Usai menyelesaikan permainan panas, mereka membersihkan diri di bawah shower. Setelahnya mereka berpakaian dan turun ke lantai bawah untuk bergabung makan malam bersama keluarga besar Raja.
"Malam, Kakek.""Malam cucu-cucuku.""Papa belum pulang, Mah?" tanya Raja."Belum, katanya ada pertemuan dengan temannya."Raja mengangguk-anggukkan kepalanya. Lantas pria itu menarik kursi dan duduk di sebelah kanan sang kakek dan kiri istrinya.Suasana makan malam berjalan syahdu. Seluruh keluarga duduk di meja makan, di mana aroma hidangan yang lezat menguar di udara. Mereka menikmati hidangan bersama, sambil berbincang-bincang ringan yang membuat suasana semakin hangat."Raj, besok kamu jadi ke Bandung?" tanya Amel di sela-sela santapannya.Raja mengangguk seraya mengunyah makanannya."Berapa lama kamu di sana?" Kini kakek Danuarta yang bertanya."Inginnya segera pulang jika urusan di sana sudah selesai. Karena aku tidak bisa jauh-jauh dari istri tercintaku ini," ucap Raja seraya menoleh pada Prisil sembari mengerlingkan matanya nakal."Mas!"Raja tersenyum begitu pula dengan keluarga yang lain ikut tersenyum senang melihat hubungan romantis anak dan cucu mantu mereka.Setelah merampungkan makan malam, Raja dan Prisil berpamitan dengan senyum hangat pada Mama Amel dan Kakek Danuarta. Tanpa menunggu lama, pasangan itu langsung naik ke kamar mereka.Di dalam kamar, Prisil langsung mengambil koper untuk mempersiapkan perlengkapan suaminya selama tinggal di Bandung. Ia dengan cermat memilih pakaian dan barang-barang yang mungkin diperlukan Raja selama perjalanan.Sementara itu, Raja langsung menyambar laptopnya dari meja untuk mengecek pekerjaan yang sempat terbengkalai akibat kurangnya fokus saat bekerja tadi."Mas, kamu mau dibawakan berapa stel pakaian?" tanya Prisil seraya menata pakaian suaminya ke dalam koper."Hem, tidak usah terlalu banyak, Sayang. Mungkin aku hanya sehari atau paling lama dua hari saja," jawab Raja, fokus pada layar laptopnya.Wanita itu mengangguk mengerti.Raja duduk di pinggir ranjang, bersandar pada headboard, sambil fokus pada pekerjaannya. Prisil, yang telah selesai mempacking semua keperluan suaminya untuk perjalanan besok pagi, segera menghampiri suaminya dan ikut duduk di sebelahnya.Dengan lembut, Prisil meletakkan tangannya di bahu Raja, memberikan dukungan dan kehangatan. Mereka duduk bersama, Raja menoleh dan tersenyum pada istrinya, merasakan kehadiran Prisil sebagai sumber ketenangan di tengah-tengah kesibukannya."Mas," panggil Prisil lembut sambil memainkan kuku-kuku jarinya sementara kepalanya bersandar pada bahu Raja."Hmm," jawab Raja dengan deheman."Hari ini aku bertemu dengan beberapa wanita yang akan menjadi calon istrimu, tapi.. sepertinya tidak ada yang cocok untukmu," ucap Prisil, ada rasa takut dalam perkataannya.Raja menghentikan jari-jarinya yang sedang bergerak lincah di atas laptop, lalu menatap istrinya dengan serius. Matanya penuh dengan kehangatan dan kecintaan, mencerminkan makna yang lebih dalam dari tatapan biasa."Jelaslah, Sayang. Tidak ada wanita manapun selain kamu yang bisa mengerti aku," ucapnya, suara Raja terdengar lembut namun penuh makna. "Lebih baik kita hentikan saja rencana ini. Aku tidak bisa, Sayang. Keinginanmu itu.. sungguh membebani pikiranku."Prisil menggeleng cepat, "Mas, kamu tidak boleh berubah pikiran lagi. Hanya ini satu-satunya jalan agar kita memilik anak.""Masih banyak cara lain, Sayang. Lebih baik kita adopsi anak saja, kita cari anak yang masih bayi," usul Raja."Tidak, Mas! Aku tidak sanggup melihat Kakek dan seluruh keluarga kamu kecewa jika tahu bahwa anak itu bukan keturunan mereka, bukan darah daging kamu.""Tolong, Mas. Kita sudah bahas ini dan kamu sudah setuju." Prisil menatap dalam wajah suaminya matanya mulai berkaca-kaca, wanita itu memang sangat sensitif jika sudah membahas tentang anak.Raja menghela napas sejenak lalu meletakkan laptopnya di atas nakas samping tempat tidur. "Jika aku yang tidak bisa memberikanmu anak, apa kamu juga mau menikah lagi?" Raja menatap lekat wajah istrinya.Prisil terdiam saat Raja memberikan pelukan hangat padanya. Raja benar-benar tidak sanggup jika harus berbagi ranjang dengan wanita lain."Mas.. aku mohon jangan rubah lagi keputusanmu. Apa kamu tidak ingin melihatku bahagia?""Justru aku melakukan itu karena aku tidak sanggup melihatmu menderita nantinya. Aku sangat mencintaimu, Sayang."Prisil menarik tubuhnya dari pelukan Raja. "Aku sudah menyiapkan diriku, Mas. Aku tidak akan menyesal dengan keputusanku ini. Demi bisa mendapatkan keturunan dari darah dagingmu dan kebahagiaan keluarga besar kita, aku rela dan siap berbagi cinta dengan wanita lain." Wanita itu meyakinkan suaminya dengan tatapan memohon.Lagi-lagi Raja menghela napasnya. "Lalu dimana kita bisa mendapatkan seorang perempuan yang mau dijadikan istri kontrak?""Jika aku ditakdirkan menjadi seorang ibu, kita pasti akan menemukan wanita itu," kata Prisil dengan tatapan dalam.Raja membawa Prisil kembali kepelukannya lebih erat. Pria itu benar-benar mencintai istrinya.~~~~~ooOOoo~~~~~Perusahaan keluarga Harrison sangat terkenal di Asia, dan saat ini mereka tengah melebarkan sayap bisnisnya ke Eropa. Bisnis keluarga Raja tidak bisa dianggap remeh, karena Rich Danuarta Harrison, kakek Raja, adalah figur yang sangat terkenal di dunia bisnis sejak usia muda. Keberhasilannya telah menempatkan keluarga Harrison di puncak daftar perusahaan terkemuka, dan nama mereka dihormati di berbagai belahan dunia.Ketenaran Rich Danuarta Harrison membawa kecemerlangan pada bisnis keluarga ini. Banyak yang merasa segan dan hormat terhadap keluarga Harrison, terinspirasi oleh jejak kesuksesan yang telah dicapai. Ekspansi bisnis ke Eropa menjadi tonggak penting dalam perjalanan keluarga Harrison, membuktikan keberanian dan visi mereka dalam meraih prestasi di tingkat global.Di dalam negeri, sudah tidak perlu lagi ditanyakan berapa banyak anak perusahaan dari keluarga Harrison, karena hampir di setiap kota ada jejak bisnis mereka. Perusahaan ini, yang kini dipegang oleh Ramon Harrison, telah tumbuh menjadi kekuatan bisnis yang tak terbantahkan di dalam negeri.Ramon Harrison, dengan pengalaman dan kepemimpinan yang kuat, mewarisi tongkat estafet bisnis keluarga ini. Rajendra David Harrison, yang biasa di sapa Raja, mulai mengambil alih tanggung jawab. Pergeseran kepemimpinan ini menandai kelanjutan keberlanjutan bisnis keluarga Harrison, membawa semangat inovasi dan visi baru yang akan membawa perusahaan ini lebih jauh lagi.Pagi-pagi sekali, Raja sudah berpamitan pada istrinya dan keluarganya sebelum berangkat ke Bandung. Selain untuk mengurus masalah di anak perusahaan produk perhiasan, ia juga memiliki agenda bertemu dengan temannya untuk menjalin kerja sama bisnis yang lebih erat.Setelah tiba di kantor Bandung, Raja langsung terjun ke dalam mengecek permasalahan yang tengah dihadapi anak perusahaannya di sana."Selamat datang, mas Raja," sapa seorang pria seumuran sang ayah yang memegang tanggung jawab di perusahaan ini.Raja tersenyum ramah, Sudarman pria yang sudah lama dikenal oleh Raja sejak ia kecil. Baginya Sudarman bukan sekedar karyawan ayahnya melainkan seperti keluarga sendiri."Bagaimana Om? Apa ada masalah serius?" tanya Raja meminta laporan secara keseluruhan."Bahan baku untuk produk baru yang akan kita launching bulan depan ada sedikit masalah."Raja membaca dan menganalisis data-data yang diberikan Sudarman.Dengan cepat, tanpa memakan waktu lama, Raja berhasil menangani permasalahan tersebut. Keahlian manajerialnya dan pengetahuannya dalam bidang bisnis membuatnya efektif dalam mengelola masalah dan cepat menemukan solusi.Setelah menuntaskan urusan tersebut, saat tiba jam makan malam, Raja bertemu dengan teman lamanya yang sudah mereka janjikan untuk bertemu."Raj!" panggil pria keturunan Inggris-Indo.Raja tersenyum simpul membalas lambaian tangan Luis."Wuiihh.. Makin keren saja, Bro!" Luis memeluk Raja ala cowok.Wajah ceria terpancar saat mereka bersalaman, sambutan yang hangat memenuhi ruangan."Gimana perjalanan, lancar?""Ya lumayan," jawab Raja."Istrimu gimana kabarnya? Sudah lama sekali kita tidak kumpul bersama," ujar Luis, mengenal baik Prisil sejak awal Raja menikah dengan wanita itu."Kamu terlalu sibuk, dan sepertinya sangat betah tinggal di Kota Kembang ini," sahut Raja dengan selorohan.Luis tertawa renyah, "Jelas betah lah, wanita-wanita sini cantik-cantik semua."Raja hanya tersenyum menanggapinya, sejak dulu Luis tidak pernah berubah. Pria itu terkenal sebagai Cassanova dan pecinta One Nigth Stand. Sampai sekarang pria itu masih betah melajang."Sudah ayo kita bahas tentang bisnis," ucap Raja menginterupsi."Sabarlah, Bro. Kita baru ketemu sudah langsung bahas bisnis saja. Atau kita senang-senang dulu."Raja melirik dengan tatapan tidak suka, Luis tahu itu. Raja adalah pria kaku yang tidak pernah bermain-main dengan wanita, bahkan dulu saat masih kuliah dia sempat digosipkan sebagai laki-laki tidak normal."Come on, Bro!""Kalau kamu mau bersenang-senang, lebih baik aku balik sekarang." Raja hendak bangkit dari tempat duduknya tapi segera ditahan oleh Luis."Oke! Calm, Bro. Aku hanya bercanda, lagi pula mana berani aku ajak kamu bermain nakal. Nanti pasti Prisil akan memotong leherku."Raja mencebikkan bibirnya.Mereka duduk bersama untuk membahas kerja sama bisnis yang telah mereka rencanakan, yang mungkin dapat menguntungkan kedua belah pihak. Mereka bertukar ide, dan merumuskan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan keberhasilan bisnis mereka.Diskusi ini tidak hanya menciptakan suasana yang produktif tetapi juga mempererat hubungan mereka sebagai mitra bisnis yang telah lama kenal."Kapan kamu balik ke Jakarta?""Maunya sih malam ini setelah selesai semua."Luis berdecak, "Ck! Tidak bisa banget kamu jauh-jauh dari Prisil," ucap Luis mengejek seraya menikmati makan malamnya."Nanti kalau kamu sudah menikah pasti akan merasakannya," sahut Raja santai dan tidak merasa risih sama sekali dibilang terlalu bucin pada istrinya.Luis terkekeh kecil. "Tidak ada dalam kamusku seperti itu."Raja tersenyum remeh. "Hati-hati kemakan omongan sendiri."~~~~~ooOOoo~~~~~Setelah merampungkan urusannya dengan Luis dan menyelesaikan masalah perusahaan di Bandung, Raja merasa puas dengan hasil kerjanya. Namun, pikirannya sudah terbang kembali ke Jakarta, dan merindukan istrinya yang padahal baru sehari berpisah. Pria itu memutuskan untuk pulang ke Jakarta malam itu juga. Raja berangkat menggunakan mobil pribadi dan menyetir sendiri. Ia lebih suka melakukan perjalanan sendirian, menikmati momen kesendirian dan ketenangan di dalam mobil. Saat mobilnya melaju membelah jalanan, tiba-tiba dari arah depan muncul seorang wanita yang melambaikan tangan ke arah mobil Raja. Khawatir bahwa wanita tersebut mungkin membutuhkan bantuan, Raja memutuskan untuk menepikan mobilnya dan menyapanya. Dengan senyum ramah, Raja membuka jendela mobil, namun sebelum ia sempat bertanya, wanita itu langsung saja masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi kemudi. Raja sempat terkejut, namun sebelum ia bisa menyuarakan kebingungannya, wanita itu meminta Raja untuk kembali me
Setelah mendapatkan alamat yang dimaksud, Raja segera memutar balik mobilnya menuju tempat tujuan. Mobil Raja berhenti tepat di depan sebuah gedung yang terlihat ramai, meskipun malam telah larut, tempat itu malah semakin terasa hidup. Sorot lampu-lampu neon menyinari jalanan dan memancarkan cahaya yang khas dari tempat hiburan malam.Raja terdiam sejenak, mata melihat sekeliling. Ternyata, gedung di depannya adalah tempat hiburan malam yang dikenal luas. Suasana semakin hidup dengan banyak laki-laki yang tampak gelisah, haus akan belaian, dan para wanita dengan pakaian yang mengundang berjejer siap melayani para pria hidung belang.Raja merasa tercengang dan bingung, selama ini ia tidak pernah pergi ke tempat seperti ini sendiri, hanya sekali dan saat itu bersama Luis yang mengajaknya sewaktu mereka kuliah di luar negeri. Dalam kebingungannya, Raja menyusuri lorong-lorong setiap ruangan untuk mencari keberadaan sosok wanita yang bernama Barbara Gulabi ."Hai, tampan! Mau main bersama
Raja pun hanya bisa pasrah, duduk sendirian di kursi itu. Benar saja, tak lama setelah Barbara pergi, dua wanita mendekati Raja. Satu di antaranya langsung mengambil posisi duduk di atas pangkuannya, sedangkan yang lain bergelayut manja memeluk Raja dari belakang.Raja terkejut, namun dengan sopan dan baik, pria itu menolak sentuhan wanita-wanita itu. Meskipun ditolak, kedua wanita itu tetap berusaha, mencoba merayu dan menggoda Raja agar tertarik pada mereka.Raja tetap tegas dalam penolakannya, mencoba untuk tidak terbawa suasana yang semakin panas di dalam ruangan tersebut. Ia mengungkapkan dengan jelas bahwa ia datang bukan untuk mencari hiburan pribadi."Hei! Apa yang kalian lakukan pada pelangganku?" sentak Barbara yang baru muncul."Cih, pelangganmu sepertinya tidak normal," cibir salah satu wanita yang beranjak dari pangkuan Raja."Iya dia tidak tertarik pada wanita," timpal satu yang lainnya."Udah sana kalian pergi saja
Pelayan itu menggelengkan kepalanya cepat, lantas menundukkan wajahnya. Sementara Barbara masih menatapnya sambil bersedekap."Ada apa?" tanya Raja yang baru menghampiri."Selamat malam, Tuan," sapa sang pelayan ramah seraya membungkukan sedikit tubuhnya sopan."Selamat malam," balas Raja tersenyum.Lalu pria itu mengeluarkan dompetnya dari saku celana belakang hendak memberikan uang tips pada sang pelayan. Raja memang terkenal ramah, ia sudah biasa menginap di hotel tersebut, dan sebagian besar saham hotel tersebut adalah milik keluarga Danuarta."Eh, Tuan. Jangan berikan dia tips!" Barbara mencegah tangan Raja yang ingin mengeluarkan lembaran uang dari dompet.Raja hanya mengernyitkan dahinya, melihat Barbara pergi begitu saja masuk ke dalam lift."Nona sangat baik dan cantik," celetuk pelayan itu tiba-tiba.Barbara yang sudah berada di dalam lift reflek kembali keluar dan menatap pelayan itu."Benark
"Tidak! Tapi saya ingin bicara padamu.""Baiklah, tapi jika anda sambil mengajakku ngobrol akan dikenakan biaya tambahan. Karena itu juga menyita waktuku," ucap Barbara menatap serius pada Raja.Pria itu tercengang.Setelahnya Barbara tergelak dan memukul dada Raja pelan, "Haha.. Aku bercanda, Tuan. Aku akan kasih anda gratis ngobrol. Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena anda sudah membawaku ke tempat semewah ini."Barbara kembali ke tempat duduknya, bersandar pada sandaran sofa lantas menyilangkan sebelah kakinya."Ayo, silahkan duduk Tuan!" titah Barbara layaknya tuan rumah.Raja masih terlihat ragu, tampaknya pria itu sangat takut jika disentuh wanita. Tapi jangan ditanya bagaimana reaksinya jika Prisil yang menyentuhnya. Ia bisa lebih buas dari singa jantan di hutan.Akhirnya Raja duduk kembali di kursinya tadi dengan hati-hati menjaga jarak aman."Tenang saja, Tuan. Saya tidak akan menyentuh anda j
Raja mengambil ponselnya lalu menghubungi istrinya, Prisil."Hallo, Sayang.""Mas, akhirnya kamu menelpon. Aku sejak tadi cemas menunggu kabar darimu, ponselmu tidak bisa dihubungi.""Iya maaf, Sayang. Tadi ponselku lobet.""Kamu pulang malam ini atau?""Sepertinya malam ini aku masih menginap di sini. Kamu tidak apa kan, sayang?""Iya, Mas."Raja terdiam sejenak, sejurus kemudian ia menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya ia bingung apa kabar yang akan ia sampaikan adalah kabar baik atau kabar buruk untuk istrinya."Mas!""Iya, sayang.""Ada apa?""Hem.. Aku sudah menemukan wanita yang yang bersedia memberikan kita anak."Wajah Prisil terlihat ceria dari seberang telepon."Benarkah?""Iya, sayang.""Aku yakin dia pasti seperti malaikat, sampai bersedia membantu kita."Mendengar ucapan Prisil, Raja reflek menoleh ke arah Barbara yang masih ber
"Apakah kamu menganggapku begitu murah?""Eh, tua bangka! Dengar ya, aku tidak akan mengampunimu!" Barbara menunjuk sang maneger menggunakan jari telunjuknya dengan tatapan tajam."Cih! Percuma toko besar dan terkenal, tapi orang-orang di dalamnya tidak mempunyai sopan santun!" desis Barbara dan berlalu pergi, dengan sorotan para pengunjung."Apa lihat-lihat? Sudah bubar!"Barbara kembali ke hotel dengan perasaan kecewa dan sedih. Sepanjang jalan, ia menangis sambil mengoceh kesal pada karyawan butik tadi."Dia pikir, dia siapa? Mengusirku seenaknya, bahkan tidak menganggapku manusia. Dasar tua bangka!" umpatnya kesal."Permisi, Nona!" Langkah Barbara terhenti saat di depannya ada seorang pria dewasa lagi seumuran sama dengan pria tua bangka di butik."Apa?" Barbara mendongakkan wajahnya dengan raut wajah kesal."Anda mau kemana?" tanya pria itu baik-baik."Ke lantai atas." Barbara lantas berkacak pingg
Luis hanya tersenyum menanggapinya.Selesai dengan pertemuan, Raja segera menyusul Barbara ke kamar. Ia membuka pintu dengan sedikit kesal, wajahnya terlihat serius, dan meletakkan jasnya agak kasar di sandaran sofa seraya menggulung lengan bajunya."Apa kamu perlu menemuiku, hingga mengganggu meeting kami?" ucap Raja sembari berkacak pinggang.Raja menatap lurus pada Barbara yang duduk di pinggir ranjang yang tengah memakan buah apel sambil terisak."Kalau anda malu denganku, kenapa anda tidak kurung saja aku di kamar ini.""Ternyata anda sama saja dengan pria tua bangka di toko itu yang menganggapku hanya wanita murahan. Katanya aku tidak pantas membeli pakaian di sana, hiks.." cerocos Barbara sesekali mengusap air matanya sambil kembali menggigit buah apel di tangannya.Raja berjalan mendekati gadis itu, lalu duduk perlahan di sampingnya. Pria itu menatap lurus pada Barbara yang tengah asik memakan buah merah tersebut.Barbara menoleh, menatap Raja yang tengah menatapnya. "Kenapa?
Grep!Raja memeluk Prisil dari belakang saat mereka sudah berada di kamar. Rindu sekali, sudah dua hari ini pria itu tidur tidak memeluk istrinya. Biasanya, setiap malam, ia selalu tidur dengan memeluk Prisil. Pelukan itu bukan hanya sebagai bentuk kasih sayang, tetapi juga sebagai cara Raja untuk merasa tenang dan nyaman.Prisil tersenyum merasakan pelukan hangat suaminya. Ia membalas dengan menggenggam erat tangan Raja yang memeluk pinggangnya. Mereka berdua saling menikmati kehadiran satu sama lain.Raja mencium lembut puncak kepala Prisil, mengungkapkan rasa rindunya yang tulus. "Aku merindukanmu, Sayang," ucapnya pelan di telinga Prisil, membuat hati mereka semakin terhubung dalam keintiman."Aahh.. Sshh.. Mas!" desah Prisil saat Raja menjilat kemudian menggigit gemas kupingnya.Raja membalik tubuh Prisil untuk berhadapan dengannya. Sesaat kemudian, pria itu menarik tengkuk Prisil dan mencodongkan wajahnya. Bibir Raja mendarat di bibir ranum Prisil yang selalu membuatnya merindu.
Ceklek!Barbara keluar dari kamar mandi menggunakan bathdrobe dan handuk yang melilit kepalanya. Sementara Raja duduk di sofa fokus pada layar ponsel, mengecek laporan yang dikirim asistennya."Lho kemana Nyonya Prisil?" Prisil meniti setiap ruangan mencari sosok wanita itu."Dia sudah pulang," jawab Raja tanpa memalingkan wajahnya dari layar ponsel."Oo.." Kepalanya manggut-manggut.Barbara duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk."Tuan tidak ikut pulang?""Kenapa? Kau tidak suka saya berada di sini?""Bukan seperti itu...""Aku akan bermalam di sini bersamamu," potong Raja yang masih fokus pada ponselnya.Barbara berdecak kesal, namun sejurus kemudian ia langsung teringat jika misinya adalah mengandung anak dari Tuannya. Gegas gadis itu melempar sembarang handuk yang mengeringkan kepalanya lalu menghampiri Raja yang tengah duduk serius menatap layar ponsel.Grep!Barbara langsung memeluk Raja dari samping, gadis itu duduk di sampingnya.Raja tersent
Di Jakarta, Prisil tengah mempersiapkan penginapan untuk istri kedua suaminya. Ia sengaja menyewakan kamar di sebuah hotel mewah dengan fasilitas yang lengkap. Wanita itu akan memperlakukan Barbara selayaknya.Untuk sementara, Barbara akan tinggal di hotel sampai Raja dan Prisil mendapatkan solusi tentang tempat tinggal mereka nanti. Tidak mungkin mereka membawa Barbara tinggal bersama di rumah keluarga Harisson."Ayo Barbara, kita sudah sampai."Raja membukakan pintu mobil Barbara. Gadis itu keluar dari mobil dengan tatapan takjub menatap gedung di hadapannya yang menjulang tinggi.Gedung ini lebih besar dan mewah dari hotel sebelumnya."Wow.. besar sekali, Tuan. Apa ini rumah anda?""Bukan ini hotel. Sementara kamu akan tinggal di sini.""Benarkah?" ucapnya sumringah. Raja memberikan anggukan sebagai jawaban.Raja membawa Barbara masuk ke dalam hotel yang di sambut ramah oleh para pelayan."Selamat datang, Tuan."Raja membalas dengan senyuman ramah."Mas!" panggil Prisil yang berada
Barbara menoleh sekilas pada Raja dengan wajah sumringah, lalu pria itu memberi isyarat seolah mengatakan lakukanlah sesukamu. Raja berjalan mengikuti dari belakang dengan kedua tangan di dalam saku celana.Semua pegawai toko sibuk membantu Barbara memilih pakaian, sepatu, tas, bahkan aksesori yang sesuai dan cocok untuk wanita itu. Dengan gaya tengilnya, Barbara hanya duduk santai sambil menunggu para pelayan membawakan model-model pakaian untuknya."Bagaimana dengan yang ini, Nona?"Barbara menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak suka modelnya, norak!"Para pelayan bahkan sang manajer benar-benar dibuat kelelahan oleh Barbara. Gadis itu benar-benar menghukum mereka karena sudah merendahkannya. Dengan gaya santai dan tengil, Barbara sepertinya sangat menikmati kegiatan ini, memanfaatkan kesempatan ini untuk mengubah situasi yang awalnya tidak menyenangkan menjadi sesuatu yang menghibur baginya.Sementara itu, Raja hanya memperhatikan istri kontraknya dari kejauhan. Wajahnya terus
Luis hanya tersenyum menanggapinya.Selesai dengan pertemuan, Raja segera menyusul Barbara ke kamar. Ia membuka pintu dengan sedikit kesal, wajahnya terlihat serius, dan meletakkan jasnya agak kasar di sandaran sofa seraya menggulung lengan bajunya."Apa kamu perlu menemuiku, hingga mengganggu meeting kami?" ucap Raja sembari berkacak pinggang.Raja menatap lurus pada Barbara yang duduk di pinggir ranjang yang tengah memakan buah apel sambil terisak."Kalau anda malu denganku, kenapa anda tidak kurung saja aku di kamar ini.""Ternyata anda sama saja dengan pria tua bangka di toko itu yang menganggapku hanya wanita murahan. Katanya aku tidak pantas membeli pakaian di sana, hiks.." cerocos Barbara sesekali mengusap air matanya sambil kembali menggigit buah apel di tangannya.Raja berjalan mendekati gadis itu, lalu duduk perlahan di sampingnya. Pria itu menatap lurus pada Barbara yang tengah asik memakan buah merah tersebut.Barbara menoleh, menatap Raja yang tengah menatapnya. "Kenapa?
"Apakah kamu menganggapku begitu murah?""Eh, tua bangka! Dengar ya, aku tidak akan mengampunimu!" Barbara menunjuk sang maneger menggunakan jari telunjuknya dengan tatapan tajam."Cih! Percuma toko besar dan terkenal, tapi orang-orang di dalamnya tidak mempunyai sopan santun!" desis Barbara dan berlalu pergi, dengan sorotan para pengunjung."Apa lihat-lihat? Sudah bubar!"Barbara kembali ke hotel dengan perasaan kecewa dan sedih. Sepanjang jalan, ia menangis sambil mengoceh kesal pada karyawan butik tadi."Dia pikir, dia siapa? Mengusirku seenaknya, bahkan tidak menganggapku manusia. Dasar tua bangka!" umpatnya kesal."Permisi, Nona!" Langkah Barbara terhenti saat di depannya ada seorang pria dewasa lagi seumuran sama dengan pria tua bangka di butik."Apa?" Barbara mendongakkan wajahnya dengan raut wajah kesal."Anda mau kemana?" tanya pria itu baik-baik."Ke lantai atas." Barbara lantas berkacak pingg
Raja mengambil ponselnya lalu menghubungi istrinya, Prisil."Hallo, Sayang.""Mas, akhirnya kamu menelpon. Aku sejak tadi cemas menunggu kabar darimu, ponselmu tidak bisa dihubungi.""Iya maaf, Sayang. Tadi ponselku lobet.""Kamu pulang malam ini atau?""Sepertinya malam ini aku masih menginap di sini. Kamu tidak apa kan, sayang?""Iya, Mas."Raja terdiam sejenak, sejurus kemudian ia menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya ia bingung apa kabar yang akan ia sampaikan adalah kabar baik atau kabar buruk untuk istrinya."Mas!""Iya, sayang.""Ada apa?""Hem.. Aku sudah menemukan wanita yang yang bersedia memberikan kita anak."Wajah Prisil terlihat ceria dari seberang telepon."Benarkah?""Iya, sayang.""Aku yakin dia pasti seperti malaikat, sampai bersedia membantu kita."Mendengar ucapan Prisil, Raja reflek menoleh ke arah Barbara yang masih ber
"Tidak! Tapi saya ingin bicara padamu.""Baiklah, tapi jika anda sambil mengajakku ngobrol akan dikenakan biaya tambahan. Karena itu juga menyita waktuku," ucap Barbara menatap serius pada Raja.Pria itu tercengang.Setelahnya Barbara tergelak dan memukul dada Raja pelan, "Haha.. Aku bercanda, Tuan. Aku akan kasih anda gratis ngobrol. Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena anda sudah membawaku ke tempat semewah ini."Barbara kembali ke tempat duduknya, bersandar pada sandaran sofa lantas menyilangkan sebelah kakinya."Ayo, silahkan duduk Tuan!" titah Barbara layaknya tuan rumah.Raja masih terlihat ragu, tampaknya pria itu sangat takut jika disentuh wanita. Tapi jangan ditanya bagaimana reaksinya jika Prisil yang menyentuhnya. Ia bisa lebih buas dari singa jantan di hutan.Akhirnya Raja duduk kembali di kursinya tadi dengan hati-hati menjaga jarak aman."Tenang saja, Tuan. Saya tidak akan menyentuh anda j
Pelayan itu menggelengkan kepalanya cepat, lantas menundukkan wajahnya. Sementara Barbara masih menatapnya sambil bersedekap."Ada apa?" tanya Raja yang baru menghampiri."Selamat malam, Tuan," sapa sang pelayan ramah seraya membungkukan sedikit tubuhnya sopan."Selamat malam," balas Raja tersenyum.Lalu pria itu mengeluarkan dompetnya dari saku celana belakang hendak memberikan uang tips pada sang pelayan. Raja memang terkenal ramah, ia sudah biasa menginap di hotel tersebut, dan sebagian besar saham hotel tersebut adalah milik keluarga Danuarta."Eh, Tuan. Jangan berikan dia tips!" Barbara mencegah tangan Raja yang ingin mengeluarkan lembaran uang dari dompet.Raja hanya mengernyitkan dahinya, melihat Barbara pergi begitu saja masuk ke dalam lift."Nona sangat baik dan cantik," celetuk pelayan itu tiba-tiba.Barbara yang sudah berada di dalam lift reflek kembali keluar dan menatap pelayan itu."Benark