Ketika dia bingung harus berbuat apa, tiba-tiba pintu diketuk seseorang. Aileen langsung bernapas lega. Ketika suara ketukan kembali terdengar untuk kedua kalinya, secara alami Aileen berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
"Nyonya Muda, itu ..." Bibi Nian terlihat menunjuk ke arah dahi Aileen yang memar dengan wajah terkejut. "Oh, ini ..." Setelah menyentuh dahinya, Aileen tersenyum, lalu berkata, "Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja." "Akan saya ambilkan kotak obat dulu." Sebelum Bibi Nian sempat melangkah, Aileen sudah lebih dulu mencegahnya. "Tidak perlu. Aku sungguh tidak apa-apa." Aileen kemudian bertanya alasan Bibi Nian datang ke kamarnya. "Nyonya Caisa memanggil Nyonya Muda turun ke bawah." "Baiklah. Aku akan turun sebentar lagi, tapi biasakah Bibi Nian ambilkan alat kebersihan sekarang? Aku harus membersihkan kamarku terlebih dahulu." Dia tidak mungkin meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan, terlebih dengan kondisi Christian Li yang seperti itu. "Bisa, Nyonya Muda. Tunggu sebentar." Tanpa dijelaskan pun, Bibi Nian sudah mengerti apa yang terjadi di dalam kamar tersebut. Itu sudah sering terjadi jika ada orang asing memasuki kamar Christian Li. Hanya nibi Nian yang bisa memasuki ruangan itu tanpa dilempari oleh Christian Li. Jika itu pelayan lain, pasti akan mengalami hal yang sama seperti yang dialami Aileen ketika memasuki kamar Christian Li. Selain Bibi Nian, tidak ada yang berani masuk ke sana, jika tidak diperintahkan oleh Nyonya Caisa ataupun bibi Christian Li. Setelah mendapatkan apa yang dia minta, Aileen menitipkan pesan pada Bibi Nian untuk disampaikan pada Nyonya Caisa kalau dirinya akan turun setelah membersihkan kamarnya. Tanpa banyak bicara, Aileen membersihkan pecahan beling serta benda-benda yang berserakan di lantai. Ternyata sebelum dirinya masuk ke kamar tersebut, kamar itu memang sudah berantakan. Christian Li hanya memandang Aileen yang sedang membersihkan kamarnya dengan ekspresi datar. Dia masih duduk di kursi roda tepat di samping tempat tidur. Setelah selesai, Aileen mengatakan pada Christian Li kalau dirinya akan ke bawah, tapi tidak ditanggapi sama sekali oleh pria itu. Aileen dituntun oleh Bibi Nian menuju ruangan kerja. Di sana sudah ada Nyonya Caisa yang sejak tadi menunggunya. Sebelum duduk, Nyonya Caisa meminta Aileen untuk mengunci pintu ruangan kerja tersebut. "Apa itu perbuatan Christian?" tanya Nyonya Caisa seraya menatap dahi Lucia yang terluka. "Iya," jawab Aileen singkat. "Dia tidak hentinya menyerangku, seolah aku ini orang yang berbahaya." "Kau harus mempersiapkan mentalmu. Ke depannya, kau akan sering menghadapi seperti ini. Bahkan, mungkin bisa lebih serius dari ini." Aileen menghela napas pelan dengan wajah lesu. "Apa yang ingin Nyonya bicarakan denganku?" Dia tidak mau berbasa-basi lagi lebih lama dengan Nyonya Caisa, karena dia merasa sangat lelah saat ini. “Kau pasti sudah tahu, alasan kau menikah dengan Christian Li." Aileen mengangguk sopan sebagai jawaban. "Sebenarnya, aku memintamu menikah dengan Christian Li bukan untuk menjadi istri yang sesungguhnya.” Melihat Aileen mengernyit, Nyonya Caisa melanjutkan ucapannya yang sempat terhenti sebentar. “Kau cukup merawat dan memenuhi segala kebutuhannya. Kemungkinan dia tidak akan bisa berjalan lagi. Jadi, anggap saja aku membayarmu untuk merawatnya. Kau tidak perlu menunaikan kewajibanmu sebagai seorang istrinya, karena dia juga pasti tidak akan bisa menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami dengan kondisinya saat ini. Anggap saja kau merawat seseorang pasien lumpuh untuk mendapatkan upah.” Aileen semakin tidak mengerti maksud dari perkataan Nyonya Caisa. Kalau dia hanya berperan sebagai perawat, untuk apa dia menikahkan dirinya dengan Christian Li. Bukankah menjadi perawatnya saja sudah cukup, tidak perlu sampai menikah, bukan? Melihat kebingungan di wajah Aileen, Nyonya Caisa kembali melanjutkan ucapannya. “Begini, aku memintamu menikahi Christian karena aku memiliki tugas khusus untukmu.” Entah kenapa Alieen merasakan firasat tidak enak setelah mendengar ucapan wanita di depannya. “Tugas apa?” “Rawat dia dengan baik dan coba ambil hatinya. Kau tidak perlu memakai perasaanmu dalam pernikahan ini, cukup buat dia jatuh cinta dan bergantung padamu agar dia mau menuruti semua keinginanmu.” Aileen kembali mengerutkan keningnya, karena masih tidak mengerti maksud dari Nyonya Caisa. “Apa maksudnya?" “Setelah kau dapat kepercayaannya, buat dia mengalihkan semua saham serta harta warisannya kepadaku." Aileen membelalakkan matanya karena tidak menyangka kata itu keluar dari mulut ibu tiri Christian Li. Bagaimana bisa Nyonya Caisa memintanya untuk merebut semua milik pria yang sudah menjadi suaminya. Apalagi, dengan kondisi Christian Li yang seperti itu. Melihat Aileen terdiam, Nyonya Caisa seolah tahu apa yang ada dipikirannya saat ini. “Dia lumpuh dan tidak akan bisa lagi mengelola perusahaan dan juga seluruh kekayaannya. Akan lebih baik jika aku yang mengelolanya. Lagi pula, selain aku, Christian masih memiliki bibi. Cepat atau lambat semua miliknya pasti akan berpindah tangan. Jika bukan padaku, ada bibinya yang akan menguasainya.” Aileen diam-diam merasa kasihan pada nasib Christian Li. Dia pikir, jika memiliki segalanya, hidup akan lebih mudah dan bahagia. Apa pun bisa dilakukan, jika memiliki banyak uang. Ternyata dia salah. Terlahir sebagai ahli waris satu-satunya dalam keluarga kaya, bukanlah berkah untuk beberapa orang, tetapi justru menjadi kemalangan bagi sebagian orang. Contohnya adalah Christian Li. Hanya karena kekayaan yang dia miliki, hubungan keluarga pun sudah tidak ada artinya di mata bibi dan ibu tirinya. Bukannya memberikan dukungan padanya saat terpuruk, ibu tiri dan bibinya justru sibuk mencari cara untuk menguasai hartanya. Pantas saja Christian menuduhnya ingin menguasai kekayaannya. Ternyata, dia memang dikirim untuk melakukan itu, bukan untuk menjadi istri sesungguhnya. Gila. Itu sungguh gila. Bagaimana caranya dia melakukan itu, sementara Christian Li sendiri sudah mengetahui rencana Nyonya Caisa dari awal. Jika dia tetap memaksa membantu Nyonya Caisa, mungkin saja dia akan menjadi korban Christian Li selanjutnya. Rumor tentang kekejaman Christian seketika membayangi pikirannya. Dia pun seketika menjadi takut. “Kenapa tidak Nyonya minta sendiri kepadanya? Kenapa harus melalui aku?” Nyonya Caisa, meskipun hanya ibu tiri, tapi setidaknya masih ada hubungan keluarga. Bukankah akan lebih mudah, jika dia memintanya secara langsung dari pada harus melalui orang lain, dan juga apa dia tidak takut kalau dirinya akan mengkhianatinya dan mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri? “Dia tidak akan memberikannya padaku. Jadi, hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa memiliki semuanya." Sejak awal, Aileen sudah memang sudah memiliki firasat aneh terhadap Nyonya Caisa. Ternyata dia memang memiliki maksud lain, dan itu untuk menipu anak tirinya. "Kau mungkin berpikir kalau aku orang jahat, bukan?" tanya Nyonya Caisa seolah tahu apa yang ada di pikiran Aileen. "Kuberitahu padamu, Bibi Christian yang lainnya, lebih jahat dari aku. Jadi, akan lebih baik kalau semua milik Christian jatuh ke tanganku. Setidaknya, aku bisa merawat serta memperlakukannya dengan baik sampai akhir.” Melihat Aileen masih diam dan tidak bertanya lagi padanya, Nyonya Caisa kembali membuka mulutnya, "Tenang saja. Kau akan mendapatkan bayaran yang sangat tinggi kalau kau berhasil menjalankan tugasmu dan kau bisa bercerai setelah itu. Kau bisa hidup bebas setelahnya dengan uang yang sangat banyak." “Dia tidak mungkin jatuh cinta padaku. Aku hanya wanita biasa. Aku rasa kau salah memilih orang. Aku hanyalah orang asing baginya. Dia pasti tidak akan semudah itu percaya padaku." “Aku tahu itu tidak akan mudah. Kau harus memikirkan sendiri bagaimana caranya membuat Christian jatuh cinta padamu dan mau mengalihkan semua hartanya padaku. Itu adalah tugas penting yang harus kau lakukan.” Aileen menatap ke bawah sejenak, mengangkat kepalanya, lalu berkata, “Bagaimana kalau aku menolak melakukan itu?" “Maka, aku akan menyeretmu dan juga semua keluargamu ke penjara. Ayahmu berhutang banyak padaku. Aku bisa melakukan apa pun untuk menghancurkan keluargamu,” ucap Nyonya Caisa dengan tegas."Bukan aku yang berhutang padamu. Lagi pula, aku sudah tidak peduli dengan mereka. Kau bisa melakukan apa pun pada mereka semua. Aku tidak ada hubungannya lagi dengan mereka."Dia sudah memutuskan hubungan dengan ayahnya dan keluarganya semenjak memutuskan untuk menikah dengan Christian Li. Mereka saja tidak peduli dengan hidup dan matinya, untuk apa juga dia peduli dengan masalah yang mereka buat sendiri. Sudah cukup selama ini dia berkorban untuk keluarga itu."Apa kau tidak membaca kontrak yang kau tanda tangani 2 hari yang lalu dengan teliti?""Kontrak?" ulang Aileen dengan dahi berkerut."Ya. Kontrak yang diberikan ayahmu untuk kau tanda tangani. Di sana tertera tanda tangan dan nama jelasmu sebagai penerima pinjaman sebesar 5 Miliar dan kau harus mengembalikannya 10 kali lipat, jika kau tidak mau melalukan apa yang aku perintahkan."Mata Aileen membulat sempurna. "Aku tidak menerima uang itu sepeser pun. Aku saja tidak mengetahui mengenai uang itu."Dua hari yang lalu, ayahnya m
"Kau ... kenapa bisa ada di sini?"Pria bernama Arthur itu tersenyum. Dia memiliki paras rupawan, saat tersenyum, ada lekukan dalam di kedua sisi bibirnya yang membuat senyumannya semakin manis. Wajah pria itu terlihat sangat lembut dengan mata sayu dan rahang bulat, berbeda sekali dengan Christian Li yang memiliki mata tajam dan rahang tegas, membuatnya terlihat lebih tegas dan maskulin."Kau tidak mendengar ucapan Bibi Caisa barusan?" Arthur terkekeh pelan saat melihat ekspresi terkejut Aileen. "Aah, maaf." Aileen tersenyum kaku saat menyadari kebodohannya.Sudah jelas-jelas Nyonya Caisa tadi memperkenalkan Arthur sebagai sepupu dari Christian Li, tapi dia justru bertanya dengan bodohnya bertanya seperti itu.“Kau sendiri sedang apa di sini? Apa kau mengikutiku?” goda Arthur dengan senyuman manisnya.“Dia istri Christian. Mereka baru saja mencacatkan pernikahan mereka siang tadi di kantor catatan sipil."Jawaban nyony
"Aku ingin berbicara denganmu sebentar."Aileen menautkan alisnya mendengar itu. Dia merasa tidak memiliki hal yang perlu di bahas dengan pria itu. Meskipun, mereka saling mengenal, tapi mereka tidak cukup akrab sebelumnya. Hanya bertemu beberapa kali, tidak membuat Aileen langsung dekat dengan Arthur. Apalagi, saat ini status dirinya sudah berbeda, tidak lajang lagi. Tiba-tiba saja ada rasa sungkan di hatinya, jika berdekatan dengan pria lain."Apa yang ingin kau bicarakan denganku?""Aku hanya ingin tahu, di mana kau mengenal Christian, dan bagaimana kau bisa menikah dengannya?"Aileen memandangi wajah rupawan Arthur dengan seksama, seolah sedanh mencari tahu maksud dari pertanyaan pria itu."Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Arthur heran. Nampaknya, tatapan Aileen itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Menyadari sikap tidak sopannya, Aileen segera tersenyum kaku sambil meminta maaf pada Arthur. "Aku harus
Pagi harinya, saat Christian Li membuka mata, dia melihat Aileen meringkuk di sofa panjang seraya memeluk tubuhnya sendiri. Sepertinya dia kedinginan akibat tidak memakai selimut semalam. Christian Li menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, lalu menggeser tubuhnya secara perlahan dengan bantuan tangannya menuju tepi tempat tidur.Dia mencoba untuk meraih air minum yang ada di atas nakas, tapi belum sempat dia meraihnya, gelas tersebut justru terdorong menjauh, hingga akhirnya terjatuh dan menimbulkan suara nyaring yang membuat Aileen terbangun dengan wajah terkejut. Dengan kesadaran seadanya, Aileen segera menoleh ke sumber suara dan melihat pecahan gelas berhamburan bersama dengan air sudah menggenang di lantai.Aileen bergegas duduk dengan wajah panik setelah melihat itu. “Jangan bergerak!" seru Aileen cepat. "Tetap di tempatmu. Ada banyak pecahan kaca di bawah. Aku akan membersihkannya dulu.” Aileen tidak tahu kalau perkataannya tanpa s
Mendengar Aileen lagi-lagi menyebutkan statusnya, Christian Li tidak tahan untuk mencibirnya. “Lancar sekali mulutmu menyebut kata istri di depanku.”Meskipun takut, Aileen memberanikan diri untuk membalas ucapan suaminya. "Aku memang istrimu." Sambil meremas kedua tangannya, Aileen kembali bersuara, "Apa perlu aku tunjukkan akta nikah kita agar kau bisa melihat kalau aku memang istri sahmu?"Christian Li mendesis dengan wajah dinginnya, lalu berucap, "Hanya selembar kertas saja, tidak akan membuatku terikat denganmu.""Tapi selembar kertas itu memiliki kekuatan hukum yang kuat. Statusku menjadi jelas dan hak-hakku dilindungi oleh kertas tersebut. Kau adalah suamiku. Aku sudah resmi menjadi Nyonya Muda Li, kau tidak bisa menyangkal itu."Christian Li menunduk, menarik seringai tipis, lalu berdecih. "Nyonya Muda Li." Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, kemudian dia mengangkat kembali kepalanya dan berkata, "Sepertinya kau suka sekali dengan
Keduanya pun saling bertatapan selama beberapa detik, sebelum akhirnya suara Christian Li memutus kontak mata mereka. “Jauhkan tubuhmu dariku,” ucap Christian Li dengan suara dinginnya.“Maafkan aku."Posisi keduanya yang ambigu, membuat wajah Aileen memerah. Dia pun segera bangkit dan merapihkan rambutnya dengan canggung. Dia beruasaha bersikap biasa sambil menormalkan kembali debaran jantungnya yang terpacu sangat cepat setelah tubuhnya menempel dengan Christian Li tadi."Aku tidak suka tubuhku disentuh orang lain." Ekspresi Christian Li terlihat tidak nyaman ketika mengatakan itu. Sepertinya dia benar-benar tidak suka disentuh, terbukti wajah memerah seperti sedang menahan amarah."Maafkan aku. Kaki kananku terluka. Jadi, aku tidak bisa menjejakkan kaki ke lantai dengan sempurna, hingga kehilangan keseimbangan."Christian Li tidak mengeluarkan suaranya lagi, tapi memberikan kode pada Aileen agar segera membawanya ke kamar mandi. Aileen
Usai selesai berbicara dengan nyonya Caisa, Aileen melangkah menuju dapur dan meminta semangkuk bubur buah pada pelayan di sana. Setelah mendapatkan semua yang dia inginkan, dia kembali ke kamarnya lagi. Bunyi gemiricik air terdengar dari kamar mandi, itu artinya, pria itu belum selesai mandi. Padahal, sudah setengah jam berlalu, tapi Christian Li belum juga keluar dari kamar mandi. Aileen mulai gelisah, jika dia menunggu Christian Li lebih lama lagi, dia takut akan terlambat bekerja. Akhirnya, dia memutuskan untuk mandi di kamar tamu yang berada di lantai dua. Sebelumnya, dia sudah bertanya lebih dulu pada pelayan kamar tamu mana yang memiliki kamar mandi di dalam.Ketika Christian keluar dari kamar mandi, dia tidak melihat keberadaan Aileen di kamarnya. Dengan wajah datarnya, dia menggerakkan kursi roda menuju ranjang, tapi belum sempat dia mencapai tempat tidur, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan masuklah Aileen yang hanya mengenakan bathrobe dengan ra
Teriakan wanita itu semakin terdengar kencang ketika dia hampir mencapai tangga terakhir di lantai atas.“Aaaaaa, ampuni saya, Tuan Muda.”Aileen segera membuka pintu setelah berada di depan pintu, matanya membelalak saat melihat pemandangan di depannya. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. Seorang pelayan terduduk di lantai dengan wajah ketakutan dan penampilan yang menyedihkan.“Keluar dari kamarku!” usir Christian Li dengan wajah dinginnya. Matanya nampak menyala dan rahang terlihat mengetat.Pelayan wanita itu bergegas keluar dari kamar tersebut tanpa menyapa Aileen.Melihat itu, Aileen segera menyusulnya. “Tunggu! Aku ingin bicara sebentar denganmu.”Pelayan wanita itu berhenti, lalu menunduk di depan Aileen. Tubuh pelayan itu nampak gemetar, penampilannya terlihat berantakan, dan baju bagian depannya nampak basah. Entah basah karena apa, Alieen juga tidak mengetahuinya dengan pasti. Mungkin terkena siram air, itu hanya dugaan Aileen saja.“Siapa namamu?”“Nama saya Zaya, Nona,” ja
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J