"Kau ... kenapa bisa ada di sini?"
Pria bernama Arthur itu tersenyum. Dia memiliki paras rupawan, saat tersenyum, ada lekukan dalam di kedua sisi bibirnya yang membuat senyumannya semakin manis. Wajah pria itu terlihat sangat lembut dengan mata sayu dan rahang bulat, berbeda sekali dengan Christian Li yang memiliki mata tajam dan rahang tegas, membuatnya terlihat lebih tegas dan maskulin."Kau tidak mendengar ucapan Bibi Caisa barusan?" Arthur terkekeh pelan saat melihat ekspresi terkejut Aileen."Aah, maaf." Aileen tersenyum kaku saat menyadari kebodohannya.Sudah jelas-jelas Nyonya Caisa tadi memperkenalkan Arthur sebagai sepupu dari Christian Li, tapi dia justru bertanya dengan bodohnya bertanya seperti itu.“Kau sendiri sedang apa di sini? Apa kau mengikutiku?” goda Arthur dengan senyuman manisnya.“Dia istri Christian. Mereka baru saja mencacatkan pernikahan mereka siang tadi di kantor catatan sipil."Jawaban nyonya Caisa membuat Arthur tertegun selama beberapa saat. Bahkan raut wajahnya sempat berubah sebentar. "Oh, jadi kau istri Christian.""Kalian sudah saling mengenal?" Nyonya Caisa menatap Arthur dan Aileen secara bergantian. Melihat interaksi mereka berdua tadi, Nyonya Caisa berkesimpulan kalau mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.Arthur mengangguk ringan. "Kami tidak sengaja bertemu di restoran. Saat itu, Aileen tidak sengaja menemukan dokumenku yang terjatuh. Akhirnya aku mengajaknya makan siang bersama sebagai ucapan terima kasih," terang Arthur.Setelah mengajak Aileen makan siang waktu itu, Arthur mengantar Aileen kembali ke kantornya. Dari sanalah Arthur tahu kalau Aileen bekerja sebagai reporter. Sejak itu, beberapa kali Arthur mampir ke perusahaan Aileen untuk mengajaknya makan siang.Dokumen yang ditemukan oleh Aileen adalah dokumen penting, sehingga Arthur mencoba membalas kebaikan Aileen dengan mengajaknya makan siang beberapa kali ketika dia memiliki waktu senggang."Ternyata begitu," kata Nyonya Caisa sambil tersenyum. "Baguslah kalau kalian saling mengenal. Itu artinya kalian tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri satu sama lain."Tatapan Arthur tiba-tiba tertuju pada dahi Aileen yang memar. "Ada apa dengan dahimu?""Ooh, ini." Aileen meraba dahinya sambil tersenyum canggung. "Aku tidak senga—""Apa itu ulah Christian?" tebak Arthur cepat, sebelun Aileen sempat menjelaskannya."Ya. Dia tidak sengaja melempar barang, dan mengenai dahiku."Tiba-tiba saja Arthur merasa iba melihat kondisi Aileen. Baru saja memasuki kediaman Li, tapi wanita di depannya itu sudah mendapatkan perlakukan kasar dari adik sepupunya. Dia merasa sedikit bersalah atas insiden itu."Maafkan adikku. Dia seperti itu karena merasa frustasi dengan kondisinya. Aku harap kau bisa memakluminya."Aileen tersenyum canggung, setelah itu berkata, "Tidak apa-apa. Ini salahku. Seharusnya aku meminta izin terlebih dahulu, sebelum masuk ke kamarnya."Dia memang salah karena tidak hati-hati saat akan memasuki kamar Christian Li tadi. Padahal, bibi Nian sudah memperingatkannya lebih dulu."Ke depannya lebih berhati-hatilah."Setelah mengatakan itu, Arthur meminta pelayan untuk membawakan kotak obat. Awalnya, Aileen menolak dengan sopan, tapi Arthur tetap memaksa pelayan untuk membawakan apa yang dia minta tadi. Dia hanya tidak ingin, Aileen berpikir kalau keluarga Li tidak ada yang peduli dengannya. Maka dari itu, dia berusaha untuk berbuat baik padanya."Biar aku saja yang menempelkanya," ucap Aileen ketika Arthur berniat menempelkan plester di dahinya. Bagaimana pun banyak pelayan yang melihat, dan juga, ada nyonya Caisa di sana. Aileen merasa tidak nyaman jika dilihat orang lain."Biarkan aku membantumu." Ditatap begitu lekat oleh Arthur, membuat Aileen menjadi salah tinggah. "Kau seperti ini karena adikku, jadi biarkan aku melakukan sesuatu untukmu. Anggap saja sebagai permintaan maaf atas sikap kasar adikku."Ternyata tidak hanya memiliki wajah yang tampan, tapi Arthur juga memiliki kepribadian yang bagus. Aileen merasa tersentuh oleh perhatian pria itu. Dia pikir semua anggota keluarga Li tidak ada yang baik, ternyata dia salah. Tidak hanya memiliki wajah yang tampan, ternyata Arthur juga sangat baik."Terima kasih."Nyonya Caisa dan semua pelayan yang ada di ruangan seketika menatap ke arah Arthur yang sedang berdiri di hadapan Aileen sambil memasangkan plester di dahinya.Setelah plester terpasang, nyonya Caisa meminta Arthur dan Aileen untuk segera duduk. Aileen duduk di kursi yang sudah ditarik oleh pelayan yang bersebrangan langsung dengan Arthur."Karena kita sudah berkumpul, kita mulai saja makan malamnya."Usai mendengar itu, Aileen langsung melemparkan pertanyaan dulu pada nyonya Caisa, "Bagaimana dengan Christian? Kita tidak memanggilnya turun?""Dia tidak pernah mau makan malam bersama kami. Dia lebih suka makan di kamarnya. Bibi Nian akan mengantarkan makanan padanya setelah ini. Lebih baik kita makan malam sekarang," jawab Nyonya Caisa.Mungkin memang kurang nyaman bagi Christian Li bertemu banyak orang dengan kondisinya yang seperti itu. Aileen bisa mengerti itu. Akan merepotkan juga baginya kalau harus naik turun, meskipun ada lift di rumah itu."Baiklah."Setelah selesai makan, Aileen segera pergi berpamitan pada nyonya Caisa dan Arthur untuk kembali ke kamarnya. Sejak tadi pikiran terus tertuju pada Christian Li.Entah mengapa, dia merasa cemas. Dia takut pria itu tidak makan dengan baik di kamarnya. Meskipun tadi pria itu sudah melemparnya dengan barang, hingga membuat dahinya memar serta pelipisnya tergores, tapi Aileen tidak marah, justru dia merasa iba saat memikirkan pria itu makan sendiri di kamarnya.Baru saja Aileen akan menginjakkan kakinya di lantai atas, terdengar suara Arthur memanggilnya. "Tunggu sebentar, Aileen."Alieen seketika menoleh seraya menghentikan langkahnya. "Ada apa?" tanya Aileen setelah mereka berdiri saling berhadapan di anak tangga terakhir di lantai 2."Aku ingin berbicara denganmu sebentar."Aileen menautkan alisnya mendengar itu. Dia merasa tidak memiliki hal yang perlu di bahas dengan pria itu. Meskipun, mereka saling mengenal, tapi mereka tidak cukup akrab sebelumnya. Hanya bertemu beberapa kali, tidak membuat Aileen langsung dekat dengan Arthur. Apalagi, saat ini status dirinya sudah berbeda, tidak lajang lagi. Tiba-tiba saja ada rasa sungkan di hatinya, jika berdekatan dengan pria lain."Apa yang ingin kau bicarakan denganku?""Aku hanya ingin tahu, di mana kau mengenal Christian, dan bagaimana kau bisa menikah dengannya?"Aileen memandangi wajah rupawan Arthur dengan seksama, seolah sedanh mencari tahu maksud dari pertanyaan pria itu."Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Arthur heran. Nampaknya, tatapan Aileen itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Menyadari sikap tidak sopannya, Aileen segera tersenyum kaku sambil meminta maaf pada Arthur. "Aku harus
Pagi harinya, saat Christian Li membuka mata, dia melihat Aileen meringkuk di sofa panjang seraya memeluk tubuhnya sendiri. Sepertinya dia kedinginan akibat tidak memakai selimut semalam. Christian Li menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, lalu menggeser tubuhnya secara perlahan dengan bantuan tangannya menuju tepi tempat tidur.Dia mencoba untuk meraih air minum yang ada di atas nakas, tapi belum sempat dia meraihnya, gelas tersebut justru terdorong menjauh, hingga akhirnya terjatuh dan menimbulkan suara nyaring yang membuat Aileen terbangun dengan wajah terkejut. Dengan kesadaran seadanya, Aileen segera menoleh ke sumber suara dan melihat pecahan gelas berhamburan bersama dengan air sudah menggenang di lantai.Aileen bergegas duduk dengan wajah panik setelah melihat itu. “Jangan bergerak!" seru Aileen cepat. "Tetap di tempatmu. Ada banyak pecahan kaca di bawah. Aku akan membersihkannya dulu.” Aileen tidak tahu kalau perkataannya tanpa s
Mendengar Aileen lagi-lagi menyebutkan statusnya, Christian Li tidak tahan untuk mencibirnya. “Lancar sekali mulutmu menyebut kata istri di depanku.”Meskipun takut, Aileen memberanikan diri untuk membalas ucapan suaminya. "Aku memang istrimu." Sambil meremas kedua tangannya, Aileen kembali bersuara, "Apa perlu aku tunjukkan akta nikah kita agar kau bisa melihat kalau aku memang istri sahmu?"Christian Li mendesis dengan wajah dinginnya, lalu berucap, "Hanya selembar kertas saja, tidak akan membuatku terikat denganmu.""Tapi selembar kertas itu memiliki kekuatan hukum yang kuat. Statusku menjadi jelas dan hak-hakku dilindungi oleh kertas tersebut. Kau adalah suamiku. Aku sudah resmi menjadi Nyonya Muda Li, kau tidak bisa menyangkal itu."Christian Li menunduk, menarik seringai tipis, lalu berdecih. "Nyonya Muda Li." Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, kemudian dia mengangkat kembali kepalanya dan berkata, "Sepertinya kau suka sekali dengan
Keduanya pun saling bertatapan selama beberapa detik, sebelum akhirnya suara Christian Li memutus kontak mata mereka. “Jauhkan tubuhmu dariku,” ucap Christian Li dengan suara dinginnya.“Maafkan aku."Posisi keduanya yang ambigu, membuat wajah Aileen memerah. Dia pun segera bangkit dan merapihkan rambutnya dengan canggung. Dia beruasaha bersikap biasa sambil menormalkan kembali debaran jantungnya yang terpacu sangat cepat setelah tubuhnya menempel dengan Christian Li tadi."Aku tidak suka tubuhku disentuh orang lain." Ekspresi Christian Li terlihat tidak nyaman ketika mengatakan itu. Sepertinya dia benar-benar tidak suka disentuh, terbukti wajah memerah seperti sedang menahan amarah."Maafkan aku. Kaki kananku terluka. Jadi, aku tidak bisa menjejakkan kaki ke lantai dengan sempurna, hingga kehilangan keseimbangan."Christian Li tidak mengeluarkan suaranya lagi, tapi memberikan kode pada Aileen agar segera membawanya ke kamar mandi. Aileen
Usai selesai berbicara dengan nyonya Caisa, Aileen melangkah menuju dapur dan meminta semangkuk bubur buah pada pelayan di sana. Setelah mendapatkan semua yang dia inginkan, dia kembali ke kamarnya lagi. Bunyi gemiricik air terdengar dari kamar mandi, itu artinya, pria itu belum selesai mandi. Padahal, sudah setengah jam berlalu, tapi Christian Li belum juga keluar dari kamar mandi. Aileen mulai gelisah, jika dia menunggu Christian Li lebih lama lagi, dia takut akan terlambat bekerja. Akhirnya, dia memutuskan untuk mandi di kamar tamu yang berada di lantai dua. Sebelumnya, dia sudah bertanya lebih dulu pada pelayan kamar tamu mana yang memiliki kamar mandi di dalam.Ketika Christian keluar dari kamar mandi, dia tidak melihat keberadaan Aileen di kamarnya. Dengan wajah datarnya, dia menggerakkan kursi roda menuju ranjang, tapi belum sempat dia mencapai tempat tidur, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan masuklah Aileen yang hanya mengenakan bathrobe dengan ra
Teriakan wanita itu semakin terdengar kencang ketika dia hampir mencapai tangga terakhir di lantai atas.“Aaaaaa, ampuni saya, Tuan Muda.”Aileen segera membuka pintu setelah berada di depan pintu, matanya membelalak saat melihat pemandangan di depannya. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. Seorang pelayan terduduk di lantai dengan wajah ketakutan dan penampilan yang menyedihkan.“Keluar dari kamarku!” usir Christian Li dengan wajah dinginnya. Matanya nampak menyala dan rahang terlihat mengetat.Pelayan wanita itu bergegas keluar dari kamar tersebut tanpa menyapa Aileen.Melihat itu, Aileen segera menyusulnya. “Tunggu! Aku ingin bicara sebentar denganmu.”Pelayan wanita itu berhenti, lalu menunduk di depan Aileen. Tubuh pelayan itu nampak gemetar, penampilannya terlihat berantakan, dan baju bagian depannya nampak basah. Entah basah karena apa, Alieen juga tidak mengetahuinya dengan pasti. Mungkin terkena siram air, itu hanya dugaan Aileen saja.“Siapa namamu?”“Nama saya Zaya, Nona,” ja
“Maaf, aku harus pergi. Sepertinya suara itu berasal dari kamarku.”Tanpa memperdulikan kakinya yang sakit, Aileen bergegas berbalik dan berjalan menuju tangga.Melihat Aileen melangkah dengan pincang, Arthur segera menyusulnya. Ada rasa iba di hatinya melihat kondisinya itu. “Biar aku bantu membawa makanannya. Kau bisa terjatuh di tangga, jika kau berjalan cepat seperti itu.”Tanpa pikir panjang, Aileen memberikan nampan itu pada Arthur, lalu berjalan mendahuluinya. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bergegas ke kamarnya. Dia takut terjadi apa-apa dengan Christian Li, maka dari itu dia terburu-buru melangkah. Setibanya di depan pintu kamarnya, dia langsung mengambil alih makanan yang dibawa oleh Arthur. “Terima kasih sudah membantuku.”Arthur mengangguk seraya tersenyum. “Jika kau memiliki kesulitan di rumah ini, jangan sungkan untuk memberitahuku.”“Ya.” Aileen segera menutup pintu setelah masuk ke kamar.Matanya terbelalak saat melihat suaminya sudah berpindah posisi di lantai
Aileen terus menunggu jawaban dari pria yang memiliki rahang tegas itu. Namun, sayangnya, pria itu nampak mengatupkan bibir rapat-rapat. Bahkan wajanya terlihat acuh tak acuh. “Aku lelah.” Aileen mendesar pelan karena tidak mendapatkan jawaban dari pria di depannya. Padahal, dia merasa penasaran dengan maksud dari perkataan Christian tadi. Terlalu banyak rahasia yang disembunyikan pria di depannya itu."Masih tidak bergerak?""Maaf."Aileen segera menghampiri suaminya setelah tersadar dari lamunannya. Dengan hati-hati, dia membantu Christian naik ke tempat tidur.“Aku ingin mandi, kalau kau memerlukan sesuatu, kau bisa memanggilku dengan berteriak.”Christian Li mengabaikan Aileen, dia justru berbalik memunggunginya. Melihat itu, Aileen hanya bisa mendesah pelan dengan wajah frustasi.'Sebenarnya kesalahan apa yang sudah aku perbuat sehingga membuat orang semua tidak menyukaiku?'Raut wajah nampak les
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J