Dalam ruangan dokter Obgyn, Vio terbaring, perutnya yang telah diolesi jel oleh salah satu perawat perlahan ditempeli alat USG. Benda itu bergerak kesana kemari. Berpusat di perut bawah Vio.
Mata Bastian bergerak mengikuti arah benda itu menari-nari di atas perut istrinya. Dengan berharap-harap cemas, wajah Bastian terlihat begitu tegang. Akan tetapi dia harus bersabar. Jika itu dokter Jil, bisa saja dia langsung mencekik pria lajang itu saking tak sabarnya.Huuuuufffftt...Bastian beberapa kali membuang nafasnya. Nunggu sang dokter kandungan tak juga bersuara.Kenapa lama sekali gerutu Bastian dalam hati. Yaahh, walau saat ini mereka baru lima menitan masuk kedalam sana."Nah, ini udah kelihatan.""Apanya dok? Kecebong saya?"Dokter kandungan itu terkekeh, begitu juga dengan asisten dokter. Bastian menggeram kesal. Seketika ruangan jadi dingin dan sepi."Jadi, tuan dan Nyonya. Ini adalah janinnya."DokSiang itu matahari begitu terik. Davi mengambil ijin untuk masuk setengah hari. Hari ini Davi harus mengantar ibunya untuk kontrol di sebuah rumah sakit.Setelah memesan taksi online Davi membantu ibunya mengenakan pakaian hangat."Ibu, sebentar lagi taksinya datang. Begini apa sudah hangat?""Sudah. Terima kasih Davi.""Jangan bicara begitu. Aku ini anakmu."Terdengar suara klakson di depan rumah. Davi memapah ibunya, hingga ke depan. Membantu masuk ke dalam taksi. Lalu dia mengunci pintu, Setelah semua aman. Davi melangkah memasuki taksi."Pak, sebelum ke rumah sakit pusat X, bisakah kita mampir dulu ke mini market, sebentar aja." pinta Davi pada sang supir."Bisa mba, karena sudah berlangganan, bisa deh.""Makasih y pak."Davi beralih pada ibu,"Ibu, tidurlah dulu. kalau sudah sampai nanti aku bangun kan."Ibu Davi memejamkan matanya, sedangkan Davi masih terjaga. Dia mengeluarkan p
Davi menghela nafasnya. Membuang beban berat di dadanya. Tubuh gadis itu bersandar pada tembok yang menyembunyikan tubuhnya dari pandangan mata. Di belakang tembok itu, Andi dan seorang wanita tengah bercumbu menghimpit tembok di sisi yang lain.Tentu saja, hatinya sangat hancur. Tadinya Davi berniat berbelanja sayur di pasar. Namun salah satu teman menghubunginya. mengatakan melihat Andi pacarnya sedang bermesraan di sebuah apartemen mewah.Gegas, Davi berlari menuju apartemen yang di maksud. Berharap temannya itu salah lihat. Namun kenyataan pahitlah yang dia terima. Andi memang berselingkuh dengan dengan seorang wanita.Dengan membulatkan tekatnya, Davi melangkah walau kaki nya bergetar. Air mata nya dia sapu dan hempas. Matanya sudah memerah, namun sekuat mungkin dia tahan agar tidak mengeluarkan kristal bening lagi."Andi."Pria yang di sebut Andi itu menoleh, dengan bercak liptik di sekitar bibirnya. Membuat Davi sakit sekaligus jij
"Fang!""Iya Tuan?""Bagaimana kehidupan asmaramu?" Bastian memeriksa beberapa berkas kerja di ruangannya."Kenapa tuan tiba-tiba menanyakannya?""Kau hampir tak pernah terlihat bersama wanita." Bastian menatap wajah Fang, lalu mengalihkan lagi pada berkas ditangannya."Kenapa saya harus terlihat bersama wanita?" Fang mengerutkan dahi."Karena itu normalnya. Kita selalu bersama dan itu tidak normal.""Apa nyonya yang mengatakan itu tuan?" tanya Fang dengan sangat hati-hati.Wajah Bastian berubah, tentu saja karena itu benar. Bastian berhenti sebentar dari aktifitas nya dan menatap inten Fang."Kenapa tebakan mu benar? Apa kau memasang cctv di tubuhku?" tanya nya heran. Bastian menautkan kedua alisnya.Fang cekikikan."potong gajih."Fang langsung terdiam."Itu karena anda mudah terbaca tuan." lirih Fang menahan tawanya."Benarkah?" sedikit terkejut.
Malam itu, Vio dan Bastian pulang berdua. Meninggalkan Fang dan Davi dirumah sakit. Sepanjang jalan, Vio hanya diam melamun. Bastian yang sedang menyetir melihat melalui ekor matanya. Lalu kembali fokus pada jalanan."Apa yang mengganggumu, istriku?"Vio masih terdiam. Vio membenarkan sedikit posisi duduknya."Davi. Dia, teman terbaikku. Saat aku kesulitan dia membantuku." ucap Vio sendu."Walau dia dari keluarga broken. Ayahnya sudah meninggal, ibunya sakit-sakitan, dan kakak seorang bajingaan. Dia tak pernah meninggalkan ku saat kesulitan." Vio menitikkan air matanya."Daddy Bi, bisa kah kita membantunya?" Vio menoleh menatap suaminya.Bastian tersenyum."Tentu."Bastian mengusap kepala istrinya itu.Sesampainya di rumah, Vio sudah sangat lelah. Dia langsung tertidur begitu mencium bantal.Bastian baru saja keluar dari kamar mandi,masih tampak sedikit basah. Dengan melilitkan handuk di pinggangnya. Dia
Suasana berkabung dalam sebuah rumah pemakaman yang di buat sederhana. Davi dengan stelan baju hitam hanya diam dipinggir pusara ibunya. Vio pun masih setia disampingnya. Dalam hitmad pemakaman sang ibu, datanglah seorang pria yang berteriak dan membuat keributan.Pria itu langsung menerobos dan berdiri di depan Davi. Dia sedang di tahan oleh beberapa tetangga rumah Davi di kampung. Pria itu menarik tangannya kasar."Kau senaang?"Davi melihat pria itu yang tak lain adalah kakaknya."Ibu sudah mati. Apa kau senang?" dengan berteriak lantang."Ngapain pura-pura nangis? Biar dapat simpati!"Pria itu terus mengoceh, Davi hanya diam saja tanpa memperdulikannya.Pria itu mendekat. Tentu saja Vio sedikit was-was. Apa yang mungkin akan dilakukan kakak Davi itu. Kakak Davi hanya berdiri disamping pusara ibu. Lalu bejongkok. Dan hanya diam.Setelah usai pemakaman, suasana berkabung masih tertinggal dirumah duka. Dav
"Kenapa kita kemari?"Sandi bergidig curiga karena Fang membawa nya ke sebuah lokasi di atas bukit, yang di sisi lainnya adalah jurang yang langsung menghadap laut."Tentu saja untuk membicarakan kompensasi." seringai Fang.Malam itu begitu sunyi,hanya suara ombak yang bertemu karang dilautan mendebur membentuk nyanyian malam yang indah. Bulan yang sedikit malu bersembunyi di balik awan gelap yang berarak di bawa angin. Perlahan Bulan memancarkan sinarnya.Di keremangan malam itu, Sandi tersungkur dengan mulut berdarah dan nafas tersengal."Sandi Harmawan. Lahir pada tahun Xx penjudi yang lebih sering kalah. Di rumah judi sudah memiliki hutang hingga satu juta dolar. Seorang peminum aktif dan pengguna ekstasi."Fang melempar lembaran kertas dan foto ditangannya."Sampah!"Sandi bergidig kengerian."Ap-apa mau mu? Aku bisa melaporkanmu ke polisi atas tindakan kekerasan ."Fang terkekeh.
Dalam kaamar hotel itu, Fang duduk tak jauh dari Bastian. Menunjukan beberapa berkas dan tablet yang dia bawa.Bastian tertawa lucu."Keluarga Hendrawan benar-benar mengelikan."kekehnya."Ada apa, Sayang?" Vio mendekat dan duduk di sisi Bastian."Ini adalah berkas yang kau serahkan. Fang sudah memproses nya."Wajah Vio terkejut."Secepat ini?"Bastian tersenyum remeh."Kau luar biasa Fang." Vio beralih melihat Fang dengan kekaguman.Bastian yang tak suka Fang di puji itu, melirik tajam istrinya."Eee... Asisten Fang, kau luar biasa." merasa mendapat lirikan yang mematikan dari suaminya, Vio memilih membenahi kalimatnya.Bastian berdehem. "Eeheeemmm...""Tentu saja lebih hebat suamiku yang memperkerjakan mu...." Vio tersenyum kikuk. Dia sangat tau jika Bastian pastilah tidak suka jika mendengarnya memuji orang lain. Jadi ia terpaksa membenahi lagi kalimatnya.Selamat!
"Nona Lyn." Jil mendekat dan berhenti tepat didepan Lyn. Tangan nya menengadah, Lyn meletakkan tangannya pada tangan Jin."Selamat ulang tahun." ucap Jil sambil mencium tangan Lyn.Tentu saja itu membuat Lyn tersipu malu. Sedangkan Andi jadi marah dan kesal. Di pisahkannya tangan keduanya segera. Lalu merangkul pinggang Lyn."Dia pacarku! Jangan sembarangan menyentuhnya."Jil tercengang, begitupun dengan orang-orang disekitarnya."Sayang sekali kau sudah punya pacar." oceh Jil lembut dengan memasang wajah sedih."Ya ampuunn... Tangkapan besar lepas demi ikan teri.""Sayang sekali ya, padahal Jil terlihat begitu berharap.""Aku tidak menyangka selera Lyn begitu rendah dengan memilih pria yang tak ada apa-apanya itu."Gumaman-gumaman teman Lyn sangat menggelitik telinga Andi. Tentu saja dia sangat kesal dengan ocehan teman-teman Lyn."Tidak!" Lyn segera melepaskan tangan Andi dari pingg