Sylvi tak dapat menggambarkan perasaannya kali ini. Terkejut sekaligus senang mendengar penjelasan Dhani, tapi dia juga bingung kenapa dia bisa dipindahkan ke sel tahanan baru itu.
"Ngomong-ngomong, kamu kerja disini sekarang?" Tanya Sylvi pada Dhani yang kembali melangkah."Ya, baru hari ini. Dan seharian ini aku sibuk mengurus administrasi kepindahanku kesini. Untungnya tadi sore sempat ketemu sama Pak Sagi. Kalau tidak..." sahut Dhani terputus."Kalau tidak apa?" Tanya Sylvi penasaran."Kalau tidak, kamu udah jadi bakwan jagung hari ini, hihihi..." sahut Dhani terkikik.Sylvi menghentikan langkahnya menyadari keberuntungannya hari ini. Benar, mukjizat itu ada. Dan malaikat penolongku datang tepat waktu. Terima kasih Pak Sagi, terima kasih Dhani. Semoga aku bisa membalas kebaikan kalian suatu saat nanti, gumamnya dalam hati.Melihat Dhani berbelok di ujung koridor, Sylvi berlari mengejar Dhani yang terus berjalan. Dhani berheTepat jam 7 malam Sylvi mengajak Mery untuk makan malam di aula rumah tahanan. Mery yang belum terbiasa merasa enggan bertemu dengan narapidana lainnya di tempat itu."Tidak apa-apa. Kan ada saya, Bu Mery," bujuk Sylvi. Mery akhirnya mengikuti Sylvi yang melangkah lebih dulu. Sebenarnya dia enggan pergi ke aula, tapi karena perutnya lapar karena dia sering lupa makan belakangan ini, mau tidak mau dia mengikuti Sylvi untuk sekedar mengisi perutnya.Untung ada Sylvi, kalau tidak, aku bisa puasa lagi setahun disini, pikirnya.Saat hampir tiba di aula, Sylvi menghentikan langkahnya sambil melihat ke kiri dan ke kanan."Kamu cari siapa?" Tanya Mery bingung. "Mmm...ahh... enggak," sahut Sylvi gugup dan kembali melangkah menuju aula.Tangan Sylvi gemetar saat mengambil nasi, tahu, tempe dan sayur kangkung. Dalam hatinya dia berharap tidak bertemu lagi dengan tujuh wanita begundal itu.Mery mengikuti semua gerakan Syl
Mery seketika bangkit dari kasurnya dan memeluk tubuh kurus Sylvi yang tinggal tulang itu. Semakin erat dia memeluk, semakin dia merasakan penderitaan gadis malang yang kini satu sel dengannya.Dalam hatinya dia berjanji akan mengadukan kemalangan gadis itu pada Kyle, anak majikannya. Mery tahu Kyle mewarisi sifat Ibunya yang telah meninggal dunia. Meskipun perawakannya tampak dingin dan kejam seperti Ayahnya, tapi dia memiliki hati yang lembut. Mery dan Sylvi tidur berpelukan. Seakan memperlakukan Sylvi seperti anaknya sendiri, Mery terus menerus mengelus kepala gadis itu dengan lembut.Sylvi hening dalam pelukan wanita setengah baya yang seusai dengan Mamanya itu. Dia hanyut dalam belaian kasih sayang layaknya seorang Ibu pada Anaknya. Matanya terpejam dalam dekapan cinta yang telah lama hilang dalam sanubari nya.Mereka terbangun di pagi hari yang cerah. Semua narapidana bersiap untuk sarapan.Setelah sarapan keesokan harinya, Mery dipanggil oleh petugas karena ada tamu yang berku
Sutiwe, Markijem dan Gimbal terduduk lemas di samping tembok sel. Sementara Jamilap dan Konipah menangis terisak-isak sambil menahan lapar. Maimuncrat dan Saritem berjalan mondar mandir di dalam sel sempit yang hanya berukuran tiga kali tiga meter itu."Lu bedua mau mati? Pusing tau!!!" bentak si Gimbal sambil menatap tajam ke arah Maimuncrat dan Saritem. Mereka berdua terkesiap dan langsung duduk di samping Jamilap dan Konipah, lalu ikut menangis."Kayaknya kita sengaja dikerjain, deh," ujar Sutiwe kesal.Markijem juga merasakan hal yang sama. Dia diam sejak tadi memikirkan siapa Dhani sebenarnya. "Orang baru itu sengaja mengerjai kita? Jangan-jangan dia orang suruhan si kerempeng," ujar si gimbal dan membuat enam orang bawahannya menatapnya terkesima."Apa iya?" Tanya Sutiwe."Kayaknya sih gitu," sahut Markijem saat menyadari hal itu terjadi setelah Sylvi di pindahkan ke sel lain."Wah, cari mati dia," samba
"Bu Mery..." seru Sylvi sembari menghampiri Mery yang baru saja masuk ke dalam sel."Sylvi, saya pikir kamu sedang tidur," sahut Mery tersenyum senang melihat gadis itu menyambutnya dengan riang."Tidak, saya menunggu Bu Mery," jawab Sylvi."Sebentar lagi jam empat sore, saya juga harus olahraga," lanjut gadis itu. "Olahraga? Di lapangan itu?" sahut Mery sambil menunjuk kearah lapangan luas yang biasa digunakan oleh para narapidana untuk berolahraga dan bersenda gurau sebelum jadwal makan malam tiba."Tidak. Ditempat rahasia," jawab Sylvi berbisik sambil mengacungkan telunjuknya di depan bibir."Tempat... Tempat rahasia?" Mery pun ikut berbisik karena takut ucapannya terdengar oleh orang lain. Sylvi mengangguk sambil tersenyum."Aku akan menunjukkan tempat itu nanti,"Tepat jam empat sore Sylvi mengajak Mery ke tempat rahasia yang dia maksud. Mery yang merasa penasaran pun mengikuti langkah kaki gadis itu."Nah, ini tempatnya," ucap Sylvi setelah mereka tiba di tempat olahraga itu.
Keesokan paginya...Sylvi dan Mery terbangun sebelum jam tujuh pagi. Mereka bergegas mandi di kamar mandi umum untuk semua narapidana.Saat itu sudah banyak orang di kamar mandi dan mereka mengantri bergantian. Kamar mandi di kompleks tahanan itu berukuran cukup besar. Saat memasuki pintu besar kamar mandi, sebuah bak air berukuran dua kali dua meter terletak di tengah ruangan. Sementara itu di sisi kiri dan kanan terdapat masing-masing empat pintu kamar mandi yang tertutup dan dua pintu lagi di balik bak air besar itu.Totalnya berjumlah sepuluh kamar mandi berukuran 1x1,5 meter dengan pintu tertutup untuk semua narapidana yang berjumlah sekitar 300 orang itu.Berbeda dengan kompleks tahanan narkoba yang berada tepat di balik tembok kompleks tahanan mereka, masing-masing sel memiliki kamar mandi sendiri.Tanpa mereka ketahui, beberapa pasang mata sedang mengintai mereka dari belakang antrean.Saat Sylvi mendapat gilira
Tidak sampai 24 jam, tiga wanita gerombolan begundal itu sudah dikembalikan ke sel mereka semula. Dhani tak habis pikir karena Kepala Sipir tidak menerima penjelasannya dengan baik.Sepengetahuannya, banyak penjaga yang memantau dari kejauhan saat kejadian itu namun tidak ada satu orang pun yang mau bersaksi. Selain itu CCTV yang ternyata memang rusak sejak lama tidak bisa mendukung penjelasan nya kepada Kepala Sipir.Dhani menarik nafas berat. Jika CCTV saja tidak bisa di atasi, maka kejadian yang sama akan terulang lagi di kemudian hari. Atau memang, CCTV sengaja dibiarkan rusak agar tidak bisa mengungkap hal-hal yang janggal di sekitar rumah tahanan itu?"Selamat pagi, Pak Guntur," sapa Dhani pada petugas keamanan di ruang pemantauan CCTV.Pagi ini dia sengaja mendatangi ruangan itu untuk mencari sedikit informasi. Guntur berada di ruangan itu seorang diri karena bergantian dengan rekannya yang lain."Pagi, Dhani. Tumben datang ke sini?" tanya Guntur heran."Hehe iya nih, Pak. Ada
Pagi itu, Mery dan Sylvi tidak pergi ke aula untuk sarapan. Mereka takut tujuh wanita begundal itu menyakiti mereka lagi. Setelah berbincang dengan Kyle, Mery langsung kembali ke sel nya."Sylvi, ada kabar baik," seru Mery sambil menghambur ke tubuh Sylvi yang sedang merapihkan dua kasur tipis di lantai."Ada apa, Bu Mery?" Tanya Sylvi bingung.Sylvi sedikit lemas hari ini karena melewatkan jadwal sarapannya. Tapi jauh berbeda dengan Mery yang tampak bersemangat walaupun perutnya pun belum terisi hingga jam sepuluh pagi ini."Eh tapi kenapa kamu lemas sekali? Kamu sakit?" Tanya Mery saat menatap wajah Sylvi sedikit pucat."Tidak, Bu. Cuma rada lemas saja," sahut Sylvi berusaha tersenyum.Tadi malam karena keributan yang ditimbulkan oleh Si Gimbal dan dua wanita kaki tangannya, Sylvi dan Mery tidak keluar kamar untuk makan malam karena mereka bertiga sudah dikeluarkan dari sel isolasi.Wajah mereka sembab karena di tampar dan tangan Sylvi membiru dengan sedikit lebam dan lecet karena d
Sylvi bergegas mengajak Mery pergi dari kamar mandi setelah memukul wajah Mutinah dengan keras. Namun baru sampai di depan pintu kamar mandi, langkah mereka terhalang tubuh tujuh wanita begundal yang berdiri berbaris di depannya.Wajah Sylvi seketika memucat. Mery pun diam tak bereaksi. Dengan bibir sedikit bergetar, Sylvi dengan sopan berbicara, "Permisi, kami mau kembali ke sel,""Pelan banget suaranya. Lu ngomong apa kentut?" sindir Sutiwe dengan kedua tangan di pinggang."Mungkin dia lelah," sela Jamilap santai."Dia kelaparan kaleee, kan dari semalem gak keliatan batang hidung nya di aula," sahut Saritem sambil mengelus kedua alisnya."Kami harus kembali ke sel sekarang," potong Mery yang sudah ketakutan sejak tadi dengan suara gemetar. Wanita itu menarik lengan Sylvi namun lagi-lagi mereka tidak bisa melewati barikade gerombolan tukang pukul itu."Kalian pikir bisa kabur dari kami semudah itu?" ucap Markijem datar.
Sesampainya di rumah, Sylvi langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Mery yang tersenyum saat membuka pintu.Begitu juga dengan Kyle yang langsung naik ke lantai dua dan menutup pintu kamarnya dengan keras.Mery bergegas menutup pintu setelah terperangah beberapa saat. Sedikit berlari, wanita paruh baya itu menuju ke kamar Sylvi dan mengetuk pintu."Masuk," sahut Sylvi dari dalam kamar dan sudah menduga siapa yang mengetuk pintu kamarnya."Ada apa? Apa kalian bertengkar?" Tanya Mery lembut sambil duduk di samping Sylvi di tepi ranjang."Aku menghabiskan uang 300 juta dan dia menyuruhku membuang semuanya karena itu semua barang murahan, katanya," sungut Sylvi dengan wajah cemberut."Memangnya, berapa banyak belanjaanmu dengan harga 300 juta itu?" Tanya Mery lagi."Banyak. sepuluh set pakaian kerja, tiga pasang sepatu, alat-alat make-up dan sebotol parfum," sahut Sylvi masih kesal."Hihihhii...." Mery terkikik geli mendengar jawaban Sylvi yang polos."Kok Bu Mery mal
"Pak Kahar langsung kembali ke rumah aja, ya," ujar Sylvi sebelum turun dari mobil saat mobil yang dikendarai Kahar itu berhenti di Lobby perusahaan Knight World. "Ee..tapi..." Kahar tak mampu menyelesaikan kalimatnya saat melihat Sylvi sudah menutup pintu dan berlari masuk ke gedung perkantoran mewah itu.Petugas keamanan merangkap supir itu hanya menghela nafas ringan menatap ke arah Sylvi yang terus berlari dengan baju kerja yang baru digantinya di kamar pas pusat perbelanjaan tadi.Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan aman, Kahar mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu menulis sebuah pesan teks.Tok Tok TokSekretaris CEO mengetuk pintu ruangan Kyle yang sedang mendiskusikan beberapa pekerjaan dengan Bobby."Mr. Kyle, nona Sylvi datang untuk menemui anda," ujarnya setelah mengetuk pintu."Masuk," sahut Bobby yang tahu perihal kedatangan gadis itu.Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis muda yang semakin hari terlihat semakin cantik di mata
Pagi ini, suasana sarapan di meja makan lebih hangat dari sebelumnya.Mery sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam yang masih panas ke atas meja. Sylvi membuatkan kopi untuk Kyle. Sementara sang Tuan Muda hanya diam memperhatikan kesibukan dua wanita beda generasi itu."Silahkan di makan, Tuan Muda," ucap Mery sambil meletakkan mangkuk sup di depan Kyle."Ini kopinya," ucap Sylvi pula. Gadis itu ikut duduk di kursi dan memulai sarapannya. "Bu Mery, sup ayamnya enak sekali," puji Sylvi setelah menyesap satu sendok sup panas itu perlahan-lahan.Mery tersenyum mendengar pujian itu. Tapi yang membuatnya lebih bahagia adalah saat melihat wajah bahagia gadis yang sudah seperti anaknya sendiri itu.Setelah sarapan nanti, aku akan berikan buku tabunganku pada Sylvi, agar dia bisa membeli pakaian kerja yang baru, pikir Mery masih tersenyum. Sylvi bangkit dari tempat duduk setelah menghabiskan sarapannya."Aku berangkat ya, Bu Mery, K-Kyle," ujarnya sedikit gugup saat menyebut nama Kyle."Kau m
Anugrah Sejati, perusahaan properti milik Sylvi Anugrah itu tetap berjalan seperti biasa selama gadis itu berada di dalam rumah tahanan. Tentu saja dibawah kendali James Singgih yang telah merebut perusahaan itu dengan cara licik. Tanpa bukti, tentu saja Sylvi tidak bisa menggugat dan membuktikan kecurangan yang telah dilakukan si singkong rebus basi itu. "Aku harus bisa menemukan siapa penghianat dalam perusahaanku. Tekadku sudah bulat, siapapun yang telah mencuri atau memalsukan tanda tangan dan stempel perusahaan Anugrah Sejati akan di seret ke meja hijau," ucap Sylvi mantap.Tatapan mata lembut yang biasa terpancar dari mata kecilnya itu, kini tampak berapi-api dan penuh semangat.Ya, Aku harus bangkit dari segala keterpurukanku selama ini. Tawaran Kyle adalah satu-satunya jalan tercepat untuk mewujudkan semua itu, pikirnya."Tapi kan butuh waktu yang tidak sebentar, Vi," ucap Bobby ragu."Tentu saja. Sesuai janji Tuan Muda Kyle, setelah satu tahun perusahaan Anugrah Sejati akan
Tepat jam tujuh malam, Mery sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja makan. Kyle dan Sylvi duduk bersebrangan di meja makan berukuran besar itu.Tak ada pembicaraan selain suara denting sendok dan piring yang saling bercengkrama selama hampir tiga puluh menit lamanya.Mery memperhatikan mereka berdua dari balik kulkas besar yang terletak di samping kitchen set di dapur."Kenapa mereka berdua diam saja? Memang Tuan Muda tidak suka bicara saat sedang makan, tapi kenapa wajahnya seperti sedang marah besar? Wajah Sylvi juga aneh, tidak biasanya dia cemberut seperti itu. Dari tadi siang dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun padaku," gumam Mery dalam hatinya."Apa kau sudah memikirkan ucapanku tadi?" Tanya Kyle tiba-tiba setelah dia menghabiskan makan malamnya.Sylvi yang sejak tadi berusaha mengunyah makanan langsung menghentikan kegiatannya. Tenggorokannya terasa pahit dan lidahnya kelu. Dia mendadak jadi pendiam semenjak bertemu Kyle di kantornya tadi.Lima menit tanpa jawab
Sepanjang perjalanan pulang, Sylvi bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir mungilnya.Mery dan Kahar ternyata menunggunya di tempat parkir sedari tadi. Setelah mendapat pesan dari Bobby, Kahar bergegas mengemudikan kendaraannya dan menghampiri gadis itu tepat di depan lobby perusahaan Knight World itu.Sylvi yang tergesa-gesa meninggalkan perusahaan itu karena kesal dengan tawaran Kyle, baru menyadari bahwa mobil yang dikendarai Kahar sudah berada tepat di hadapannya.Bahkan Mery yang menyapanya saat gadis itu masuk ke dalam mobil tak dihiraukan nya sedikitpun pun."Apa yang dia maksud? Kenapa aku harus menikah dengannya agar perusahaan itu kembali menjadi milikku? Aku bahkan sempat lupa bahwa aku pernah memiliki perusahaan property yang ku bangun dengan jerih payah sendiri selama lima tahun.""Awalnya dia bilang aku harus membayar 700 miliar untuk menembus perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, dia malah menawarkan untuk menikah dengannya dengan kompensasi selama satu tahun per
Suasana ruangan CEO itu kini tampak mencekam. Sylvi yang sedang menangis sesenggukan, Kyle yang sedang menatap tajam ke arah gadis yang bersimbah air mata dan Bobby yang panik berada di antara mereka berdua. "Duhhhh..." ucap asisten CEO itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba Sylvi bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar."Saya permisi," pamitnya sambil mengusap airmata di wajahnya.Bobby kembali tercengang dengan situasi saat ini. Kyle pun terkejut dengan sikap Sylvi yang tidak masuk akal."Perusahaanmu sekarang sudah jadi milikku. Sekarang kau kembali bekerja di perusahaan itu dan tetap sebagai presiden direktur disana," teriak Kyle kesal.Sontak langkah kaki Sylvi terhenti. Tangannya yang sudah menggenggam gagang pintu terlepas begitu saja saat mendengar teriakan Kyle."Apa?" Tanya Sylvi tak percaya.Kyle menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya.Bobby pun terlihat bernafas lega. Melihat Sylvi tak jadi me
Bobby membuka pintu dan mempersilahkan Sylvi untuk masuk."Masuk, Vi," ujar Bobby santai. Karena yakin yang datang adalah Sylvi, asisten CEO Kyle Knight itu mempersilahkan tanpa melihat ke arah orang yang berdiri di depan pintu.Sylvi sedikit terkejut dengan panggilan itu. Sepertinya mereka sudah mulai akrab sekarang, pikirnya.Sementara itu Kyle merasa geram dengan ucapan Bobby yang seakan-akan sangat lemah lembut pada Sylvi dan memanggilnya dengan nama panggilan yang akan terdengar lebih akrab dari sebelumnya."Pintar cari muka," gerutu Kyle dalam hati.Namun kekesalan di hatinya terhenti seketika saat menatap seorang gadis yang tampak berbeda dari Sylvi. Gadis itu seperti seorang wanita karir yang akan menegosiasikan kerja sama dengannya dan tidak seperti Sylvi yang biasa dia lihat sebelumnya. Di belakang pintu yang sudah tertutup, Bobby pun sedang menatap ke arah gadis yang sama dengan mulut menganga dan mata melotot.Dia yakin tadi dia mendengar suara sekretaris menyebut nama Sy
"Kamu harus ke salon," ujar Mery santai.Mery merasa sudah tidak cukup waktu untuk berbelanja alat kosmetik lagi, jadi sebaiknya langusng ke salon saja. Sylvi mau tidak mau mengikuti langkah kaki Mery dengan enggan. Pakaian, sepatu, salon. Semua itu sudah menghabiskan uang sekitar dua puluh lima juta. Memangnya aku bisa dapat pekerjaan apa saat ini?Kalau dulu saat dia memimpin perusahaannya sendiri, dia mematok gajinya hanya lima puluh juta perbulan. Dengan bonus tahunan sebesar apapun, dia akan gunakan untuk menambah aset perusahaannya.Dari sisa uang gaji bulanan yang dia terima, Sylvi bisa menyimpan hampir tiga puluh juta perbulan setelah digunakan untuk biaya hidupnya yang cukup sederhana, biaya perawatan dan keamanan apartemen yang dia tempati, dan juga uang bulanan untuk Marina sebanyak lima juta selama tiga tahun terakhir sebelum dia di penjara.Setelah berbicara dengan beberapa orang pekerja salon, Mery menyuruh Sylvi duduk di s