Seperti yang dikatakan oleh Leo kemarin malam, ia akan datang menjemput Clarissa di rumahnya sore ini selepas pulang bekerja. Ia juga langsung menuju ke rumahnya tanpa sempat pulang terlebih dahulu meski untuk mengganti pakaian saja. Walaupun perempuan itu awalnya tak setuju dan sempat menolak, akhirnya Leo tetap yang menang karena ancaman kemarin yang ia jadikan sebagai pendukung atas keberhasilannya itu. "Mau kemana sih?" "Saya sudah bilang kemarin, nanti kamu juga akan tahu." Dengan terpaksa dan langkah malas, Clarissa berjalan di belakang Leo untuk mengikutinya menuju ke mobil. Karena pria itu tak mengatakan tujuan yang akan didatangi, ia sengaja untuk memakai pakaian ala kadarnya dan juga tanpa make up lengkap selain lipstik berwarna pink dan juga bedak tabur sebagai covernya. "Kamu yakin pergi dengan pakaian seperti itu?" tanya Leo saat keduanya sudah berada di dalam mobil. Bukannya ia protes mengenai apa yang dikenakan oleh Clarissa saat ini, hanya saja ia ingin memastikan
Setibanya di dalam Gedung, Clarissa langsung diajak ke sebuah ruangan yang ternyata adalah sebuah settingan Leo yang telah mempersiapkan semua ini untuknya. Seorang wanita muda yang usianya tak jauh dari sang puan itu pun menggandeng tangannya dan mengarahkan ke sebuah kursi agar ia bisa duduk di depan cermin yang letaknya tak jauh dari sana. Dan ya, wanita itu adalah seorang make up artist pesanan Leo agar bisa mendadani Clarissa tidak hanya dari wajahnya saja. Melainkan seluruh penampilan gadis itu sesuai dengan keinginannya seperti apa. “Om mau kemana?” tanya Clarissa dengan menarik ujung jas Leo saat pria itu hendak berlalu pergi meninggalkannya di sana. “Saya ingin mengganti pakaian juga sebentar, kamu di sini saja. Untuk make up dan dress apapun yang kamu inginkan bisa kamu pilih sendiri nanti.” Setelah mendapat jawaban seperti itu, akhirnya Clarissa merelakan Leo pergi dari ruangan sana. Dan ia sendiri juga bersiap untuk didandani oleh sang MUA tersebut. Tentu saja ia benar-
Seperti dihantam bebatuan besar dari ketinggian, Leo merasa sakit luar biasa dan hatinya mencelos mendengar pernyataan itu. Apalagi Clarissa yang menyebut namanya dengan lantang tanpa embel-embel 'Om' seperti biasanya. Bahkan dari sorotan matanya ia tahu jika Clarissa ingin marah saat ini. "Jadi aku sengaja dibohongi daritadi karena uuntuk ini? Dan sekarang? Tiba-tiba ngumpulin banyak orang tanpa sepengetahuanku buat acara ini?" tanya Clarissa beruntun. Tentunya Leo merasa sungkan dan juga malu kepada semua orang yang saat ini menyaksikan mereka berdua dalam kondisi yang tak baik ini. Suasana yang seharusnya menjadi kebahagiaan dan dipenuhi keharuan atas lamaran yang terjadi, namun kini malah sebaliknya. Semua orang mendadak terdiam dan kompak saling melunturkan senyuman lebar di wajahnya masing-masing. Termasuk kedua orang tua Clarissa sendiri yang begitu sangat kecewa mengetahui putrinya bersikap demikian di depan banyak keluarga. "Maaf jika kamu merasa dibohongi, tapi sebenarnya
Tampilan Clarissa terlihat sangat kacau. Gaun yang tadinya cantik dan anggun pun menjadi berantakan dengan banyak noda darah di sana. Namun ia sama sekali tak peduli, justru yang menjadi beban pikirannya saat ini adalah kondisi Leo. Ia berharap jika tak akan ada hal buruk yang terjadi padanya. Saat Leo sedang ditangani oleh dokter, ia terduduk di kursi tunggu bersama dengan orang tua pria itu, lebih tepatnya bersama Rani di sana. Sedangkan keluarga yang lainnya sebagian mengurus administrasi dan juga dititah Rani untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi akibat tragedi ini di gedung hotel tadi. "Clarissa, kamu bisa pulang dulu ke rumah ya? Tante tahu kalau kamu shock, jadi sebaiknya kamu istirahat dulu di rumah. Dan kamu juga perlu mengganti pakaian kan? Karena gaunmu sudah banyak darah. Kamu jangan khawatir, nanti biar tante dan keluarga lainnya yang akan menunggu Leo di sini." Ucapan Rani sama sekali tak akan pernah disetujui olehnya. Bagaimana bisa ia bisa kembali pulang den
Sekitar pukul 9 pagi Clarissa sudah bersiap-siap untuk segera pergi ke rumah sakit hari ini. Setelah mendapatkan kabar jika Leo sudah sadar sejak 1 jam yang lalu membuatnya bisa bernapas lega dan bersyukur. Karena inilah saat saat yang ia tunggu. Dengan begitu, rasa bersalahnya tak akan terus hinggap di hati sampai membuatnya stress dan kesulitan tidur seperti tadi malam. "Mama aku berangkat ke rumah sakit duluan ya?" "Loh, mama jjuga mau ikut. Tapi belum siap-siap, Ca." Sania yang masih sibuk berada di dapur itu jadi terdistraksi karena melihat Clarissa yang sudah berpamitan ingin pergi lebih dulu. "Mama jangan buru-buru. Nanti dateng ke rumah sakitnya pas sore atau malam aja nggak apa-apa kok. Barangkali papa juga pengen ikut." "Tapi kamu pergi sendirian nggak apa-apa?" "Nggak apa-apa kok, Ma. Aku bisa sendiri." "Ya udah kalau gitu, nanti mama nyusul sama papa kalau udah pulang dari kantor.""Iya, Ma. Jadi aku pergi duluan ya.""Eh tunggu, kamu belum makan. Sarapan dulu baru
"Maksud kamu Matthew?" Mendengar nama itu disebut, Clarissa terkejut bukan main. Pasalnya ia sama sekali tak pernah menceritakan tentang mantan kekasihnya itu terhadap Leo. Dan tentulah ia shock saat tahu bahwa Leo lebih dulu mengetahuinya. Jari-jemarinya pun sampai mencengkram kuat kain celananya tanpa sadar. "Om kenal Matthew?"Leo menggelengkan kepala pelan. Gadis itu merutuki diri karena sudah melayangkan pertanyaan bodoh, tentu saja pria itu tak mengenalnya karena memang mereka tak pernah bertemu sama sekali. Namun Clarissa hanya spontan bertanya karena saking penasaran dan kagetnya. "Saya tidak mengenalinya, selain tahu jika dia adalah mantan kekasihmu kan?" "Dan saya juga tahu kalau dia adalah penyebab kamu memiliki ketakutan saat petir datang. Karena semua trauma yang kamu alami itu berasal dari masa lalumu yang belum selesai," lanjut Leo kemudian. "Om tau darimana soal itu?" Clarissa masih mengejar jawaban yang masih ingin ia ketahuai kebenarannya. Sama sekali tak menggu
Meskipun Clarissa mengatakan yang sebenarnya jika ia sempat membasuh wajah dan mengakibatkan bibirnya pucat lantaran lipsticknya luntur itu pun, Leo masih kurang yakin dan berpikir jika ada hal lain yang sengaja ia tutupi. Namun ia sendiri tidak tahu hal apa itu. "Kamu hati-hati di jalan ya, Nak." "Iya, Tante." Leo pun tak bisa mencegahnya pergi dan terpaksa membiarkan Clarissa ingin meninggalkan ruang inapnya. Meski perasaannya sedikit tak enak karena memikirkan kondisi gadis itu juga tak membuat sang empu berubah pikiran. Sampai tak lama kemudian, Clarissa ambruk di lantai rumah sakit itu saat baru saja melangkah hendak keluar dari sana. Sontak saja hal tersebut membuat Rani dan juta Leo terkejut melihatnya. "Clarissa!" Rani pun bergegas menghampiri Clarissa yang sudah tak sadarkan diri itu untuk mendahului Leo yang nekat untuk mencabut selang infusnya dengan kasar karena terlalu buru-buru. Bahkan ia harus rela menahan rasa sakit yang luar biasa pada bagian perutnya yang belum
Setelah bergelut dengan pikirannya sejak tadi, akhirnya Clarissa memberanikan diri lagi untuk datang ke ruangan Leo meski tahu hubungan di antara mereka semakin abu-abu dan tak jelas akan kemana arahnya. Untuk saat ini ia masih segan dan ingin membalas budi atas semua pengorbanan yang dilakukan pria itu akhir-akhir ini. Walau pun berulang kali ia menolak pernyataan dan juga ajakan menikah darinya, Clarissa tetap mencoba berdamai dengan keadaan dan berusaha keras untuk menerima semua kenyataan itu. "Clarissa?" Saat baru saja masuk ke dalam ruang inapnya, ia sudah disambut oleh banyak orang yang kebetulan sedang membesuk Leo di sana. Termasuk Kenan. "Tante." "Gimana kondisi kamu sekarang, Nak? Masih sakit?" tanya Rani khawatir dengan meneliti tubuh Clarissa dari atas rambut hingga ke ujung kakinya. "Sekarang udah baik-baik aja kok, Tan. Maaf karena udah banyak ngerepotin." Leo yang terbaring di atas ranjangnya itu merasa sangat lega saat tahu Clarissa sudah lebih baik sekarang, wa