Barusan ini Christian Li sedang membantunya, memperingatkannya, atau sedang mengancamnya?
Aileen sama sekali tidak tahu arti dari ucapan Christian Li tadi. Saat melihat tatapan yang begitu tajam dari Christian Li, tanpa sadar Aileen menelan salivanya dengan susah payah. Meskipun, dia takut dengan pria di depannya, dia tetap harus terlihat berani. Sebenarnya bukannya takut melihat wajahnya, tapi takut dengan apa yang akan pria itu lakukan padanya setelah ini.
"Sudah aku bilang, aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan tetap di sini," kata Aileen dengan tegas, mencoba untuk terlihat berani di depan pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu.
Melihat Aileen masih berdiam di tempatnya, Christian Li memandanginya dengan tatapan menelisik.
Aileen yang ditatap seperti itu, merasakan ketidaknyamanan di dalam hatinya, tapi sebisa mungkin dia tahan. Dia mencoba untuk tetap bersikap biasa di depan Christian Li.
Jika diperhatikan lebih dengan seksama, wajah Christian Li terlihat datar. Namun, sorot matanya terlihat begitu tajam dan juga sangat dingin.
"Kau masih bertahan di sini, apa kau tidak takut denganku?"
"Tidak. Aku sama sekali tidak takut denganmu," jawab Aileen dengan tegas. "Kau manusia dan aku juga manusia, untuk apa aku takut denganmu?"
"Bukan denganku, tapi wajahku." Suara dingin Christian Li kembali menyapa indra pendengaran Aileen.
"Memangnya kenapa wajahmu?"
"Kau ... tidak merasa jijik atau takut melihat wajahku yang mengerikan ini?"
Sejujurnya, Aileen sempat merasa terkejut ketika melihat wajah Christian Li, tapi hanya sebatas itu, tidak ada rasa takut atau jijik sedikit pun seperti yang ditanyakan oleh Christian.
Aileen akui, wajah Christian Li sedikit mengerikan, ada luka bakar di bagian kiri wajahnya. Meskipun begitu, lukanya itu masih tidak bisa menutupi ketampanan pria di depannya. Yaa, pria itu tetap terlihat tampan, walaupun ada bekas luka bakar di wajahnya.
"Hanya luka bakar saja, kenapa harus takut?" ujar Aileen dengan acuh tak acuh. "Menurutku, manusia yang tidak memiliki hati nurani, lebih mengerikan dan menakutkan dari apa pun di dunia ini."
Sorot mata Christian Li seketika meredup dan bola mata hitam yang semula sangat gelap berangsur kembali normal. Sepertinya, jawaban Aileen di luar dugannnya. Aileen adalah wanita pertama yang tidak takut padanya, dan juga wanita pertama yang tidak melarikan diri setelah melihat wajahnya.
Ada kebingungan dalam sorot mata Christian Li ketika melihat wanita di hadapannya itu justru menutup pintu kamar dengan ekspresi biasa. Tidak nampak sedikit pun ketakutan di wajah wanita itu, seperti yang selama ini ditunjukkan orang-orang yang pernah melihat luka bakar di wajahnya.
"Berapa banyak uang yang diberikan wanita itu padamu sampai kau mau menjadi istriku?"
"Wanita itu? Siapa maksudmu?"
Christian Li mendesis dengan wajah dingin. "Wanita yang mengaku menjadi ibu tiriku."
Mulut Aileen seketika membentuk bulatan usai mendengar jawaban Christian Li.
"Aku tidak mendapatkan sepersen pun dari ibu tirimu. Aku hanya menuruti permintaan ayahku untuk menikahimu."
Wajah Christian Li terlihat datar. Namun, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, menampilkan senyuman mengejek. "Jangan coba-coba membohongiku. Tidak mungkin kau sukarela menikah dengan pria lumpuh sepertiku. Pasti kau sudah dibayar oleh wanita itu atau bibiku. Sekarang katakan padaku, siapa yang sudah membayarmu? Bibiku atau wanita itu?"
Wanita itu? Kenapa dia terus menyebut Nyonya Caisa dengan sebutan wanita itu? Apa hubungan keduanya tidak baik selama ini?
"Aku akan mengampunimu kalau kau berkata jujur sekarang."
"Aku tidak dibayar siapa pun. Aku memang dipaksa keluargaku menikah denganmu karena keluargaku berhutang pada keluargamu."
Dari tempatnya berada, Christian Li bisa melihat dahi Aileen memerah dan sedikit kebiruan. Ada sedikit darah yang keluar dari robekan halus di dahinya. Pelipisnya pun memerah, dan ada goresan kecil memanjang tepat di pelipis kanannya.
Untuk sesaat, ada rasa iba di hati Christian Li ketika melihat itu. Namun, segera dia tepis mengingat kalau Aileen adalah orang suruhan bibinya atau ibu tirinya.
"Ternyata kau gigih juga. Aktingmu sangat meyakinkan."
"Aku berkata yang sejujurnya."
Dia tidak berbohong. Pernikahan itu terjadi, bukan karena karena dia mendapatkan imbalan dari ibu tiri atau bibinya. Dia tidak mendapatkan uang sepeser pun dari keduanya. Dia terpaksa menikah demi membalas budi ayah serta ibu tirinya. Sebenarnya, dia juga tidak mau menikah dengan Christian Li, jika tidak dipaksa ayahnya.
"Aku sungguh tidak dibayar oleh bibimu ataupun Nyonya Caisa. Terserah kau mau percaya atau tidak."
Karena merasa lelah berdiri sejak tadi, Aileen memutuskan untuk menarik kopernya dan mendekat ke arah sofa panjang yang ada di kamar tersebut. Baru saja akan duduk, suara berat Christian Li kembali menggema ke kamar itu.
"Aku belum mengijinkanmu untuk duduk."
Aileen menghela napas pelan setelah menghentikan langkah kakinya. "Kamar ini juga milikku. Kita adalah suami istri. Jadi, aku berhak untuk duduk di sini."
Aileen bisa mendengar suara desisan keluar dari mulut Christian Li, meskipun lirih.
"Baru menjadi istriku selama beberapa jam, kau sudah ingin menguasi kamarku? Selanjutnya, kau pasti ingin menguasi semua milikku juga, kan?"
Aileen memilih tidak menyanggah tuduhan Christian Li agar perdebatan mereka tidak berlanjut. "Terserah kau mau berpikir apa tentangku. Tidak ada gunanya jika aku menjelaskanya, karena kau pasti tetap tidak akan percaya denganku."
Aileen mengabaikan tatapan sinis dari Christian Li dan memilih untuk duduk di sofa. Dia sudah sangat lelah. Lelah setelah mengelilingi kediaman Li, dan juga lelah dengan segala pertanyaan yang diajukan oleh suaminya. Belum lagi, lututnya masih gemetar akibat ulah Christian Li tadi.
"Ambil yang kau inginkan dari mereka berdua, setelah itu pergi dari sini."
Kenapa dia terus mengira dirinya menginginkan sesuatu dari keluarga Li? Apa dia pikir, dia itu wanita yang gila uang? Jika dia bisa memilih, dia juga tidak mau berada di sana, dan juga tidak mau memiliki suami pemarah seperti Christian Li.
"Aku harus ke mana? Aku sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Hanya ini satu-satunya tempatku berlindung saat ini."
Aileen sudah memutuskan hubungan dengan keluarganya, mana mungkin dia pulang ke sana. Ayahnya pasti akan mengirimnya kembali ke kediaman keluarga Li, jika dia kembali ke sana lagi. Jadi, percuma saja jika dia keluar dari keluarga Li.
Ketika memikirikan nasib buruknya, tiba-tiba saja dia teringat dengan masa lalunya yang penuh dengan kepedihan. Meskipun dia anak kandung ayahnya. Namun, perlakukan yang dia dapat sangat berbeda dengan apa yang diterima oleh Cathleen.
Sejak kecil Aileen tidur di kamar pelayan. Dia juga sering mengerjakan tugas pelayan atas perintah ibu tirinya. Tidak pernah sekali pun dia makan malam di meja makan bersama dengan yang lainnya.
Dia selalu makan di dapur bersama dengan pelayan. Dia juga tidak pernah diajak makan di luar serta jalan-jalan bersama dengan keluarga ayahnya, seolah dia bukan bagian dari keluarga itu.
Dia sudah terbiasa hidup menderita sejak kecil. Bahkan ketika sekolah pun dia harus bekerja hanya demi mendapatkan uang jajan. Ibu tirinya tidak memberikannya uang pada Aileen sejak dia tumbuh menjadi remaja. Ayahnya juga tidak bisa berbuat banyak karena semakin dia membela Aileen, semakin murka istrinya.
Nyonya Debora akan selalu mengungkit kesalahan suaminya, jika sedikit saja dia membela Aileen di depannya. Bagaimanapun juga, Tuan Jonas sudah melakukan kesalahan dengan mengkhianati istrinya. Jadi, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela Aileen.
"Jangan berpura-pura menyedihkan di depanku. Aku tidak akan jatuh ke dalam perangkapmu. Aku tahu kau dikirim ke sini untuk mengambil alih semua milikku."
Aileen tersenyum pahit. Dia memang berharap kalau kehidupan menyedihkannya hanyalah kepura-puraan semata, tapi sayangnya itu adalah kenyataan. Orang luar memang tidak tahu bagaimana menderitanya dia selama tinggal di keluarga Kinsey, karena dia memang tidak pernah menunjukkannya kepada orang lain, termasuk pada ayahnya sendiri. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang lain.
"Terserah kau mau berpikir apa tentangku. Yang pasti, aku akan tetap tinggal di kamar ini. Jika kau ingin mengusirku dari sini, pastikan dulu kau bisa berjalan dan menyeretku keluar dari sini."
Entah dapat keberanian dari mana Aileen sampai dia berani mengatakan itu pada Christian Li. Padahal, sebelumnya dia sangat takut pada pria dingin itu.
"Kau ...!" Christian Li mengepalkan tangannya dengan sorot mata yang sangat tajam. "Beraninya kau menyinggung kelemahanku. Apa kau sudah bosan hidup?"
Ucapan Christian Li membuat Aileen bergidik ngeri. Apalagi, ketika melihat sorot matanya yang begitu tajam. Seketika itu juga dia menyesali ucapannya. Jantungnya langsung berdebar kencang dengan wajah menegang. Dia sedang menanti, hal apa yang akan dilakukan pria di depannya, setelah dia menyinggungnya.
Ketika dia bingung harus berbuat apa, tiba-tiba pintu diketuk seseorang. Aileen langsung bernapas lega. Ketika suara ketukan kembali terdengar untuk kedua kalinya, secara alami Aileen berjalan ke arah pintu untuk membukanya. "Nyonya Muda, itu ..." Bibi Nian terlihat menunjuk ke arah dahi Aileen yang memar dengan wajah terkejut. "Oh, ini ..." Setelah menyentuh dahinya, Aileen tersenyum, lalu berkata, "Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja." "Akan saya ambilkan kotak obat dulu." Sebelum Bibi Nian sempat melangkah, Aileen sudah lebih dulu mencegahnya. "Tidak perlu. Aku sungguh tidak apa-apa." Aileen kemudian bertanya alasan Bibi Nian datang ke kamarnya. "Nyonya Caisa memanggil Nyonya Muda turun ke bawah." "Baiklah. Aku akan turun sebentar lagi, tapi biasakah Bibi Nian ambilkan alat kebersihan sekarang? Aku harus membersihkan kamarku terlebih dahulu." Dia tidak mungkin meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan, terlebih dengan kondisi Christian Li yang seperti itu. "Bisa, Nyonya
"Bukan aku yang berhutang padamu. Lagi pula, aku sudah tidak peduli dengan mereka. Kau bisa melakukan apa pun pada mereka semua. Aku tidak ada hubungannya lagi dengan mereka."Dia sudah memutuskan hubungan dengan ayahnya dan keluarganya semenjak memutuskan untuk menikah dengan Christian Li. Mereka saja tidak peduli dengan hidup dan matinya, untuk apa juga dia peduli dengan masalah yang mereka buat sendiri. Sudah cukup selama ini dia berkorban untuk keluarga itu."Apa kau tidak membaca kontrak yang kau tanda tangani 2 hari yang lalu dengan teliti?""Kontrak?" ulang Aileen dengan dahi berkerut."Ya. Kontrak yang diberikan ayahmu untuk kau tanda tangani. Di sana tertera tanda tangan dan nama jelasmu sebagai penerima pinjaman sebesar 5 Miliar dan kau harus mengembalikannya 10 kali lipat, jika kau tidak mau melalukan apa yang aku perintahkan."Mata Aileen membulat sempurna. "Aku tidak menerima uang itu sepeser pun. Aku saja tidak mengetahui mengenai uang itu."Dua hari yang lalu, ayahnya m
"Kau ... kenapa bisa ada di sini?"Pria bernama Arthur itu tersenyum. Dia memiliki paras rupawan, saat tersenyum, ada lekukan dalam di kedua sisi bibirnya yang membuat senyumannya semakin manis. Wajah pria itu terlihat sangat lembut dengan mata sayu dan rahang bulat, berbeda sekali dengan Christian Li yang memiliki mata tajam dan rahang tegas, membuatnya terlihat lebih tegas dan maskulin."Kau tidak mendengar ucapan Bibi Caisa barusan?" Arthur terkekeh pelan saat melihat ekspresi terkejut Aileen. "Aah, maaf." Aileen tersenyum kaku saat menyadari kebodohannya.Sudah jelas-jelas Nyonya Caisa tadi memperkenalkan Arthur sebagai sepupu dari Christian Li, tapi dia justru bertanya dengan bodohnya bertanya seperti itu.“Kau sendiri sedang apa di sini? Apa kau mengikutiku?” goda Arthur dengan senyuman manisnya.“Dia istri Christian. Mereka baru saja mencacatkan pernikahan mereka siang tadi di kantor catatan sipil."Jawaban nyony
"Aku ingin berbicara denganmu sebentar."Aileen menautkan alisnya mendengar itu. Dia merasa tidak memiliki hal yang perlu di bahas dengan pria itu. Meskipun, mereka saling mengenal, tapi mereka tidak cukup akrab sebelumnya. Hanya bertemu beberapa kali, tidak membuat Aileen langsung dekat dengan Arthur. Apalagi, saat ini status dirinya sudah berbeda, tidak lajang lagi. Tiba-tiba saja ada rasa sungkan di hatinya, jika berdekatan dengan pria lain."Apa yang ingin kau bicarakan denganku?""Aku hanya ingin tahu, di mana kau mengenal Christian, dan bagaimana kau bisa menikah dengannya?"Aileen memandangi wajah rupawan Arthur dengan seksama, seolah sedanh mencari tahu maksud dari pertanyaan pria itu."Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Arthur heran. Nampaknya, tatapan Aileen itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Menyadari sikap tidak sopannya, Aileen segera tersenyum kaku sambil meminta maaf pada Arthur. "Aku harus
Pagi harinya, saat Christian Li membuka mata, dia melihat Aileen meringkuk di sofa panjang seraya memeluk tubuhnya sendiri. Sepertinya dia kedinginan akibat tidak memakai selimut semalam. Christian Li menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, lalu menggeser tubuhnya secara perlahan dengan bantuan tangannya menuju tepi tempat tidur.Dia mencoba untuk meraih air minum yang ada di atas nakas, tapi belum sempat dia meraihnya, gelas tersebut justru terdorong menjauh, hingga akhirnya terjatuh dan menimbulkan suara nyaring yang membuat Aileen terbangun dengan wajah terkejut. Dengan kesadaran seadanya, Aileen segera menoleh ke sumber suara dan melihat pecahan gelas berhamburan bersama dengan air sudah menggenang di lantai.Aileen bergegas duduk dengan wajah panik setelah melihat itu. “Jangan bergerak!" seru Aileen cepat. "Tetap di tempatmu. Ada banyak pecahan kaca di bawah. Aku akan membersihkannya dulu.” Aileen tidak tahu kalau perkataannya tanpa s
Mendengar Aileen lagi-lagi menyebutkan statusnya, Christian Li tidak tahan untuk mencibirnya. “Lancar sekali mulutmu menyebut kata istri di depanku.”Meskipun takut, Aileen memberanikan diri untuk membalas ucapan suaminya. "Aku memang istrimu." Sambil meremas kedua tangannya, Aileen kembali bersuara, "Apa perlu aku tunjukkan akta nikah kita agar kau bisa melihat kalau aku memang istri sahmu?"Christian Li mendesis dengan wajah dinginnya, lalu berucap, "Hanya selembar kertas saja, tidak akan membuatku terikat denganmu.""Tapi selembar kertas itu memiliki kekuatan hukum yang kuat. Statusku menjadi jelas dan hak-hakku dilindungi oleh kertas tersebut. Kau adalah suamiku. Aku sudah resmi menjadi Nyonya Muda Li, kau tidak bisa menyangkal itu."Christian Li menunduk, menarik seringai tipis, lalu berdecih. "Nyonya Muda Li." Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, kemudian dia mengangkat kembali kepalanya dan berkata, "Sepertinya kau suka sekali dengan
Keduanya pun saling bertatapan selama beberapa detik, sebelum akhirnya suara Christian Li memutus kontak mata mereka. “Jauhkan tubuhmu dariku,” ucap Christian Li dengan suara dinginnya.“Maafkan aku."Posisi keduanya yang ambigu, membuat wajah Aileen memerah. Dia pun segera bangkit dan merapihkan rambutnya dengan canggung. Dia beruasaha bersikap biasa sambil menormalkan kembali debaran jantungnya yang terpacu sangat cepat setelah tubuhnya menempel dengan Christian Li tadi."Aku tidak suka tubuhku disentuh orang lain." Ekspresi Christian Li terlihat tidak nyaman ketika mengatakan itu. Sepertinya dia benar-benar tidak suka disentuh, terbukti wajah memerah seperti sedang menahan amarah."Maafkan aku. Kaki kananku terluka. Jadi, aku tidak bisa menjejakkan kaki ke lantai dengan sempurna, hingga kehilangan keseimbangan."Christian Li tidak mengeluarkan suaranya lagi, tapi memberikan kode pada Aileen agar segera membawanya ke kamar mandi. Aileen
Usai selesai berbicara dengan nyonya Caisa, Aileen melangkah menuju dapur dan meminta semangkuk bubur buah pada pelayan di sana. Setelah mendapatkan semua yang dia inginkan, dia kembali ke kamarnya lagi. Bunyi gemiricik air terdengar dari kamar mandi, itu artinya, pria itu belum selesai mandi. Padahal, sudah setengah jam berlalu, tapi Christian Li belum juga keluar dari kamar mandi. Aileen mulai gelisah, jika dia menunggu Christian Li lebih lama lagi, dia takut akan terlambat bekerja. Akhirnya, dia memutuskan untuk mandi di kamar tamu yang berada di lantai dua. Sebelumnya, dia sudah bertanya lebih dulu pada pelayan kamar tamu mana yang memiliki kamar mandi di dalam.Ketika Christian keluar dari kamar mandi, dia tidak melihat keberadaan Aileen di kamarnya. Dengan wajah datarnya, dia menggerakkan kursi roda menuju ranjang, tapi belum sempat dia mencapai tempat tidur, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan masuklah Aileen yang hanya mengenakan bathrobe dengan ra
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J