanan itu, ada tempat berolahraga khusus untuk para penjaga. Namun tempat itu sangat jarang digunakan karena para penjaga rumah tahanan lebih memilih untuk bersantai daripada berolahraga.Dhani menyuruh Sylvi datang ke tempat itu setiap sore. Meskipun hanya ada samsak yang sudah kumuh dan beberapa barbel yang sudah lama terbengkalai, namun semua itu masih bisa digunakan."Hari ini, keluarkan semua perasaanmu pada samsak tinju itu. Tanpa menggunakan alat apapun dan sarung tinju, kamu harus bisa mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu sendiri," perintah Dhani tanpa menatap Sylvi.Dhani tak berani sedikitpun menatap wajah gadis malang itu lagi karena dia akan merasa sangat sedih. Tapi dia bertekad akan mengajari beberapa gerakan tinju untuk bekal Sylvi membela diri.Melihat Sylvi hanya diam terpaku di depan samsak yang tergantung, Dhani mulai mempermainkan emosi gadis itu."Orang yang sudah merebut perusahaanmu, siapa namanya?" Tanya Dhani santai."James Singgih," s
Keesokan harinya, Dhani sudah berada di tempat olahraga itu menunggu kedatangan Sylvi. Sudah jam 5 sore tapi Sylvi tak kunjung datang.Saat Dhani hendak meninggalkan tempat itu karena dia harus bekerja, sosok gadis yang ditunggunya tampak berjalan terseok-seok ke arahnya."Maaf, aku datang terlambat," ucap Sylvi saat langkahnya terhenti tepat di depan Dhani.Dhani tampak gusar saat mengetahui kondisi gadis malang itu semakin memprihatinkan. Ingin rasanya dia membalas perbuatan orang-orang yang sudah menyiksa Sylvi tanpa ampun. Tapi dia tahu posisinya saat ini, dia tidak berhak untuk ikut campur."Kalau tidak bisa latihan, sebaiknya kamu istirahat saja," ujar Dhani sambil memalingkan wajahnya. Hatinya tercabik-cabik melihat pemandangan di depan matanya namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku....bisa..." sahut Sylvi sambil berjalan ke arah samsak yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya."Ada barbel di sudut sana. Kau bisa belajar mengangkat beban berat untuk menguatkan
Sagi tiba di rumah kontrakan nya tepat jam 7 malam. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah tahanan pada jam 6 sore, dia akan berjalan kaki untuk menghemat pengeluaran. Waktu yang dia butuhkan untuk berjalan menuju rumah kontrakan nya adalah 1 jam, tapi dia tidak pernah mengeluh.Siapa tahu dengan berhemat, aku bisa menabung dan membelikan rumah sederhana untuk gadis kecilku, Ziana.Tepat saat dia membuka pintu rumahnya, Sagi dikejutkan dengan kedatangan Dhani yang sudah berdiri di belakangnya."Selamat malam, Pak Sagi," sapa Dhani dengan sopan."Pak Dhani," seru Sagi gembira. Dhani duduk di lantai rumah kontrakan Sagi yang hanya berukuran 3x5 meter itu setelah dipersilahkan oleh tuan rumah. Tidak ada sofa atau kursi, tidak ada hiasan dinding dan ornamen apapun di tembok polos dengan cat yang sudah mengelupas. Diruangan itu hanya ada sebuah kasur tipis yang sudah lusuh di sudut ruangan dan sebuah kipas angin kecil yang sering rusak."Saya bawa dua bungkus nasi goreng. Kita makan
"Tidaaakkkkkk...." teriak Sylvi sekuat tenaga. Dia tidak mau mati di penjara. Dia tidak mau semua usahanya gagal hari ini. Dia tidak mau mati di tangan dua dari tujuh wanita begundal sialan itu.Namun injakan kaki Markijem benar-benar membuatnya sesak dan tak bisa bergerak."Berhenti!!!"Suara Pak Sagi terdengar cukup lantang di telinga Sutiwe dan Markijem. Kaki Sutiwe yang melayang di udara dan hendak mendarat di dada Sylvi pun langsung terhenti dan membuat tubuhnya oleng. Sutiwe terjatuh di samping Sylvi yang masih memegang kaki Markijem yang berat."Kalian mau bunuh orang?" Tanya Sagi berang sambil mendorong tubuh Markijem agar Sylvi bisa terlepas dari injakan kaki wanita kejam itu.Sagi membantu Sylvi bangun dari lantai kamar mandi. Berkali-kali gadis malang itu terbatuk dengan nafas sesak. "Mba Sylvi gak apa-apa?" Tanya Sagi khawatir. Untung saja dia datang tepat waktu. Kalau tidak, bisa-bisa gadis itu sudah tinggal nama malam ini."Heh tukang sapu kerempeng, lu pikir lu siapa?
Sylvi tak dapat menggambarkan perasaannya kali ini. Terkejut sekaligus senang mendengar penjelasan Dhani, tapi dia juga bingung kenapa dia bisa dipindahkan ke sel tahanan baru itu. "Ngomong-ngomong, kamu kerja disini sekarang?" Tanya Sylvi pada Dhani yang kembali melangkah."Ya, baru hari ini. Dan seharian ini aku sibuk mengurus administrasi kepindahanku kesini. Untungnya tadi sore sempat ketemu sama Pak Sagi. Kalau tidak..." sahut Dhani terputus."Kalau tidak apa?" Tanya Sylvi penasaran. "Kalau tidak, kamu udah jadi bakwan jagung hari ini, hihihi..." sahut Dhani terkikik.Sylvi menghentikan langkahnya menyadari keberuntungannya hari ini. Benar, mukjizat itu ada. Dan malaikat penolongku datang tepat waktu. Terima kasih Pak Sagi, terima kasih Dhani. Semoga aku bisa membalas kebaikan kalian suatu saat nanti, gumamnya dalam hati.Melihat Dhani berbelok di ujung koridor, Sylvi berlari mengejar Dhani yang terus berjalan. Dhani berhe
Tepat jam 7 malam Sylvi mengajak Mery untuk makan malam di aula rumah tahanan. Mery yang belum terbiasa merasa enggan bertemu dengan narapidana lainnya di tempat itu."Tidak apa-apa. Kan ada saya, Bu Mery," bujuk Sylvi. Mery akhirnya mengikuti Sylvi yang melangkah lebih dulu. Sebenarnya dia enggan pergi ke aula, tapi karena perutnya lapar karena dia sering lupa makan belakangan ini, mau tidak mau dia mengikuti Sylvi untuk sekedar mengisi perutnya.Untung ada Sylvi, kalau tidak, aku bisa puasa lagi setahun disini, pikirnya.Saat hampir tiba di aula, Sylvi menghentikan langkahnya sambil melihat ke kiri dan ke kanan."Kamu cari siapa?" Tanya Mery bingung. "Mmm...ahh... enggak," sahut Sylvi gugup dan kembali melangkah menuju aula.Tangan Sylvi gemetar saat mengambil nasi, tahu, tempe dan sayur kangkung. Dalam hatinya dia berharap tidak bertemu lagi dengan tujuh wanita begundal itu.Mery mengikuti semua gerakan Syl
Sesampainya di rumah, Sylvi langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Mery yang tersenyum saat membuka pintu.Begitu juga dengan Kyle yang langsung naik ke lantai dua dan menutup pintu kamarnya dengan keras.Mery bergegas menutup pintu setelah terperangah beberapa saat. Sedikit berlari, wanita paruh baya itu menuju ke kamar Sylvi dan mengetuk pintu."Masuk," sahut Sylvi dari dalam kamar dan sudah menduga siapa yang mengetuk pintu kamarnya."Ada apa? Apa kalian bertengkar?" Tanya Mery lembut sambil duduk di samping Sylvi di tepi ranjang."Aku menghabiskan uang 300 juta dan dia menyuruhku membuang semuanya karena itu semua barang murahan, katanya," sungut Sylvi dengan wajah cemberut."Memangnya, berapa banyak belanjaanmu dengan harga 300 juta itu?" Tanya Mery lagi."Banyak. sepuluh set pakaian kerja, tiga pasang sepatu, alat-alat make-up dan sebotol parfum," sahut Sylvi masih kesal."Hihihhii...." Mery terkikik geli mendengar jawaban Sylvi yang polos."Kok Bu Mery mal
"Pak Kahar langsung kembali ke rumah aja, ya," ujar Sylvi sebelum turun dari mobil saat mobil yang dikendarai Kahar itu berhenti di Lobby perusahaan Knight World. "Ee..tapi..." Kahar tak mampu menyelesaikan kalimatnya saat melihat Sylvi sudah menutup pintu dan berlari masuk ke gedung perkantoran mewah itu.Petugas keamanan merangkap supir itu hanya menghela nafas ringan menatap ke arah Sylvi yang terus berlari dengan baju kerja yang baru digantinya di kamar pas pusat perbelanjaan tadi.Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan aman, Kahar mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu menulis sebuah pesan teks.Tok Tok TokSekretaris CEO mengetuk pintu ruangan Kyle yang sedang mendiskusikan beberapa pekerjaan dengan Bobby."Mr. Kyle, nona Sylvi datang untuk menemui anda," ujarnya setelah mengetuk pintu."Masuk," sahut Bobby yang tahu perihal kedatangan gadis itu.Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis muda yang semakin hari terlihat semakin cantik di mata
Pagi ini, suasana sarapan di meja makan lebih hangat dari sebelumnya.Mery sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam yang masih panas ke atas meja. Sylvi membuatkan kopi untuk Kyle. Sementara sang Tuan Muda hanya diam memperhatikan kesibukan dua wanita beda generasi itu."Silahkan di makan, Tuan Muda," ucap Mery sambil meletakkan mangkuk sup di depan Kyle."Ini kopinya," ucap Sylvi pula. Gadis itu ikut duduk di kursi dan memulai sarapannya. "Bu Mery, sup ayamnya enak sekali," puji Sylvi setelah menyesap satu sendok sup panas itu perlahan-lahan.Mery tersenyum mendengar pujian itu. Tapi yang membuatnya lebih bahagia adalah saat melihat wajah bahagia gadis yang sudah seperti anaknya sendiri itu.Setelah sarapan nanti, aku akan berikan buku tabunganku pada Sylvi, agar dia bisa membeli pakaian kerja yang baru, pikir Mery masih tersenyum. Sylvi bangkit dari tempat duduk setelah menghabiskan sarapannya."Aku berangkat ya, Bu Mery, K-Kyle," ujarnya sedikit gugup saat menyebut nama Kyle."Kau m
Anugrah Sejati, perusahaan properti milik Sylvi Anugrah itu tetap berjalan seperti biasa selama gadis itu berada di dalam rumah tahanan. Tentu saja dibawah kendali James Singgih yang telah merebut perusahaan itu dengan cara licik. Tanpa bukti, tentu saja Sylvi tidak bisa menggugat dan membuktikan kecurangan yang telah dilakukan si singkong rebus basi itu. "Aku harus bisa menemukan siapa penghianat dalam perusahaanku. Tekadku sudah bulat, siapapun yang telah mencuri atau memalsukan tanda tangan dan stempel perusahaan Anugrah Sejati akan di seret ke meja hijau," ucap Sylvi mantap.Tatapan mata lembut yang biasa terpancar dari mata kecilnya itu, kini tampak berapi-api dan penuh semangat.Ya, Aku harus bangkit dari segala keterpurukanku selama ini. Tawaran Kyle adalah satu-satunya jalan tercepat untuk mewujudkan semua itu, pikirnya."Tapi kan butuh waktu yang tidak sebentar, Vi," ucap Bobby ragu."Tentu saja. Sesuai janji Tuan Muda Kyle, setelah satu tahun perusahaan Anugrah Sejati akan
Tepat jam tujuh malam, Mery sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja makan. Kyle dan Sylvi duduk bersebrangan di meja makan berukuran besar itu.Tak ada pembicaraan selain suara denting sendok dan piring yang saling bercengkrama selama hampir tiga puluh menit lamanya.Mery memperhatikan mereka berdua dari balik kulkas besar yang terletak di samping kitchen set di dapur."Kenapa mereka berdua diam saja? Memang Tuan Muda tidak suka bicara saat sedang makan, tapi kenapa wajahnya seperti sedang marah besar? Wajah Sylvi juga aneh, tidak biasanya dia cemberut seperti itu. Dari tadi siang dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun padaku," gumam Mery dalam hatinya."Apa kau sudah memikirkan ucapanku tadi?" Tanya Kyle tiba-tiba setelah dia menghabiskan makan malamnya.Sylvi yang sejak tadi berusaha mengunyah makanan langsung menghentikan kegiatannya. Tenggorokannya terasa pahit dan lidahnya kelu. Dia mendadak jadi pendiam semenjak bertemu Kyle di kantornya tadi.Lima menit tanpa jawab
Sepanjang perjalanan pulang, Sylvi bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir mungilnya.Mery dan Kahar ternyata menunggunya di tempat parkir sedari tadi. Setelah mendapat pesan dari Bobby, Kahar bergegas mengemudikan kendaraannya dan menghampiri gadis itu tepat di depan lobby perusahaan Knight World itu.Sylvi yang tergesa-gesa meninggalkan perusahaan itu karena kesal dengan tawaran Kyle, baru menyadari bahwa mobil yang dikendarai Kahar sudah berada tepat di hadapannya.Bahkan Mery yang menyapanya saat gadis itu masuk ke dalam mobil tak dihiraukan nya sedikitpun pun."Apa yang dia maksud? Kenapa aku harus menikah dengannya agar perusahaan itu kembali menjadi milikku? Aku bahkan sempat lupa bahwa aku pernah memiliki perusahaan property yang ku bangun dengan jerih payah sendiri selama lima tahun.""Awalnya dia bilang aku harus membayar 700 miliar untuk menembus perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, dia malah menawarkan untuk menikah dengannya dengan kompensasi selama satu tahun per
Suasana ruangan CEO itu kini tampak mencekam. Sylvi yang sedang menangis sesenggukan, Kyle yang sedang menatap tajam ke arah gadis yang bersimbah air mata dan Bobby yang panik berada di antara mereka berdua. "Duhhhh..." ucap asisten CEO itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba Sylvi bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar."Saya permisi," pamitnya sambil mengusap airmata di wajahnya.Bobby kembali tercengang dengan situasi saat ini. Kyle pun terkejut dengan sikap Sylvi yang tidak masuk akal."Perusahaanmu sekarang sudah jadi milikku. Sekarang kau kembali bekerja di perusahaan itu dan tetap sebagai presiden direktur disana," teriak Kyle kesal.Sontak langkah kaki Sylvi terhenti. Tangannya yang sudah menggenggam gagang pintu terlepas begitu saja saat mendengar teriakan Kyle."Apa?" Tanya Sylvi tak percaya.Kyle menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya.Bobby pun terlihat bernafas lega. Melihat Sylvi tak jadi me
Bobby membuka pintu dan mempersilahkan Sylvi untuk masuk."Masuk, Vi," ujar Bobby santai. Karena yakin yang datang adalah Sylvi, asisten CEO Kyle Knight itu mempersilahkan tanpa melihat ke arah orang yang berdiri di depan pintu.Sylvi sedikit terkejut dengan panggilan itu. Sepertinya mereka sudah mulai akrab sekarang, pikirnya.Sementara itu Kyle merasa geram dengan ucapan Bobby yang seakan-akan sangat lemah lembut pada Sylvi dan memanggilnya dengan nama panggilan yang akan terdengar lebih akrab dari sebelumnya."Pintar cari muka," gerutu Kyle dalam hati.Namun kekesalan di hatinya terhenti seketika saat menatap seorang gadis yang tampak berbeda dari Sylvi. Gadis itu seperti seorang wanita karir yang akan menegosiasikan kerja sama dengannya dan tidak seperti Sylvi yang biasa dia lihat sebelumnya. Di belakang pintu yang sudah tertutup, Bobby pun sedang menatap ke arah gadis yang sama dengan mulut menganga dan mata melotot.Dia yakin tadi dia mendengar suara sekretaris menyebut nama Sy
"Kamu harus ke salon," ujar Mery santai.Mery merasa sudah tidak cukup waktu untuk berbelanja alat kosmetik lagi, jadi sebaiknya langusng ke salon saja. Sylvi mau tidak mau mengikuti langkah kaki Mery dengan enggan. Pakaian, sepatu, salon. Semua itu sudah menghabiskan uang sekitar dua puluh lima juta. Memangnya aku bisa dapat pekerjaan apa saat ini?Kalau dulu saat dia memimpin perusahaannya sendiri, dia mematok gajinya hanya lima puluh juta perbulan. Dengan bonus tahunan sebesar apapun, dia akan gunakan untuk menambah aset perusahaannya.Dari sisa uang gaji bulanan yang dia terima, Sylvi bisa menyimpan hampir tiga puluh juta perbulan setelah digunakan untuk biaya hidupnya yang cukup sederhana, biaya perawatan dan keamanan apartemen yang dia tempati, dan juga uang bulanan untuk Marina sebanyak lima juta selama tiga tahun terakhir sebelum dia di penjara.Setelah berbicara dengan beberapa orang pekerja salon, Mery menyuruh Sylvi duduk di s