"Kau harus belajar denganku.""Belajar apa?" tanya Aileen bingung."Tentang Li's Corp serta anak perusahaannya.""Kenapa aku harus mempelajarinya?""Agar kau tahu semuanya. Siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan Keluarga Li kalau bukan kau dan anak kita jika suatu saat tidak ada aku di sisi kalian."Karena Christian menyinggung hal itu lagi, Aileen kembali marah. "Jika kau mengatakan itu lagi, aku tidak mau bicara dengamu lagi.""Baik, aku tidak akan mengatakannya lagi. Maafkan aku."Setelah melihat Aileen mengangguk, Christian menyalakan interkom dan memanggil sekretarisnya untuk ke ruangannya."Christian, aku mau turun. Aku malu dilihat sekretarismu.""Di sini saja, biarkan dia melihat."Tidak lama berselang, pintu ruangan terbuka dan masuklah seorang wanita cantik dengan rambut panjang dengan tubuh langsing."Ini semua berkasnya, CEO Li." Lea melangkah maju dan meletakkannya di atas meja, kemudan mundur lagi dua langkah.Christian mengangguk, kemudian berkata, "Lea, ini istriku
"Tuan Li, jika proses peralihan hartanya sudah selesai, aku akan mengabarimu."Christian Li mengangguk. "Mengenai surat wasiatku, pastikan tidak ada yang mengetahui isi di dalamnya.""Tentu saja, Tuan Li. Aku akan mengamankannya di brankas bank."Setelah melihat Christian Li mengangguk, pengacara itu pun berpamitan pergi."Di mana, Aileen?" tanya Christian pada Ken yang sejak tadi duduk di dekatnya."Sedang menunggu di ruangan Anda, Tuan Muda."Saat ini, mereka sedang berada di ruangan tunggu khusus untuk tamu penting. Christian sengaja bertemu dengan pengacaranya di ruangan itu supaya Aileen tidak tahu mengenai surat wasiat terbaru yang baru saja dia buat dengan pengacaranya.Isi surat wasiat itu adalah jika seandainya terjadi apa-apa dengan dirinya, maka sisa harta yang dimiliki Christian akan diberikan kepada anaknya. Namun, jika seandainya tidak ada anak, maka seluruh harta akan diserahkan pada Aileen.Karena sebagian harta sedang dalam proses pengalihan pada Aileen, jadi yang di
"Halo, Arthur." Hening sesat, sebelum akhirnya terdengar suara rendah Arthur. "Aileen, maaf mengganggumu." "Iya. Ada apa?" "Kau sedang di mana? Aku tadi mencarimu, Bibi Nian bilang kau dan Christian belum kembali." Aileen mengangkat kepala dan menatap Christian yang sejak tadi fokus mendengarkan percakapan mereka. "Aku sedang di luar bersama Christian." "Oh, jadi seperti itu. Kapan kau kembali? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." "Apa?" "Tidak bisa bicara di telpon, harus bertemu." "Aku belum tau kapan akan kembali." Aileen mendadak menarik napas pelan saat melihat raut wajah Christian mulai berubah menjadi suram. "Baiklah, kita bicara setelah kau kembali." "Ya." Saat Aileen akan mematikan telponnya, Arthur tiba-tiba berbicara, "Aileen, kau baik-baik saja, kan?" Aileen menarik senyuman paksa di bibirnya, meskipun Arthur tidak bisa melihatnya. "Aku baik-baik saja. Kenapa?" "Tidak apa-apa. Aku hanya mencemaskanmu. Jangan kesehatanmu, makan yang bergizi dan teratur. Janga
"Apa kau mengantuk?" tanya Christian sembari menunduk pada Aileen yang sedang memeluk tubuhnya di dalam selimut."Sedikit." Aileen semakin merapatkan tubuhnya pada Christian, mencari kehangatan karena suhu di kamar itu tiba-tiba terasa sangat dingin. Dia baru merasakan kehangatan setelah kulit keduanya menempel tanpa penghalang."Kalau begitu, tidurlah. Kau pasti lelah." Christian membenahi posisi kepala Aileen yang berada di lengan kirinya agar dia merasa nyaman."Nanti dulu." Aileen mendongak dan sedikit menjauhkan tubuhnya agar bisa melihat wajah suaminya dengan jelas. "Aku ingin menjelaskan padamu soal Arthur.""Besok saja, sekarang lebih baik kau tidur." Christian kembali menarik kepala Aileen dengan lembut. "Maafkan aku tadi. Aku tidak bisa mengontrol diriku."Aileen mengangguk, kemudian memeluk tubuh Christian dari samping seraya menempelkan wajahnya di dada suaminya. "Aku tidak mau menunda sampai besok. Aku ingin menjelaskan sekarang."Dia tidak mau menunda lebih lama lagi aga
Aileen menggeliat ketika merasakan sekujur tubuhnya sakit dan pegal. Dia baru tertidur selama beberapa jam. Namun, tiba-tiba terbangun pukul 4 pagi ketika merasa haus. Dengan gerakan pelan, Aileen mencoba untuk bangun dan meraih gelas yang ada di sebelah kanannya.Sambil meringis, dia meneguk minumannya hingga tersisa setengah, kemudian kembali meletakkan gelas di atas nakas. Ketika dia berbalik, Christian tampak masih tertidur dengan wajah lelah.Bagaimana tidak lelah, semalam setelah mengobrol, mereka kembali melakukannya lagi. Beruntung, kehamilannya sudah memasuki tri mester kedua, jadi Aileen tidak terlalu khawatir saat suaminya kembali menyentuhnya.Aileen tidak berani menolak keinginan suaminya karena takut sang suami curiga. Aileen belum memberitahukan pada Christian mengenai kehamilannya. Semalam, ketika Christian bertanya mengenai hadiah apa yang akan diberikan padanya, Aileen hanya menjawab kalau Christian akan tahu nanti di hari ulang tahunnya.Aileen meminta suaminya untu
"Minta orang dalam untuk selalu mengawasi pergerakannya. Jika ada yang janggal, meskipun hanya sedikit, minta dia langsung melaporkan pada kita.""Baik, Tuan Muda," jawab Ken sembari mengangguk. "Lalu, apa yang akan kita lakukan pada Tuan Vano?""Biarkan saja, tapi tetap awasi dia. Aku ingin tahu, apa yang akan dia lakukan setelah bertemu dengan Bibiku.""Tuan Muda, apa tidak sebaiknya kita menekan Tuan Vano agar dia mau bicara?""Tidak perlu. Bibiku pasti sudah menutupmu mulutnya dengan rapat. Yang perlu kau urusi adalah temukan segera orang kepercayaan Bibiku. Aku belum bisa tenang jika dia belum di temukan.""Saya rasa, dia sudah keluar kota atau keluar negeri dengan cara memalsukan identitasnya. Itu sebabnya, orang kita belum juga menemukannya.""Mungkin saja. Tapi, aku tidak mau tahu, lakukan segala cara untuk menemukannya. Jika perlu, temui Tuan Baron dan minta dia cari orang itu. Selama dia bisa menangkap orang itu, aku akan memberikan berapa pun yang dia minta.""Baik, Tuan Mu
"Kenapa sudah pulang?" Aileen menatap heran pada Christian yang baru saja memasuki ruangan keluarga ketika dirinya sedang menikmati makanan yang tadi dia beli melalui layanan antar. "Kau bilang akan pulang sore tadi." Bukannya menjawab pertanyaan Aileen, Christian justru menanyakan hal lain. "Kenapa tiba-tiba menelponku?" Saat sedang mengobrol dengan Arthur, tiba-tiba saja Aileen menelponnya dan menanyakan sedang di mana dan pulang jam berapa. Setelah Christian menjawab, Aileen tidak bertanya apa-apa lagi. Christian akhirnya bertanya, kenapa Aileen menelponnya dan Aileen hanya menjawab kalau dirinya berencana keluar. Jadi, dia ingin meminta izin pergi sebentar. Namun, langsung dilarang oleh Christian. Aileen pun tidak jadi menemui Ayah Tiffany karena tidak berani melanggar larangan Christian. "Aku hanya merasa bosan." Sebenarnya, alasan Aileen menolak untuk bertemu dengan Ayah Tiffany adalah karena dia tidak diizinkan datang bersama Christian. Hal itu, tentu saja menimbulkan kec
"Dari mana saja kau, kenapa lama sekali?" tanya Christian pada Daniel yang baru saja memasuki bar dan sedang berjalan ke arahnya. "Kakak Li, aku ini bukan pengangguran yang setiap waktu bisa datang ketika kau panggil. Aku baru saja melakukan operasi ketika kau menelponku. Aku langsung ke sini setelah itu." "Itu masalahmu, bukan masalahku." Daniel berdecak kesal, ingin marah pada Christian Li. Namun, tidak berani meluapkan rasa kesalnya. Jadi, dia hanya bisa menggerutu dalam hati. “Lagi pula, kenapa tidak datang ke rumah sakit saja? Kita bisa bicara di ruanganku. Kau juga bisa menjenguk Tiffany sekaligus.” “Aku akan bertemu dengan seseorang setelah ini.” Usai duduk di samping Christian Li, Daniel memesan minum, kemudian meneguk air itu dengan cepat, baru setelah itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal. "Ada apa mencariku?" tanya Daniel setelah menyandarkan punggungnya di sofa. Dia kembali menenggak minuman di depannya karena merasa sangat haus. "Aku ingin memiliki anak.” Da
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J