"Christian, berhenti!" Aileen berusaha untuk menahan rasa geli ketika Christian tidak hentinya mencium daerah perutnya.Sejak mereka menaiki ranjang setelah selesai makan malam, Christian yang sedang tidur di pangkuan Aileen tidak hentinya memberikan kecupan-kecupan ringan di perutnya."Nanti, Sayang. Aku masih ingin bermain-main dengannya."Christian kembali mencium sekitar perut Aileen setelah merubah posisi menjadi tengkurap dan mengangkat kepala hingga posisi wajahnya tepat berada di hadapan perut sang istri."Apa kau tidak lelah?"Sudah hampir 1 jam Christian mencium serta mengelus perutnya dan dia hanya berhenti sebentar.Semenjak kepulangannya 3 hari yang lalu, Christian selalu melakukan itu. Setiap ada kesempatan dia akan selalu memberikan kecupan bertubi-tubi serta mengusap perut Aileen. Terkadang, Aileen sampai tertidur tanpa sadar karena merasa nyaman dengan usapan itu."Tidak sama sekali. Aku justru sangat senang," jawabnya, kemudian kembali berbaring di pangkuan Aileen den
"Ken.""Iya, Tuan Muda."Ken melirik sekilas ke kaca spion ketika Christian memanggilnya. Saat ini, kedua sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat setelah pulang dari rumah sakit."Minta anak buahmu untuk membagikan makanan serta uang untuk orang-orang yang dijalanan. Gunakan uang yang ada di kartu yang kuberikan padamu," perintah Christian Li. "Bagikan juga kepada semua anak-anak panti asuhan yang ada di kota ini.""Baik, Tuan Muda.""Christian, kenapa tiba-tiba melakukan itu?" tanya Aileen dengan heran.Yang Aileen tidak tahu, kalau sebenarnya sejak dulu keluarga Li, terutama Christian rutin memberikan bantuan dana ke panti asuhan setiap bulannya."Aku ingin berbagi sedikit kebahagiaan dengan orang lain atas kehamilanmu, Sayang," ucapnya seraya mengusap perut bulat Aileen dengan penuh kasih sayang. "Christian, terima kasih.""Kenapa berterima kasih? Ini juga anakku, Sayang. Justru aku yang harusnya berterima kasih padamu karena sebentar lagi kau akan menjadikanku seorang ayah. Ak
“Kakak Li, Kakak Ipar, kalian sudah datang?”Daniel segera menghampiri Christian Li dan Aileen yang baru saja memasuki ruangan Arthur.“Hmmm,” gumam Christian Li.Semalan, Daniel mengatakan kalau Arthur sudah sadar dari koma. Itu sebabnya siang ini Christian datang ke rumah sakit Daniel bersama dengan Aileen. Sebenarnya, Christian melarang Aileen untuk ikut dengannya. Namun, dia memaksa. Jadi, Christian tidak punya pilihan lain selain mengajaknya juga.“Bagaimana kondisinya?” tanya Christian seraya menatap Arthur yang terbaring di ranjang dengan mata tertutup.Sebelum menjawab pertanyaa Christian, Daniel menggeleng, kemudian menghela napas panjang dengan wajah frustrasi. “Kondisinya cukup memprihatinkan. Sepertinya ini buah dari perbuatan ibunya.”Christian yang mendengar itu, seketika memutar tubuhnya ke kiri menghadap Daniel. “Maksudmu?”“Dia mengalami kelumpuhan. Kakinya tidak bisa digerakkan. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan CT scan-nya peluru waktu itu mengenai tulang belakang
"Pagi, Sayang." Aileen yang baru saja membuka mata seketika menoleh pada suaminya yang sedang berbaring dengan posisi miring menghadapnya. "Pagi," jawab Aileen dengan suara serak. "Apa kau masih mengantuk?" tanyanya lagi saat melihat mata Aileen tampak hanya terbuka setengah. Aileen mengangguk, memiringkan tubuhnya menghadap Christian, kemudian memeluknya. "Mau tidur lagi?" Christian tersenyum tipis ketika Aileen membenamkan wajah di dadanya. "Iya, aku lelah sekali." "Maaf, Sayang. Semalam, aku kesulitan mengontrol diriku." Aileen hanya mengangguk dan mempererat pelukannya dengan mata terpejam. "Sayang, lepaskan aku dulu. Aku mau turun sebentar." "Temani aku tidur," pinta Aileen manja tanpa mengurai pelukannya. "Aku hanya ingin membuatkanmu susu, kau harus minum susu dulu, baru boleh melanjutkan tidurmu." "Minta Bibi Nian saja yang membuatkan." Karena Aileen tidak mau melepasnya, terpaksa dia menghubungi Bibi Nian dan memintanya untuk membuatkan susu untuk Aileen. "Letakka
"Christian, kenapa kau ingin membatalkan kerja sama kita dengan perusahaan HK Group?"Aileen menatap heran pada suami setelah mendengar perbincangannya tadi dengan Lea. Kerja sama dengan HK Group itu Aileen yang menyetujui waktu itu, jadi dia ingin tahu apakah ada yang salah dengan kerja sama itu."Apa isi dari kontraknya bermasalah?"Seingatnya, semua prosedur kerja sama dengan perusahaan itu sudah sesuai standar Li's Corp. Itu sebabnya dia merasa heran, kenapa suaminya tiba-tiba ingin membatalkan kerja sama itu."Nanti kau akan tahu, Sayang."Baru saja Christian selesai bicara, pintu ruangannya diketuk. Bersamaan dengan Christian mengizinkan orang itu masuk, dia bangkit dari meja kerjanya, lalu berjalan menuju sofa ruangan di mana Aileen sejak tadi sedang duduk."Orangnya sudah tiba, CEO Li," ucap Lea pada Christian."Biarkan dia masuk."Lea mengangguk, kemudian berjalan keluar, sementara itu Christian sudah duduk di samping Aileen seraya menyandarkan tubuhnya di sofa. "Jangan jauh-
"Aku memang sengaja menjalin kerja sama dengan perusahaanmu karena Aileen.""Jadi, kau mengakui kalau kau memang berniat untuk mendekati istriku lagi?""Aku hanya ingin mengawasinya.""Mengawasi atau berniat memilikinya kembali?"Tiba-tiba saja Aileen merasa udara disekitar menjadi dingin. Suasana terasa begitu menegangkan sampai membuatnya sedikit tertekan dan kesulitan untuk bernapas."Christian, aku hanya ingin menjaganya. Setelah kau koma, tidak ada yang melindunginya. Jadi, aku terpaksa mengawasinya dengan cara ini.""Kau pikir aku tidak akan bangun lagi, jadi kau mulai merencanakan untuk mendekati istriku melalui kerja sama perusahaan?"Filbert menghela napas pelan. "Ya. Aku memang berniat untuk mendekati Aileen lagi jika seandainya kemungkinan kau akan bangun dari koma sangat kecil."Jantung Aileen serasa ingin lepas dari tempatnya. Bagaimana tidak, Filbert secara terang-terangan mengaku pada Christian kalau dia berniat mendekati dirinya kembali.Padahal, Christian sudah pernah
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me