Mobil tahanan yang membawa Sylvi berhenti di depan rumah tahanan wanita yang berjarak tak terlalu jauh dari gedung pengadilan tempat dia di adili.
Saat menyuruhnya turun, Dhani dan Randy baru menyadari bahwa Sylvi pingsan dan segera membawanya ke klinik yang berada di dalam rumah tahanan wanita itu.Dua jam kemudian Sylvi terbangun dan segera di bawa ke dalam sel oleh para penjaga tanpa menanyakan keadaannya saat ini.Dia sangat lemah. Dia berjalan pelan dan terseok-seok menuju sel dimana dia akan ditempatkan.Sebuah sel berukuran tiga kali tiga meter itu berisi tujuh orang wanita, saat pintu sel dibuka, Sylvi di dorong masuk ke dalam dengan kasar. Penjaga rutan kembali mengunci jeruji besi di depannya.Sylvi tak berani melihat ke arah wanita-wanita itu. Tatapan mereka sangat menakutkan dan membuatnya gemetar.Salah satu wanita berdiri dan menjambak rambutnya. Sylvi terjatuh ke belakang tanpa perlawanan. Sesaat kemudian, dia dipukuli oleh tujuh orang wanita menyeramkan tanpa ampun itu.Samar-samar dia mendengar mereka semua tertawa dan berkata, ini namanya plonco, semua anak baru akan mendapatkan perlakuan yang sama, hahaha...Hari pertamanya masuk rumah tahanan wanita, adalah hari pertama penyiksaan untuknya. Dan hari-hari berikutnya, tetap sama. Dia selalu mendapatkan siksaan bertubi-tubi tanpa tahu apa salahnya.Ketika Sylvi memberanikan diri untuk bertanya, bukan jawaban yang dia dapatkan, melainkan bogem mentah tanpa syarat."Apa salahku? Kenapa kalian menyiksa aku seperti ini?" teriaknya saat merasa tak tahan lagi dengan penyiksaan yang tujuh orang wanita itu lakukan."Eh, pake nanya. Nantangin lu?" sahut seorang wanita berambut gimbal dan langsung memukul wajah Sylvi dengan tangan terkepal kuat."Hahahahaa..."Mereka semua tertawa tanpa simpati sedikitpun. Tak satupun yang mau memberi penjelasan padanya mengapa dia terus di siksa.Sylvi bahkan berteriak meminta pertolongan pada para penjaga namun tak satu pun yang menghampirinya.Tidak mungkin kan mereka tidak mendengar suara teriakanku? Apa mereka pura-pura tidak dengar? tanya Sylvi dalam hatinya yang luka.Di malam hari, saat semua orang tertidur lelap, Sylvi meringkuk di sudut sel dengan suara tangis tertahan.Dia takut membangunkan semua orang karena suara tangisannya yang akan berakibat penyiksaan lagi, jadi Sylvi membekap mulutnya sendiri menahan suara tangisan pilu di sudut kamar sel yang kotor dan bau itu."Apa salahku? Aku selalu berusaha berbuat baik pada siapapun tapi kenapa seperti ini balasannya? Om Stevan, Tante Marina, aku memang membantu kalian tanpa pamrih, tapi tidakkah ada sedikit rasa persaudaraan di hati kalian untuk membebaskan aku dari neraka ini?" teriaknya dalam hati."Bahkan sahabatku juga berpaling dariku. Menyalahkan mama ku yang dulu sudah mengingatkan ku bahwa kau bukan manusia yang tulus, tapi aku tetap membantumu, kan, Hani?" tanya nya pilu."Mama, maafin Sylvi yang gak mau nurut sama omongan mama. Kini Sylvi merasakan akibatnya percaya dengan ular berkepala dua,"Saat mengingat mamanya, Sylvi terisak kencang dan hampir membangunkan tujuh wanita begundal itu. Untungnya mereka tidur seperti kerbau. Jika ada kebakaran pun mungkin mereka semua tetap tidak akan bangun."Papa..." Sylvi menyebut lirih nama yang selalu dirindukannya."Sylvi tidak pernah menyesal telah mewarisi darah Papa, sifat Papa dan jiwa bisnis Papa. Mungkin kejadian ini adalah peringatan untuk Sylvi agar bisa lebih berhati-hati lagi ke depannya dan tidak mudah percaya dengan siapapun. Tapi Sylvi janji, Sylvi gak akan berhenti berjuang sampai kapan pun. Meski nanti harus memulai lagi dari 0, Sylvi yakin, Sylvi tetap bisa sukses seperti sebelumnya,"Mengingat kasih sayang dan perhatian Papa nya dulu padanya, Sylvi seakan mendapat dorongan semangat entah dari mana.Sylvi memang sangat dekat dengan papanya. Abdi Anugrah selalu mengajarkan budi pekerti dan kejujuran padanya. Berbeda dengan mamanya yang lebih mengutamakan pendidikan formal dan selalu mendorong Sylvi untuk menjadi juara kelas setiap tahun.Meski pun didikan kedua orangtua nya berbeda satu sama lain, tapi Sylvi menganggap kedua orangtua nya saling melengkapi. Karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Mama dan Papa, kalianlah kesempurnaan bagiku.Karena lelah, Sylvi tertidur di lantai sel yang dingin tanpa bantal dan alas. Sejak pertama dia tiba disini, tak ada selembar kain pun yang bisa digunakannya saat tidur.Semua dikuasai oleh tujuh wanita begundal itu, begitu sebutan Sylvi pada mereka semua. Tentu saja Sylvi hanya menyebutnya di dalam hati.Bisa berabe kalau sampai keceplosan."Bangun bangun woyyy bangun..." teriakan tujuh wanita begundal itu memekakkan gendang telinga Sylvi. Lama-lama gendang telingaku harus diganti pakai rebana nih, sungutnya dalam hati."Rapihin kamar, sapu dan pel yang bersih, awas kalo gak, gue cincang muka lu," perintah si gimbal sambil berlalu meninggalkan kamar sel untuk sarapan di aula tahanan.Sylvi selalu terlambat untuk makan, baik itu sarapan, makan siang atau pun makan malam. Ada saja perintah wanita-wanita begundal itu yang sengaja membuat Sylvi terlambat datang ke aula untuk makan.Tak jarang Sylvi kehabisan jatah makan hingga harus menahan lapar hingga jadwal makan berikutnya.Saat tiba di aula, Sylvi melihat masih ada sedikit nasi tersisa di dandang besar itu. Tahu tempe dan sayur kangkung yang biasa tersedia pagi siang dan malam sebagai lauk sudah tak nampak lagi.Biarlah, masih ada nasi untuk mengganjal perutku yang keroncongan, gumamnya dalam hati.Dengan penuh semangat, Sylvi menyendokkan nasi sisa itu ke dalam wadah makannya dan hendak melahapnya tanpa ampun.Tepat saat itu, salah satu pasukan wanita begundal menghampirinya dan mendorongnya hingga hampir terjatuh.Sylvi memang tak terjatuh, namun sayang, wadah makannya terjatuh dan nasi yang ada di atasnya berhamburan di lantai yang kotor dan basah.Sylvi membelalakkan matanya penuh kekecewaan. Dadanya terasa semakin sesak dengan perut keroncongan yang bersuara semakin kencang."Kamar udah bersih belum? Ngapain lu kesini?" Tanya Markijem, salah satu dari tujuh wanita begundal yang berambut lurus panjang dan diikat kuda menggunakan karet gelang warteg. Warna merah."Saya mau makan, kak," sahut Sylvi gemetar, menahan lapar dan emosi."Enak aja mau makan. Kerja dulu yang bener, baru minta makan," hardiknya."Saya sudah membersihkan kamar, kak. Makanya saya kesini buru-buru takut kehabisan," sahut Sylvi berharap ada sedikit simpati muncul di hati wanita itu."Ya udah. Makan tuh," ujar Markijem sambil menunjuk ke arah nasi yang berserakan di lantai.Tanpa rasa bersalah, dia berlalu dari hadapan Sylvi dan bergabung bersama rekan-rekan nya, para begundal.Jangankan simpati, hati nurani pun dia gak punya, jerit Sylvi dalam hatinya.Sylvi menatap nasi yang sudah bercampur tanah dan air bekas kaki tahanan. Aula itu memang tidak ditutup atap sepenuhnya. Lantainya pun tak di beri semen dengan baik, apalagi keramik.Alhasil, nasi yang tadinya sudah berwarna putih kekuning-kuningan itu karena berasal dari beras murahan, kini berubah warna menjadi kecoklatan. Sangat kotor.Sylvi memungut nasi yang berserakan itu lalu membuangnya ke tempat sampah.Kali ini, Sutiwe salah satu rekan Markijem melihat apa yang dilakukan Sylvi."Lihat apa yang dilakukan si kerempeng itu. Dia membuang nasi terakhir yang hanya tersisa buat dia. Sombong banget sih," ujarnya mencibir ke arah Sylvi.Tujuh wanita begundal itu langsung mendekati Sylvi dan menyeretnya ke kamar mandi."Belagu amat lu," ucap Sutiwe sambil membenamkan kepala Sylvi ke dalam bak mandi.Bleb bleb blebSylvi meronta sekuat tenaga saat kepalanya dibenamkan ke dalam bak mandi berukuran besar. Namun dua wanita begundal yang memegang lengannya dengan kuat tak membiarkannya begitu saja.Saat dia hampir kehabisan nafas dan hampir lemas, seorang penjaga tahanan meneriaki mereka dari kejauhan."Apa yang kalian lakukan?" teriaknya.Laki-laki bertubuh lebar yang memakai seragam petugas itu menghampiri mereka. Pintu kamar mandi memang tidak tertutup sehingga memungkinkan penjaga dan para narapidana lainnya bisa melihat kejadian itu dengan jelas.Sutiwe dan rekan-rekannya segera keluar dari kamar mandi dan meninggalkan Sylvi yang hampir mati lemas.Sylvi terduduk di lantai kamar mandi yang licin. Dia berusaha memuntahkan air bak mandi yang masuk ke tubuhnya melalui mulut dan hidungnya tadi. Namun karena lemas dan tak bertenaga, dia hanya bisa terbatuk."Apa yang terjadi?" bentak penjaga tahanan ke arah Sylvi.Sylvi yang hampir kehabisan nafas tak bisa menjawabnya dan hanya menunj
Dua minggu berlalu tanpa harapan. Harapan Sylvi untuk mendapat bantuan hukum. Seorang penjaga wanita membangunkan nya yang hampir pingsan setelah dijadikan samsak hidup oleh tujuh wanita begundal ."Tahanan 1234, ada tamu," teriak penjaga wanita itu."Tamu?" tanya Sylvi lirih. Secercah harapan timbul dibenaknya.Gadis bertubuh kurus itu tiba-tiba duduk dengan wajah berseri-seri, di balik luka lebamnya."Apakah itu William? Atau Om Stevan? Mungkin juga Tante Marina, atau Hani yang berubah pikiran?" gumamnya dalam hati."Namanya James Singgih," ujar penjaga wanita itu.Sylvi langsung terkulai lemas. Mau apa lagi singkong rebus basi itu menemuiku? Apa dia mau menertawakanku? geramnya kesal.Sylvi masih ingat pertemuan terakhirnya dengan James Singgih yang menyebalkan itu, tiga bulan yang lalu."Presdir, ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu," ujar Diana Pinkan, sekretaris Sylvi."Siapa?" Tanya Sylvi sambil terus menatap laporan keuangan yang baru saja diserahkan Diana beberapa jam
Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.Ciiiittttt...Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa
"Haii nona cantik. Gimana kabarmu hari ini?" Tanya James dengan wajah ceria."Gak usah basa-basi. Kau bisa lihat sendiri kabarku seperti apa," sahut Sylvi ketus."Hmm... Hahahaha... Ah.. sungguh disayangkan, kau tidak mengikuti saranku waktu itu. Andai saja kau menuruti permintaan ku, pastinya kau tidak akan babak belur seperti sekarang," sinis James yang membuat Sylvi muak.James pernah menemuinya di rumah tahanan sehari sebelum sidang putusan dibacakan. James meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dengan begitu pria berperut buncit itu akan menyelamatkannya dari tuduhan pembunuhan. Sylvi saat itu merasa yakin akan memenangkan perkara tersebut karena ada William. Namun dia tidak menyangka, setelah pertemuannya dengan James Singgih hari itu William pun datang dan mengatakan bahwa dia tidak akan melanjutkan perkara itu lagi dan menolak untuk naik banding. William menyuruh Sylvi untuk mencari pengacara lain tapi tentu saja Sylvi tidak bisa melakukannya karena dia sudah tidak memil
Di sudut lain rumah tahanan itu, ada tempat berolahraga khusus untuk para penjaga. Namun tempat itu sangat jarang digunakan karena para penjaga rumah tahanan lebih memilih untuk bersantai daripada berolahraga.Dhani menyuruh Sylvi datang ke tempat itu setiap sore. Meskipun hanya ada samsak yang sudah kumuh dan beberapa barbel yang sudah lama terbengkalai, namun semua itu masih bisa digunakan."Hari ini, keluarkan semua perasaanmu pada samsak tinju itu. Tanpa menggunakan alat apapun dan sarung tinju, kamu harus bisa mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu sendiri," perintah Dhani tanpa menatap Sylvi.Dhani tak berani sedikitpun menatap wajah gadis malang itu lagi karena dia akan merasa sangat sedih. Tapi dia bertekad akan mengajari beberapa gerakan tinju untuk bekal Sylvi membela diri.Melihat Sylvi hanya diam terpaku di depan samsak yang tergantung, Dhani mulai mempermainkan emosi gadis itu."Orang yang sudah merebut perusahaanmu, siapa namanya?" Tanya Dhani santai."James Singgih," s
Keesokan harinya, Dhani sudah berada di tempat olahraga itu menunggu kedatangan Sylvi. Sudah jam 5 sore tapi Sylvi tak kunjung datang.Saat Dhani hendak meninggalkan tempat itu karena dia harus bekerja, sosok gadis yang ditunggunya tampak berjalan terseok-seok ke arahnya."Maaf, aku datang terlambat," ucap Sylvi saat langkahnya terhenti tepat di depan Dhani.Dhani tampak gusar saat mengetahui kondisi gadis malang itu semakin memprihatinkan. Ingin rasanya dia membalas perbuatan orang-orang yang sudah menyiksa Sylvi tanpa ampun. Tapi dia tahu posisinya saat ini, dia tidak berhak untuk ikut campur."Kalau tidak bisa latihan, sebaiknya kamu istirahat saja," ujar Dhani sambil memalingkan wajahnya. Hatinya tercabik-cabik melihat pemandangan di depan matanya namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku....bisa..." sahut Sylvi sambil berjalan ke arah samsak yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya."Ada barbel di sudut sana. Kau bisa belajar mengangkat beban berat untuk menguatkan
Sagi tiba di rumah kontrakan nya tepat jam 7 malam. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah tahanan pada jam 6 sore, dia akan berjalan kaki untuk menghemat pengeluaran. Waktu yang dia butuhkan untuk berjalan menuju rumah kontrakan nya adalah 1 jam, tapi dia tidak pernah mengeluh.Siapa tahu dengan berhemat, aku bisa menabung dan membelikan rumah sederhana untuk gadis kecilku, Ziana.Tepat saat dia membuka pintu rumahnya, Sagi dikejutkan dengan kedatangan Dhani yang sudah berdiri di belakangnya."Selamat malam, Pak Sagi," sapa Dhani dengan sopan."Pak Dhani," seru Sagi gembira. Dhani duduk di lantai rumah kontrakan Sagi yang hanya berukuran 3x5 meter itu setelah dipersilahkan oleh tuan rumah. Tidak ada sofa atau kursi, tidak ada hiasan dinding dan ornamen apapun di tembok polos dengan cat yang sudah mengelupas. Diruangan itu hanya ada sebuah kasur tipis yang sudah lusuh di sudut ruangan dan sebuah kipas angin kecil yang sering rusak."Saya bawa dua bungkus nasi goreng. Kita makan
"Tidaaakkkkkk...." teriak Sylvi sekuat tenaga. Dia tidak mau mati di penjara. Dia tidak mau semua usahanya gagal hari ini. Dia tidak mau mati di tangan dua dari tujuh wanita begundal sialan itu.Namun injakan kaki Markijem benar-benar membuatnya sesak dan tak bisa bergerak."Berhenti!!!"Suara Pak Sagi terdengar cukup lantang di telinga Sutiwe dan Markijem. Kaki Sutiwe yang melayang di udara dan hendak mendarat di dada Sylvi pun langsung terhenti dan membuat tubuhnya oleng. Sutiwe terjatuh di samping Sylvi yang masih memegang kaki Markijem yang berat."Kalian mau bunuh orang?" Tanya Sagi berang sambil mendorong tubuh Markijem agar Sylvi bisa terlepas dari injakan kaki wanita kejam itu.Sagi membantu Sylvi bangun dari lantai kamar mandi. Berkali-kali gadis malang itu terbatuk dengan nafas sesak. "Mba Sylvi gak apa-apa?" Tanya Sagi khawatir. Untung saja dia datang tepat waktu. Kalau tidak, bisa-bisa gadis itu sudah tinggal nama malam ini."Heh tukang sapu kerempeng, lu pikir lu siapa?
Sesampainya di rumah, Sylvi langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Mery yang tersenyum saat membuka pintu.Begitu juga dengan Kyle yang langsung naik ke lantai dua dan menutup pintu kamarnya dengan keras.Mery bergegas menutup pintu setelah terperangah beberapa saat. Sedikit berlari, wanita paruh baya itu menuju ke kamar Sylvi dan mengetuk pintu."Masuk," sahut Sylvi dari dalam kamar dan sudah menduga siapa yang mengetuk pintu kamarnya."Ada apa? Apa kalian bertengkar?" Tanya Mery lembut sambil duduk di samping Sylvi di tepi ranjang."Aku menghabiskan uang 300 juta dan dia menyuruhku membuang semuanya karena itu semua barang murahan, katanya," sungut Sylvi dengan wajah cemberut."Memangnya, berapa banyak belanjaanmu dengan harga 300 juta itu?" Tanya Mery lagi."Banyak. sepuluh set pakaian kerja, tiga pasang sepatu, alat-alat make-up dan sebotol parfum," sahut Sylvi masih kesal."Hihihhii...." Mery terkikik geli mendengar jawaban Sylvi yang polos."Kok Bu Mery mal
"Pak Kahar langsung kembali ke rumah aja, ya," ujar Sylvi sebelum turun dari mobil saat mobil yang dikendarai Kahar itu berhenti di Lobby perusahaan Knight World. "Ee..tapi..." Kahar tak mampu menyelesaikan kalimatnya saat melihat Sylvi sudah menutup pintu dan berlari masuk ke gedung perkantoran mewah itu.Petugas keamanan merangkap supir itu hanya menghela nafas ringan menatap ke arah Sylvi yang terus berlari dengan baju kerja yang baru digantinya di kamar pas pusat perbelanjaan tadi.Setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan aman, Kahar mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu menulis sebuah pesan teks.Tok Tok TokSekretaris CEO mengetuk pintu ruangan Kyle yang sedang mendiskusikan beberapa pekerjaan dengan Bobby."Mr. Kyle, nona Sylvi datang untuk menemui anda," ujarnya setelah mengetuk pintu."Masuk," sahut Bobby yang tahu perihal kedatangan gadis itu.Pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis muda yang semakin hari terlihat semakin cantik di mata
Pagi ini, suasana sarapan di meja makan lebih hangat dari sebelumnya.Mery sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam yang masih panas ke atas meja. Sylvi membuatkan kopi untuk Kyle. Sementara sang Tuan Muda hanya diam memperhatikan kesibukan dua wanita beda generasi itu."Silahkan di makan, Tuan Muda," ucap Mery sambil meletakkan mangkuk sup di depan Kyle."Ini kopinya," ucap Sylvi pula. Gadis itu ikut duduk di kursi dan memulai sarapannya. "Bu Mery, sup ayamnya enak sekali," puji Sylvi setelah menyesap satu sendok sup panas itu perlahan-lahan.Mery tersenyum mendengar pujian itu. Tapi yang membuatnya lebih bahagia adalah saat melihat wajah bahagia gadis yang sudah seperti anaknya sendiri itu.Setelah sarapan nanti, aku akan berikan buku tabunganku pada Sylvi, agar dia bisa membeli pakaian kerja yang baru, pikir Mery masih tersenyum. Sylvi bangkit dari tempat duduk setelah menghabiskan sarapannya."Aku berangkat ya, Bu Mery, K-Kyle," ujarnya sedikit gugup saat menyebut nama Kyle."Kau m
Anugrah Sejati, perusahaan properti milik Sylvi Anugrah itu tetap berjalan seperti biasa selama gadis itu berada di dalam rumah tahanan. Tentu saja dibawah kendali James Singgih yang telah merebut perusahaan itu dengan cara licik. Tanpa bukti, tentu saja Sylvi tidak bisa menggugat dan membuktikan kecurangan yang telah dilakukan si singkong rebus basi itu. "Aku harus bisa menemukan siapa penghianat dalam perusahaanku. Tekadku sudah bulat, siapapun yang telah mencuri atau memalsukan tanda tangan dan stempel perusahaan Anugrah Sejati akan di seret ke meja hijau," ucap Sylvi mantap.Tatapan mata lembut yang biasa terpancar dari mata kecilnya itu, kini tampak berapi-api dan penuh semangat.Ya, Aku harus bangkit dari segala keterpurukanku selama ini. Tawaran Kyle adalah satu-satunya jalan tercepat untuk mewujudkan semua itu, pikirnya."Tapi kan butuh waktu yang tidak sebentar, Vi," ucap Bobby ragu."Tentu saja. Sesuai janji Tuan Muda Kyle, setelah satu tahun perusahaan Anugrah Sejati akan
Tepat jam tujuh malam, Mery sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja makan. Kyle dan Sylvi duduk bersebrangan di meja makan berukuran besar itu.Tak ada pembicaraan selain suara denting sendok dan piring yang saling bercengkrama selama hampir tiga puluh menit lamanya.Mery memperhatikan mereka berdua dari balik kulkas besar yang terletak di samping kitchen set di dapur."Kenapa mereka berdua diam saja? Memang Tuan Muda tidak suka bicara saat sedang makan, tapi kenapa wajahnya seperti sedang marah besar? Wajah Sylvi juga aneh, tidak biasanya dia cemberut seperti itu. Dari tadi siang dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun padaku," gumam Mery dalam hatinya."Apa kau sudah memikirkan ucapanku tadi?" Tanya Kyle tiba-tiba setelah dia menghabiskan makan malamnya.Sylvi yang sejak tadi berusaha mengunyah makanan langsung menghentikan kegiatannya. Tenggorokannya terasa pahit dan lidahnya kelu. Dia mendadak jadi pendiam semenjak bertemu Kyle di kantornya tadi.Lima menit tanpa jawab
Sepanjang perjalanan pulang, Sylvi bungkam tanpa sepatah kata pun keluar dari bibir mungilnya.Mery dan Kahar ternyata menunggunya di tempat parkir sedari tadi. Setelah mendapat pesan dari Bobby, Kahar bergegas mengemudikan kendaraannya dan menghampiri gadis itu tepat di depan lobby perusahaan Knight World itu.Sylvi yang tergesa-gesa meninggalkan perusahaan itu karena kesal dengan tawaran Kyle, baru menyadari bahwa mobil yang dikendarai Kahar sudah berada tepat di hadapannya.Bahkan Mery yang menyapanya saat gadis itu masuk ke dalam mobil tak dihiraukan nya sedikitpun pun."Apa yang dia maksud? Kenapa aku harus menikah dengannya agar perusahaan itu kembali menjadi milikku? Aku bahkan sempat lupa bahwa aku pernah memiliki perusahaan property yang ku bangun dengan jerih payah sendiri selama lima tahun.""Awalnya dia bilang aku harus membayar 700 miliar untuk menembus perusahaan itu. Tapi pada akhirnya, dia malah menawarkan untuk menikah dengannya dengan kompensasi selama satu tahun per
Suasana ruangan CEO itu kini tampak mencekam. Sylvi yang sedang menangis sesenggukan, Kyle yang sedang menatap tajam ke arah gadis yang bersimbah air mata dan Bobby yang panik berada di antara mereka berdua. "Duhhhh..." ucap asisten CEO itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba Sylvi bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu keluar."Saya permisi," pamitnya sambil mengusap airmata di wajahnya.Bobby kembali tercengang dengan situasi saat ini. Kyle pun terkejut dengan sikap Sylvi yang tidak masuk akal."Perusahaanmu sekarang sudah jadi milikku. Sekarang kau kembali bekerja di perusahaan itu dan tetap sebagai presiden direktur disana," teriak Kyle kesal.Sontak langkah kaki Sylvi terhenti. Tangannya yang sudah menggenggam gagang pintu terlepas begitu saja saat mendengar teriakan Kyle."Apa?" Tanya Sylvi tak percaya.Kyle menghembuskan nafas kasar dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kebesarannya.Bobby pun terlihat bernafas lega. Melihat Sylvi tak jadi me
Bobby membuka pintu dan mempersilahkan Sylvi untuk masuk."Masuk, Vi," ujar Bobby santai. Karena yakin yang datang adalah Sylvi, asisten CEO Kyle Knight itu mempersilahkan tanpa melihat ke arah orang yang berdiri di depan pintu.Sylvi sedikit terkejut dengan panggilan itu. Sepertinya mereka sudah mulai akrab sekarang, pikirnya.Sementara itu Kyle merasa geram dengan ucapan Bobby yang seakan-akan sangat lemah lembut pada Sylvi dan memanggilnya dengan nama panggilan yang akan terdengar lebih akrab dari sebelumnya."Pintar cari muka," gerutu Kyle dalam hati.Namun kekesalan di hatinya terhenti seketika saat menatap seorang gadis yang tampak berbeda dari Sylvi. Gadis itu seperti seorang wanita karir yang akan menegosiasikan kerja sama dengannya dan tidak seperti Sylvi yang biasa dia lihat sebelumnya. Di belakang pintu yang sudah tertutup, Bobby pun sedang menatap ke arah gadis yang sama dengan mulut menganga dan mata melotot.Dia yakin tadi dia mendengar suara sekretaris menyebut nama Sy
"Kamu harus ke salon," ujar Mery santai.Mery merasa sudah tidak cukup waktu untuk berbelanja alat kosmetik lagi, jadi sebaiknya langusng ke salon saja. Sylvi mau tidak mau mengikuti langkah kaki Mery dengan enggan. Pakaian, sepatu, salon. Semua itu sudah menghabiskan uang sekitar dua puluh lima juta. Memangnya aku bisa dapat pekerjaan apa saat ini?Kalau dulu saat dia memimpin perusahaannya sendiri, dia mematok gajinya hanya lima puluh juta perbulan. Dengan bonus tahunan sebesar apapun, dia akan gunakan untuk menambah aset perusahaannya.Dari sisa uang gaji bulanan yang dia terima, Sylvi bisa menyimpan hampir tiga puluh juta perbulan setelah digunakan untuk biaya hidupnya yang cukup sederhana, biaya perawatan dan keamanan apartemen yang dia tempati, dan juga uang bulanan untuk Marina sebanyak lima juta selama tiga tahun terakhir sebelum dia di penjara.Setelah berbicara dengan beberapa orang pekerja salon, Mery menyuruh Sylvi duduk di s