Beberapa saat setelah Felix meminum minuman itu, dia mulai merasa suhu tubuhnya meningkat dengan cepat. Dia merasa panas dan berkeringat. Felix mengendurkan dasinya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Dia merasa ada sesuatu yang perlu disalurkan.Felix menatap tajam ke arah Salma, dengan nada membentak, mencoba mencari jawaban atas apa yang telah Salma masukkan ke dalam minumannya."Apa yang kamu masukkan ke dalam minumanku, hah? Mengapa aku merasa begitu panas?!" marah Felix dengan nada membentak.Salma, dengan senyuman miring di wajahnya, mendekati Felix dengan gaya yang manja. Dia mengelus pipi Felix dengan lembut, mencoba membuatnya tenang."Oh, Felix, jangan khawatir. Itu hanya minuman yang segar. Aku ingin membuatmu merasa lebih baik," ucap Salma dengan suara lembut namun terkesan mende sah.Felix merasa nafasnya tertahan saat Salma mengelus pipinya dengan lembut. Namun, kecurigaannya masih menghantui pikirannya. Dia merasa marah dan terancam, curiga bah
Salma pergi ke sebuah bar dengan kekesalannya masih membekas di wajahnya. Dia ingin melupakan kegagalan rencananya. Tidak lama setelah itu, seorang pria tiba-tiba memeluknya dari belakang. Ternyata pria itu adalah Irfan, selingkuhannya."Huuh, rencanaku lagi-lagi gagal, Irfan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Semuanya terasa berantakan. Aku sudah menjebak Felix dengan obat itu, tapi dia malah mengusirku. Dasar pria impoten!" umpat Salma dengan emosi.Salma, dengan wajah penuh kekesalan, mengungkapkan kepada Irfan tentang kegagalan rencananya sekali lagi. Dia merasa frustrasi dan kecewa dengan dirinya sendiri.Irfan, yang menyadari keadaan Salma, mencoba untuk menghiburnya."Tenang, Sayang. Kadang-kadang rencana tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Yang terpenting sekarang ada aku di sini," goda Irfan sambil mengusap pinggang Salma .Salma, merasa tertekan dengan semua yang terjadi, memutuskan untuk meneguk beberapa minuman beralkohol. Dia mencoba untuk melupakan kegagala
Bella dan Putri duduk di salah satu kursi di mall sambil menikmati eskrim. Mereka tertawa dan bercanda, menikmati momen kebersamaan yang indah. Tak jauh dari kursi mereka, ada seorang wanita yang duduk sendirian. Wanita itu memperhatikan Bella dengan tatapan yang lekat, penuh rasa penasaran."Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia memiliki tanda lahir persis seperti anakku saat masih bayi? Aku merasa seperti melihat bayiku sendiri," kata wanita itu di dalam hati dengan penuh rasa keingin Tahuan.Wanita itu ragu untuk mendekat dan bertanya pada Bella. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, rasa penasaran dan keingintahuannya terus menghantuinya.'Apakah aku harus mengajaknya bicara? Tapi apa yang bisa kukatakan padanya? Aku takut mengganggunya.' ragunya.Bella dan Putri melanjutkan percakapan mereka dengan riang. Mereka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka dengan penuh perasaan campur aduk."Kamu tahu, Putri, aku senang bisa menghabiskan waktu bersam
Tiba tiba seorang pria tampan dengan balutan jas mahal, rambut rapi, hidung mancung dan penuh karisma, muncul dan duduk di hadapan wanita yang tadi menyapa Bella dan menanyakan soal tanda lahir itu, yang bernama Rani. Ternyata pria itu adalah putranya, yang bernama Rey. Rey duduk mendekat di samping mama Rani, memperhatikan wajahnya yang tampak bengong. Dia penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan oleh ibunya."Mama, kenapa mama terlihat sedih? Apa yang sedang mama pikirkan?" tanya Rey penasaran.Mama Rani menatap Rey dengan mata penuh kebingungan dan kekhawatiran. Dia ragu untuk memberitahu Rey tentang apa yang baru saja dialaminya. Namun, dia tahu bahwa Rey adalah anak yang cerdas dan dewasa, dan mungkin dia bisa memberikan beberapa petunjuk."Rey, tadi mama bertemu dengan seorang wanita yang memiliki tanda lahir yang sama dengan adikmu, yang telah hilang 23 tahun yang lalu," ungkap mama Rani.Dia merasa sudah saatnya Rey mengetahui semuanya. Karena dulu saat adiknya Rey hamil
Mama Rania menggeleng lemah, dia merasa bodoh sebab tadi saat bertemu Bella, dia tidak menanyakan nama Bella. Melihat kesedihan mamanya, Rey segera merangkul bahu mama Rani, dan mengatakan bahwa dia akan menyelidiki Bella lewat anak buahnya. Rey berjanji jika dia akan menemukan alamat Bella"Mama, jangan khawatir," kata Rey dengan lembut sambil merangkul bahu mama Rani. "Aku akan mencari tahu tentang wanita itu melalui anak buahku. Aku tidak akan berhenti sampai aku menemukan alamatnya."Mama Rani menatap Rey dengan penuh harap. "Benarkah, Nak? Aku sangat ingin bertemu dengan dia lagi. Dia adalah satu-satunya petunjuk tentang dugaan, Mama. Namun, entah kenapa, feeling mama mengatakan jika dia benar adikmu."Rey mengangguk tegas. "Aku berjanji, Mama. Aku akan melakukan segalanya untuk menemukannya. Kita akan bertemu dengannya lagi, aku yakin."..Bella memandangi wajah lelap Putri yang sedang tidur di kursi belakang mobil. Tatapannya penuh dengan kehangatan dan cinta. Hatinya terasa p
Bella duduk dengan nyaman di sofa, sambil membaca majalah ibu hamil. Ia merasa senang dan bersemangat mengikuti perkembangan kehamilannya. Tiba-tiba, pintu terbuka dan seorang pelayan datang membawa nampan dengan rujak mangga muda, pesanan Bella"Nyonya Muda, ini rujak pesenan Anda," kata pelayan itu sambil menaruhnya di atas meja Bella melihat pelayan dengan senyum ramah. "Terima kasih banyak," ucapnya sambil mengambil piring rujak dari tangan pelayan. Bella langsung mulai menyantap rujak itu dengan lahap, menikmati kelezatan buah mangga yang segar.Sementara Bella asyik menikmati rujak, pelayan itu tersenyum penuh misteri. Ada kilatan di matanya yang tidak bisa Bella pahami. Namun, Bella terlalu terpesona dengan rasa rujak yang lezat untuk memperhatikan ekspresi pelayan tersebut."Hahaha! Makanlah, dan habiskan. Setelah ini, bayimu akan tiada.' batin pelayan itu.Tidak lama setelah Bella selesai menyantap rujak, ia mulai merasakan sesuatu yang tidak biasa. Perutnya mulai terasa pe
Sesampainya di rumah, Felix merasa hatinya berdebar-debar. Ia segera menuju ruang kontrol CCTV untuk mencari tahu siapa yang memberikan rujak pada istrinya. Felix duduk di depan layar monitor dengan tegang, memutar rekaman kamera untuk melihat apa yang terjadi.Ketika gambar muncul di layar, Felix melihat seorang pelayan yang mengantarkan rujak untuk Bella. Wajahnya terlihat jelas, dan Felix kurang mengenali pelayan itu sebagai salah satu dari mereka yang bekerja di rumahnya. Rasa amarah dan kekecewaan memenuhi hati Felix. Ia merasa dikhianati oleh seseorang yang seharusnya ia percayai."Jadi dia pelakunya!" geram Felix.Felix mengepalkan tangannya dengan kuat, merasakan kemarahan yang membara di dalam dirinya. Ia merasa harus bertindak segera untuk melindungi Bella dan mengungkap kebenaran. Felix memutuskan untuk memanggil semua pelayan ke ruang keluarga.Pelayan-pelayan yang bekerja di rumah Felix berkumpul di ruang keluarga dengan wajah penuh kebingungan. Mereka tidak tahu apa yang
Ima, seorang pelayan yang bekerja di rumah Felix sedang membersihkan kamarnya. Kebetulan di rumah Felix setiap dua orang pelayan berada dalam satu kamar. Namun, saat dia akan membersihkan meja tak sengaja menyenggol plastik hitam. Ima yang penasaran pun membuka plastik itu, dan ternyata isinya sebuah topeng kulit. "Hah, topeng kulit? Ini punya siapa ya? Kenapa ada di sini?" lirih Ima dengan perasaan bertanya-tanya. "Apa ini punya Siti?"Tak lama Siti, teman sekamar Ima keluar dari kamar mandi. Lalu Ima menanyakan soal topeng itu. "Ti, ini punyamu atau bukan?" tanya Ima sambil memegang topeng itu.Seketika wajah Siti mendadak tegang dan gugup, saat melihat Ima menemukan topeng miliknya. Namun Siti seperti orang ketakutan."Topeng kulit? Aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Pasti bukan milikku," elak Siti dengan senyuman kaku dan gugup.Ima mengernyitkan dahi, seolah ragu dengan jawaban Siti. Apalagi saat melihat wajah temannya yang gugup saat Ima menanyakan soal topeng itu. "Serius?
Felix berjalan menuju pintu kamarnya yang sedang digedor dengan keras. Saat pintu itu terbuka, dia melihat Mama Selly, ibunya, berdiri di depan pintu dengan wajah pucat dan penuh kepanikan."Mas Felix, ada apa? Kenapa Mama Sally menggedor pintu dengan begitu keras?" tanya Bella yang berada di sampingnya, raut wajahnya penuh kekhawatiran.Felix menghela nafas dalam-dalam, merasakan kegelisahan yang sama. "Mama, ada apa? Kenapa wajahmu tampak begitu panik?" tanya Felix, mencoba menenangkan ibunya.Mama Sally menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahu mereka berita yang sangat mengejutkan. "Felix, Bella, beberapa menit yang lalu, pihak rumah sakit jiwa menelpon mama. Mereka mengatakan bahwa Salma mencoba untuk ... melakukan tindakan bunuh diri."Kata-kata itu jatuh seperti bom, membuat Felix dan Bella terdiam dalam kejutan. Bella merasa tubuhnya gemetar dan dia memegang lengan Felix dengan kuat, mencoba mencari dukungan."Mas Felix, apa ... apa ini be
Malam itu, setelah Bella selesai menyusui Galang, bayinya, dia berdiri di balkon kamar sambil menatap kegelapan malam. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan rasa bersalah terhadap Salma, istri pertama Felix yang saat ini sedang berada di rumah sakit jiwa.Tiba-tiba, Felix memeluknya dari belakang, kepalanya bersandar di bahu Bella. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Bella?" tanya Felix dengan suara lembut.Bella merasa air matanya menggenang. "Aku ... aku merasa bersalah, Mas Felix," jawab Bella dengan suara yang bergetar. "Aku merasa sedih melihat kondisi Mba Salma. Dia masih menyimpan kebencian yang begitu dalam terhadapku, dan aku merasa bahwa semua ini adalah salahku."Felix merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan Bella. Dia mempererat pelukannya dan mencoba menenangkan Bella. "Bella, kamu tidak perlu merasa bersalah. Kondisi Salma bukan salahmu. Dia memiliki masalahnya sendiri yang harus dia hadapi. Kita semua memiliki beban dan tantangan dalam hidup kita, dan Salma juga demi
Pagi itu, Bella dan Felix melangkah keluar dari pintu rumah mereka dengan hati yang berdebar-debar. Mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting, mereka akan pergi ke rumah sakit jiwa untuk menemui Salma.Sementara Galang, sang anak kecil yang penuh keceriaan, mereka titipkan kepada mama Sally, yang dengan setia menjaga dan merawatnya.Mama Sally menatap Bella dengan cemas, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Apakah kamu yakin akan pergi ke rumah sakit jiwa, Bella? Kamu tahu betapa sulitnya melihat Salma dalam kondisi seperti ini," ucapnya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Bella mengangguk mantap, walaupun di dalam hatinya ada keraguan yang menghantui. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keadaan Salma. Bella merasa bahwa hanya dengan melihatnya secara langsung, dia bisa merasakan apa yang Salma alami dan memberikan dukungan yang lebih dalam."Felix dan aku perlu melihatnya sendiri, Mama Sally. Kami ingin memberikan dukungan sebanyak mungkin untuk
"Iya, kamu benar, Nak. Papa memang mengetahui segalanya."Tuan Johnson duduk dengan tenang di sofa kulit berwarna gelap, lampu ruangan menerangi wajahnya yang berkerut, menunjukkan tanda-tanda usia dan kebijaksanaan. Dia mengambil napas dalam-dalam, menatap Felix yang tampak pucat dan terkejut."Felix," kata Tuan Johnson dengan suara yang lembut namun penuh otoritas. "Aku tahu ini mungkin sulit untukmu menerima kenyataan ini. Tapi aku melakukan ini demi Bella, demi kalian berdua."Felix merasa seperti ditampar oleh kata-kata ayahnya. Dia merasa seolah-olah tanah di bawahnya runtuh. "Kenapa, Pah?" Felix bertanya, suaranya bergetar. "Kenapa kau tidak memberitahuku?"Tuan Johnson menatap Felix, matanya penuh penyesalan. "Karena aku tahu betapa kerasnya kau mencintai Bella, Felix. Aku tahu betapa hancurnya hatimu saat dia pergi. Aku hanya ingin melindungi kalian. Terlebih, Bella masih belum siap bertemu denganmu."Felix merasa kepalanya berputar. Dia menatap ayahnya, mencoba mencerna seti
Felix melepaskan pelukannya dan menatap Bella dengan tatapan penuh cinta. "Bella, aku sangat merindukanmu. Aku bahagia kamu kembali. Aku mencintaimu," ucap Felix dengan suara bergetar. "Kemana kamu selama ini, sayang? Kenapa kau pergi meninggalkanku?"Bella menatap Felix dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia tampaknya masih belum yakin dengan apa yang harus dia lakukan. Namun, Felix tahu bahwa dia harus bersabar. Dia harus memberi Bella waktu untuk memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka berdua kembali bersama."Sayang aku khawatir dengan keadaanmu dan ..." Ucapan Felix terhenti saat melihat perut Bella yang sudah kempes.Felix menatap Bella dengan penuh kasih saat matanya terfokus pada perut Bella yang sudah tidak buncit lagi. Dia tidak bisa menahan kebahagiaannya dan akhirnya bertanya apakah Bella telah melahirkan anak mereka. "Apa kamu sudah melahirkan, sayang?" Bella hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.Melihat reaksi Bella, Felix merasa hatinya b
Felix melangkah masuk ke halaman rumahnya, hatinya dipenuhi rasa heran. Suasana rumah yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi ramai, penuh dengan suara tawa dan percakapan yang riuh. Dia merasa ada yang berbeda, sesuatu yang tidak biasa. Kemudian, ia teringat bahwa hari ini ada tamu spesial yang akan datang, namun ia lupa siapa tamu tersebut.Saat pintu rumah dibuka, aroma masakan yang lezat langsung menyapa indra penciumannya. Di tengah kebingungan dan rasa penasaran, mama Selly, ibu dari sahabatnya, langsung menghampirinya."Mama, ada apa ini? Kenapa rumah ini begitu ramai?" tanya Felix dengan wajah bingung."Felix, kamu lupa ya? Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kamu segera mandi dan ganti baju ya, tamu kita sedang menunggu di meja makan," jawab Mama Sally dengan senyum ramah."Tamu spesial? Siapa itu, Mama?" tanya Felix penasaran."Itu nanti kamu tahu sendiri setelah mandi dan berganti baju. Sekarang, cepatlah mandi dan berganti baju. Jangan sampai tamu kita menu
Sudah dua hari Felix tinggal di rumah, dan selama dua hari itu orang tuanya belum pulang dan tidak bisa dihubungi. Felix merasa cemas dan khawatir tentang keberadaan orang tuanya. Namun, pada saat yang sama, Betrand, asisten Felix, menelepon dan memberitahu bahwa mereka akan ada meeting dalam satu jam."Iya, aku akan segera turun ke bawah," jawab Felix dengan datar pada Betrand di seberang telepon.Dengan perasaan terpaksa, Felix turun ke lantai bawah di mana Betrand sedang menunggunya. Saat melangkah ke bawah tangga, Felix melihat semua pelayan sedang sibuk menghias sebuah kamar di lantai satu. Felix merasa bingung dan penasaran tentang apa yang sedang terjadi. Tanpa pikir panjang, Felix mendekati salah satu pelayan dan bertanya, "Maaf, apa yang sedang terjadi di sini? Mengapa semua pelayan sedang sibuk menghias kamar ini?"Pelayan itu menoleh ke arah Felix dan menjawab dengan sopan, "Tuan Felix, ada tamu spesial yang akan menginap dan tinggal di rumah ini atas perintah dari Tuan J
"Namanya adalah, Galang Perdana Harrison," jawab Bella sambil mengusap pipi bayinya dengan lembut.Mama Sally tersenyum lebar, matanya berbinar-binar melihat cucu pertamanya yang baru saja diberi nama. Dia mengulurkan tangannya dengan penuh kelembutan, mengelus pipi Galang dengan lembut. "Galang Perdana Harrison, nama yang begitu indah. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan penuh keberanian, seperti namamu."Tuan Johnson mengangguk setuju, senyumnya tak bisa disembunyikan. Dia merasa bangga melihat Bella mengambil keputusan yang tepat untuk memberi nama kepada bayi mereka. "Galang, nama yang kuat dan memiliki makna yang mendalam. Kamu akan menjadi anak yang berani dan selalu berusaha mencapai tujuanmu, seperti namamu yang mengandung arti 'berani'."Bella melihat kedua orang yang begitu ia cintai dengan tatapan penuh kebahagiaan. Dia merasa lega karena mereka menerima nama yang dia pilih untuk bayi mereka. "Terima kasih, Mama Sally, Papa Johnson. Saya senang bahwa kali
Bella terdiam sejenak. "Aku tidak tahu Mah, apakah aku harus kembali kepada Max Felix atau tidak," jawab Bella dengan lirih.Mama Sally mendekati Bella dengan penuh kelembutan. "Sayangku, mama mengerti betapa sulitnya situasi yang kamu hadapi. Kamu sudah melalui banyak penderitaan dan trauma, dan mama tidak bisa membayangkan betapa beratnya bagi kamu untuk kembali kepada Felix. Tapi apapun keputusanmu, kami di sini untuk mendukungmu."Bella menangis, membiarkan air mata mengalir bebas di pipinya. "Mama Sally, aku takut. Aku takut Felix akan marah dan mengancam keselamatanku dan bayi ini. Aku takut dia akan mengambil bayiku dariku. Terlebih, aku takut pada mba Salma."Mama Sally menggenggam tangan Bella dengan erat. "Bella, kamu tidak sendiri dalam menghadapi semua ini. Kami akan melindungi kamu dan bayi ini. Jika kamu memilih untuk pergi kembali kepada Felix, kami akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamananmu. Tapi jika kamu memutuskan untuk tidak kembali, kami akan mendu