Felix tersenyum penuh misteri, menciptakan rasa penasaran di wajah Mama Sally. Dia memutuskan untuk mengungkapkan identitas mata-mata yang telah dia tempatkan untuk mengawasi pelayan yang dicurigainya."Mama, aku punya seseorang yang menjadi mata-mata di rumah kita. Seseorang yang akan membantu kita mengawasi pelayan yang kita curigai," ucap Felix dengan senyuman penuh misteri."Siapa dia?" Kemudian Felix membisikan sesuatu di telinga mama Sally, membuat wanita itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.Pelayan itu berjalan dengan hati-hati menuju gudang, merasa takut dan tegang. Setelah sampai di sana, dia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada bosnya, memberitahukan bahwa dia baru saja dihadapkan oleh Felix. Dalam pesan tersebut, pelayan itu mengungkapkan rasa takutnya bahwa Felix akan menghukumnya dan mengetahui tentang kejahatannya. ( Bos, tadi saya dihadapkan oleh Tuan Felix. Saya sangat takut bahwa dia akan menghukum saya dan mengetahui tentang kejahatan yang saya laku
Salma pulang larut malam setelah menghabiskan waktu di luar rumah. Saat dia masuk ke dalam rumah, Tuan Johnson, ayah mertuanya, menyindir Salma tentang tanggung jawabnya sebagai istri yang tidak memenuhi tugasnya terhadap Felix."Apakah ini seorang istri yang baik?" sindir Tuan Johnson. "Pergi pagi, pulang malam. Sepertinya harta anakku tak cukup membiayai hidup glamornya."Mendengar sindiran tersebut, Salma merasa kesal dan muak dengan komentar yang tidak pantas tersebut dan selalu memekakkan telinganya. Namun, dia memahami pentingnya menjaga hubungan baik dengan keluarga suaminya, sehingga dia harus berpura-pura menjadi menantu yang baik di hadapan mertuanya."Maaf, Pah, jika aku pulang larut malam. Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan di luar rumah," jawab Salma dengan raut wajah sedih dan tenang.'Ciih! Mulutmu macam kaleng bekas saja mertua menyebalkan!' geram Salma dalam hati."Sebagai seorang istri, tugasmu adalah memenuhi kebutuhan suamimu, Salma. Jangan lupakan kodra
Malam ini Salma memakai gaun seksi, lalu dia berjalan ke arah kamar Felix. Salma berinisiatif untuk menggoda suaminya. Salma akan menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. "Kau akan menjadi milikku, dan rencana keduaku, akan berjalan lancar," lirih Salma dengan senyuman menyeringai.Felix sedang duduk di tepi ranjang dan terkejut melihat kedatangan Salma di kamarnya. Pria itu kesal, tapi Salma tak perduli."Selamat malam, sayang," ucap Salma dengan senyuman nakal."Salma? Apa yang kamu lakukan di sini? Keluar!" marah Felix, tak suka melihat keberadaan Salma di kamarnya.Salma tersenyum manis saat Felix terkejut melihatnya. Dia bahkan tak perduli saat Felix mengusirnya, malah berjalan mendekat. Dalam gaun seksi yang dipilihnya dengan sengaja, Salma ingin membangkitkan gairah suaminya. Meskipun Felix terlihat sedikit kesal dengan kejutan ini, Salma tidak mempedulikannya. Dia ingin mengambil inisiatif sebagai seorang istri yang penuh gairah.Salma menghampiri Felix dengan langkah
Salma terkejut dan marah saat melihat Bella berdiri di ambang pintu kamar mandi, mengenakan gaun seksi di kamar Felix. Hatinya berdesir dengan kecemburuan dan amarah yang tak terbendung. Dia merasa seolah-olah haknya sebagai istri diabaikan dan diinjak-injak.Tanpa ragu, Salma mendekati Bella dengan langkah tegas. Wajahnya memancarkan keputusasaan dan kemarahan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. "Bella, apa yang kamu lakukan di sini? Ini adalah kamar suamiku. Malam ini adalah jatahku bersama Felix," ucap Salma dengan suara yang gemetar.Bella merasa terkejut oleh kedatangan Salma. Dia menelan ludahnya dan mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi ini. "Mba Salma, aku ... aku tidak bermaksud untuk mengganggu. Aku hanya ..." jawab Bella dengan nada yang terbata-bata.Namun, sebelum Bella bisa melanjutkan penjelasannya, Felix tiba-tiba muncul di sampingnya. Wajahnya penuh dengan kebingungan dan kekesalan. "Salma, pergilah dari sini? Kenapa kamu mengganggu kami?
Pagi itu, Salma terbangun dengan perasaan bahagia, sebab hari ini dia akan menjalankan rencananya. Namun, ketika dia turun ke ruang makan, pemandangan yang tak mengenakan terpampang di hadapannya. Felix, sedang mencium perut Bella. Salma merasa kesal melihat adegan itu. Dia merasa muak melihat kebahagiaan Felix dan Bella."Bagaimana dia bisa melakukan hal seperti itu? Itu sangat memuakkan." kata Salma di dalam hati.Salma mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya di depan keluarganya. Dia tidak ingin mengganggu suasana pagi yang tenang, tetapi rasa sakit hati yang dalam terus menghantuinya. 'Apakah dia tidak menghargai perasaanku? Bagaimana bisa dia melakukan ini?'Salma mencoba untuk tetap tenang dan menyembunyikan perasaannya, tetapi kekesalan dan kecewa terus menggerogoti hatinya. Dia berusaha untuk abai saja dan memakan sarapannya.Saat sedang sarapan, suasana di meja makan terasa tegang. Salma, tanpa diduga, melemparkan sebuah pertanyaan yang penuh dengan sindiran kepada Bell
Siang itu, Salma telah bersiap dengan rapi untuk menjalankan rencananya. Dia mengenakan dress full body berwarna hitam yang memberikan kesan elegan dan anggun. Dengan langkah mantap, Salma memasuki kantor Felix.Namun sebelum menuju ruangan Felix, Salma memutuskan untuk singgah sejenak di pantry. Dia ingin memerintahkan office boy yang berada di sana untuk membawakan minuman ke ruangan Felix. "Buatkan dua minuman ke ruangan Felix, dan campurkan ini!" titah Salma pada office boy itu sambil memberikan sebuah obat dan uang."Tentu, Ibu Salma. Saya akan melakukannya," jawab office boy itu dengan senang saat melihat uang lembaran merah di hadapannya.Setelah selesai, Salma melanjutkan perjalanannya menuju lift. Dia menekan tombol lantai atas, di mana ruangan Felix berada. Saat pintu lift terbuka, Salma masuk dan menunggu dengan sabar.Saat lift bergerak naik, Salma merasa detak jantungnya semakin cepat. Dia merasakan campuran antara kegugupan dan rasa tak sabar yang membara di dalam dirin
Beberapa saat setelah Felix meminum minuman itu, dia mulai merasa suhu tubuhnya meningkat dengan cepat. Dia merasa panas dan berkeringat. Felix mengendurkan dasinya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Dia merasa ada sesuatu yang perlu disalurkan.Felix menatap tajam ke arah Salma, dengan nada membentak, mencoba mencari jawaban atas apa yang telah Salma masukkan ke dalam minumannya."Apa yang kamu masukkan ke dalam minumanku, hah? Mengapa aku merasa begitu panas?!" marah Felix dengan nada membentak.Salma, dengan senyuman miring di wajahnya, mendekati Felix dengan gaya yang manja. Dia mengelus pipi Felix dengan lembut, mencoba membuatnya tenang."Oh, Felix, jangan khawatir. Itu hanya minuman yang segar. Aku ingin membuatmu merasa lebih baik," ucap Salma dengan suara lembut namun terkesan mende sah.Felix merasa nafasnya tertahan saat Salma mengelus pipinya dengan lembut. Namun, kecurigaannya masih menghantui pikirannya. Dia merasa marah dan terancam, curiga bah
Salma pergi ke sebuah bar dengan kekesalannya masih membekas di wajahnya. Dia ingin melupakan kegagalan rencananya. Tidak lama setelah itu, seorang pria tiba-tiba memeluknya dari belakang. Ternyata pria itu adalah Irfan, selingkuhannya."Huuh, rencanaku lagi-lagi gagal, Irfan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Semuanya terasa berantakan. Aku sudah menjebak Felix dengan obat itu, tapi dia malah mengusirku. Dasar pria impoten!" umpat Salma dengan emosi.Salma, dengan wajah penuh kekesalan, mengungkapkan kepada Irfan tentang kegagalan rencananya sekali lagi. Dia merasa frustrasi dan kecewa dengan dirinya sendiri.Irfan, yang menyadari keadaan Salma, mencoba untuk menghiburnya."Tenang, Sayang. Kadang-kadang rencana tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Yang terpenting sekarang ada aku di sini," goda Irfan sambil mengusap pinggang Salma .Salma, merasa tertekan dengan semua yang terjadi, memutuskan untuk meneguk beberapa minuman beralkohol. Dia mencoba untuk melupakan kegagala
Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
Felix melangkah masuk ke halaman rumahnya, hatinya dipenuhi rasa heran. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi ramai, penuh dengan suara tawa dan percakapan yang riuh. Dia merasa ada yang berbeda, sesuatu yang tidak biasa. Kemudian, ia teringat bahwa hari ini ada tamu spesial yang akan datang, namun ia lupa siapa tamu tersebut.Saat pintu rumah dibuka, aroma masakan yang lezat langsung menyapa indra penciumannya. Di tengah kebingungan dan rasa penasaran, mama Selly, ibu dari sahabatnya, langsung menghampirinya."Mama, ada apa ini? Kenapa rumah ini begitu ramai?" tanya Felix dengan wajah bingung."Felix, kamu lupa ya? Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kamu segera mandi dan ganti baju ya, tamu kita sedang menunggu di meja makan," jawab Mama Sally dengan senyum ramah."Tamu spesial? Siapa itu, Mama?" tanya Felix penasaran."Itu nanti kamu tahu sendiri setelah mandi dan berganti baju. Sekarang, cepatlah mandi dan berganti baju. Jangan sampai tamu kita menu
Sudah dua hari Felix tinggal di rumah, dan selama dua hari itu orang tuanya belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Felix merasa cemas dan khawatir tentang keberadaan orang tuanya. Namun, pada saat yang sama, Betrand, asisten Felix, menelepon dan memberitahu bahwa mereka akan ada meeting dalam satu jam."Iya, aku akan segera turun ke bawah," jawab Felix dengan datar pada Betrand di seberang telepon.Dengan perasaan terpaksa, Felix turun ke lantai bawah di mana Betrand sedang menunggunya. Saat melangkah ke bawah tangga, Felix melihat semua pelayan sedang sibuk menghias sebuah kamar di lantai satu. Felix merasa bingung dan penasaran tentang apa yang sedang terjadi. Tanpa pikir panjang, Felix mendekati salah satu pelayan dan bertanya, "Maaf, apa yang sedang terjadi di sini? Mengapa semua pelayan sedang sibuk menghias kamar ini?"Pelayan itu menoleh ke arah Felix dan menjawab dengan sopan, "Tuan Felix, ada tamu spesial yang akan menginap dan tinggal di rumah ini atas perintah dari Tuan J
"Namanya adalah, Galang Perdana Harrison," jawab Bella sambil mengusap pipi bayinya dengan lembut.Mama Sally tersenyum lebar, matanya berbinar-binar melihat cucu pertamanya yang baru saja diberi nama. Dia mengulurkan tangannya dengan penuh kelembutan, mengelus pipi Galang dengan lembut. "Galang Perdana Harrison, nama yang begitu indah. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan penuh keberanian, seperti namamu."Tuan Johnson mengangguk setuju, senyumnya tak bisa disembunyikan. Dia merasa bangga melihat Bella mengambil keputusan yang tepat untuk memberi nama kepada bayi mereka. "Galang, nama yang kuat dan memiliki makna yang mendalam. Kamu akan menjadi anak yang berani dan selalu berusaha mencapai tujuanmu, seperti namamu yang mengandung arti 'berani'."Bella melihat kedua orang yang begitu ia cintai dengan tatapan penuh kebahagiaan. Dia merasa lega karena mereka menerima nama yang dia pilih untuk bayi mereka. "Terima kasih, Mama Sally, Papa Johnson. Saya senang bahwa kali
Bella terdiam sejenak. "Aku tidak tahu Mah, apakah aku harus kembali kepada Max Felix atau tidak," jawab Bella dengan lirih.Mama Sally mendekati Bella dengan penuh kelembutan. "Sayangku, mama mengerti betapa sulitnya situasi yang kamu hadapi. Kamu sudah melalui banyak penderitaan dan trauma, dan mama tidak bisa membayangkan betapa beratnya bagi kamu untuk kembali kepada Felix. Tapi apapun keputusanmu, kami di sini untuk mendukungmu."Bella menangis, membiarkan air mata mengalir bebas di pipinya. "Mama Sally, aku takut. Aku takut Felix akan marah dan mengancam keselamatanku dan bayi ini. Aku takut dia akan mengambil bayiku dariku. Terlebih, aku takut pada mba Salma."Mama Sally menggenggam tangan Bella dengan erat. "Bella, kamu tidak sendiri dalam menghadapi semua ini. Kami akan melindungi kamu dan bayi ini. Jika kamu memilih untuk pergi kembali kepada Felix, kami akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamananmu. Tapi jika kamu memutuskan untuk tidak kembali, kami akan mendu