"Apa kalian berencana untuk kembali bersama lagi?" tanya Aileen penasaran.Tiffany menggeleng. "Untuk saat ini kamu hanya berteman."Itu berarti mereka kemungkinan akan kembali bersama nanti.Mungkin karena dirinya masih terikat pernikahan dengan Christian. Jadi, keduanya tidak bisa menjalin hubungan."Tapi, jika kau mau melepasnya, aku akan sangat berterima kasih padamu."Dada Aileen seketika bergemuruh ketika mendengar itu. Dia menatap Tiffany sejenak, kemudian berkata dengan dingin. "Nona Tiffany, maafkan aku tidak bisa mewujudkan keinginanmu itu. Jika Christian memang ingin kembali padamu, dia pasti akan segera mengurus perpisahaan kami. Jika hal itu terjadi, maka aku tidak akan menolak lagi."Aileen tiba-tiba bangkit setelah mengatakan itu. Saat dia akan melangkah, tiba-tiba saja Tiffany mengajukan pertanyaan pada Aileen."Apa kau sudah jatuh cinta pada Christian?" tanya Tiffany sembari menatap punggung Aileen.Ketika istri Christian itu berbalik, Tiffany kembali berbicara, "Ituk
Sebelum melanjutkan ucapannya, Cathleen tersenyum lebar, seolah berita yang akan disampaikan adalah berita bahagia. "Dia memperkenalkan Tiffany sebagai calon istrinya."Tungkai Aileen tiba-tiba saja lemas, dia segera berpegangan di sandaran sofa untuk menopang tubuhnya agar tidak limbung.“Aileen, ada apa denganmu?” Tuan Jonas yang baru saja datang dari dalam tampak cemas ketika melihat wajah Aileen terlihat sangat pucat.“Aku tidak apa-apa.”“Ayah, Aileen sepertinya terkejut setelah mendengar kalau suam ...”“Cathleen, apa kau habis mengerjai adikmu lagi?” potong Tuan Jonas seraya menatap tajam pada putri pertamanya.“Tidak,” sanggah Cathleen. “Jika ayah tidak percaya, silahkan saja tanya padanya,” kata Cathleen dengan acuh tak acuh.Setelah mendengar itu, Tuan Jonas pun mengkofirmasi langsung pada Aileen dan langsung dibenarkan oleh Aileen.“Ayah, aku tidak memiliki banyak waktu, sebaiknya kita bicara sekarang.”“Baiklah, ikut ayah ke ruangan kerja.”Cathleen mendengkus ketika meliha
Langkah Christian tiba-tiba saja terhenti, dia menoleh pada Aileen dengan ekspresi datarnya. "Aku lelah, besok saja jika ingin bicara." Tanpa memperdulikan ekspresi keberatan Aileen, Christian melangkah menuju walk-in closet. 'Bahkan bicara denganku saja kau sudah tidak mau.' Aileen menunduk, sorot matanya tampak meredup. Setelah menghilangkan kesedihan di hatinya, Aileen berjalan menuju ranjang. Keesokan harinya, Aileen sengaja bangun pagi agar bisa berbicara dengan Christian. Setelah selesai bersiap, Aileen keluar dari ruangan walk-in closet. Tampak Christian sedang berdiri di depan cermin. "Apa kita sudah bisa bicara pagi ini?" tanya Aileen dengan suara lembut. "Tidak bisa. Aku harus berangkat pagi-pagi." "Christian, apa kau ingin seperti ini terus?" Aileen tidak bisa lagi bersikap sabar. Selama ini, dia sudah banyak mengalah dengan tidak pernah menuntut penjelasan pada Christian mengenai Tiffany. Namun, kali ini dia tidak bisa menahan diri lagi dengan sikap Christia
"Aileen, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"Aileen tampak terkejut ketika melihat keberadaan Jackson di sana. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Aileen dengan wajah terkejut.Pasalnya, Jackson jarang sekali terlihat di publik dan hampir tidak pernah makan di tempat restoran yang tidak memiliki ruangan pribadi. Walaupun saat ini dia mengenakan masker dan juga topi, tapi tetap saja jika ada fans-nya yang mengenalinya, pasti akan menciptakan kehebohan.“Aku mengikutimu.” Pria di depan Aileen itu tampak tersenyum menggoda. Namun, ketika melihat ekspresi wajah Aileen berubah masam, Jackson terkekeh pelan, lalu berkata, “Aku hanya bercanda. Aku kebetulan lewat sini dan tidak sengaja melihatmu turun dari taksi.”Rencananya dia akan pulang setelah selesai syuting. Namun, tiba-tiba saja dari kejauhan dia melihat Aileen turun dari taksi. Dia pun memutuskan untuk membelokkan mobilmya ke restoran itu.“Aileen, bisakah kita bicara di dalam?”Dia takut tertangkap basah oleh fans-nya sedang bersam
"Dari mana saja kau, kenapa baru pulang?" Aura yang dikeluarkan tubuh Christian saat ini sangat menakutkan. Manik hitamnya tampak dipenuhi kilatan amarah dan tatapannya seperti ombak yang siap menyambar apa pun yang ada di hadapannya, membuat sekujur tubuh Aileen tiba-tiba gemetar. "Tidak dari mana-mana." Aileen akhirnya berani menjawab setelah berhasil membuang ketakutannya. "Hanya makan di luar saja." Usai mengatakan itu, Aileen melangkah dengan acuh tak acuh, mengabaikan tatapan menghunus yang dilayangkan Christian padanya. Namun, ketika dia akan berjalan menuju walk-in colet, tangannya ditahan oleh Christian. “Aku belum selesai bicara.” Aileen kemudian menoleh dengan wajah malas. “Aku lelah. Besok saja jika ingin bicara.” Kemarahan Christian semakin menjadi usai mendengar ucapan Aileen. “Kau membalasku?” ujarnya penuh penekanan. “Tidak. Aku hanya sedang tidak ingin bicara denganmu.” Aileen menepis tangan Christian dengan pelan, kemudian melangkah. Namun, tiba-tiba tubuhnya
"Maafkan aku." Christian mengecup kening Aileen yang sudah terlelap, lalu mendekapnya. "Aku tidak bermaksud mengabaikanmu selama beberapa hari ini. Aku terpaksa melakukannya demi melindungimu. Hanya kau yang aku miliki saat ini, aku tidak mau kehilanganmu." Christian mencium pucuk kepala Aileen dengan lembut sembari memeluk tubuhnya hingga kepala Aileen terbenam di dadanya. "Aku minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diriku tadi. Aku juga tidak mengerti, kenapa aku selalu hilang kendali setiap kali melihatmu bersama Jackson." Selama ini, semarah apa pun dia, masih bisa mengendalikan dirinya. Namun, belakangan ini dia selalu kehilangan kontrol atas dirinya jika sudah menyangkut Jackson. Pertama kali dia kehilangan kendalinya ketika menemukan Aileen berada di toilet bersama Jackson dan sejak saat itu, dia kesulitan mengontrol dirinya. "Apalagi, sikapmu tiba-tiba berubah setelah bertemu dia. Aku tidak suka kau dekatnya, aku tidak mau kau jatuh cinta padanya dan berpaling dariku. Ak
"Gerald," panggil Daniel usai melirik Christian yang tampak sedang duduk terdiam dengan pandangan mengarah ke depan seraya memegang gelas di tangan kanannya. "Ada apa dengan Kakak Li?" bisiknya dengan suara rendah. "Kenapa wajahnya dingin sekali, aku sampai merinding dibuatnya." Geraldy menyesap minumnya sejenak, kemudian melirik malas pada Daniel yang duduk tepat di sebelahnya. "Jika kau penasaran, kenapa tidak langsung bertanya padanya?" Daniel segera menggeleng. "Kau saja." Di saat seperti ini, mana berani dia bertanya pada Christian Li. Jangan bertanya, mengajaknya bicara saja dia tidak berani. Hanya dengan melihat ekspresi dinginnya saja, sudah membuat nyalinya menciut. "Bukankah kau yang penasaran, kenapa menyuruhku yang bertanya?" "Memangnya, kau tidak penasaran?" Daniel kembali berbisik supaya Christian tidak mendengar obrolan mereka. "Penasaran, tapi aku tahu pasti ini ada hubungannya dengan istrinya." Ketika mendengar itu, Daniel semakin mendekatkan tubuhnya pada Geral
"Jangan bilang kau kehilangan ingatanmu setelah kecelakaan 2 tahun lalu?" sahut Geraldy tiba-tiba. "Aku tidak hilang ingatan. Hanya saja, hal yang tidak kuanggap penting, aku tidak akan mengingatnya lagi." Setelah Christian mengatakan itu, Geraldy segera angkat bicara, "Karena kau tidak tahu harus ke mana, biarkan Daniel yang mencarikan tempat berbulan madu untuk kalian. Meskipun, dia belum menikah, tapi dia sudah sering kali berbulan madu dengan wanita-wanita yang pernah dia kencani." Usai mendengar itu, Daniel langsung menendang kaki Geraldy sambil mengumpatnya, "Sialan kau, Gerald! Kenapa kau suka sekali membongkar aibku pada orang lain? Tidak sekalian saja kau katakan apa saja yang sudah aku lakukan pada wanita-wanitaku." "Kau sungguh tidak keberatan aku memberitahukan pada mereka?" tantang Geraldy. Daniel langsung tersenyum lebar seperti orang bodoh. "Aku hanya bercanda." Usai mengatakan itu, Daniel beralih pada Christian yang kembali terdiam dengan raut wajah tidak terbaca.
“Arthur, mari bercerai.” Arthur seketika membeku ketika mendengar itu. “Cerai?” Calina mengangguk. “Tiffany sudah kembali, kau juga sudah sembuh, sudah saatnya aku mundur.” Meski hatinya saat ini sangat hancur, tapi Calina berusaha keras untuk tetap bersikap tenang di depan pria yang kini sudah sepenuhnya mengisi hatinya. Ya, Calina sudah jatuh cinta pada pria yang dia nikahi berapa tahun lalu. Meski, di awal dia tidak memiliki perasaan apa pun, tapi nyatanya cinta perlahan tumbuh seiring kebersamaan mereka selama bertahun-tahun. “Apa Tiffany mendatangimu?” “Tidak," jawab Calina. “Lalu, kenapa tiba-tiba ingin bercerai?” Calina mengepalkan tangan dengan kuat demi menahan agar air matanya tidak keluar. “Aku tahu kau masih mencintai Tiffany. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta kalian.” Arthur tampak terdiam. Namun, tatapan masih tertuju pada iris Calina. “Selain Tiffany, apa ada alasan lain yang melatarbelakangi kau ingin bercerai denganku?” "Maksudmu?" "Apa kau sudah menem
Belum sempat mobil terparkir dengan benar, Jayden sudah keluar dengan langkah terburu-buru dengan ekspresi suram. “Bu, di mana Ayah?” tanya Jayden pada Aileen yang sedang duduk di ruangan keluarga dengan Alicia dan Steven “Ada di ruangan kerjanya, ada ...” Belum selesai Aileen bicara, Jayden sudah berjalan menuju ruangan kerja sang ayah yang berada di lantai bawah. Tanpa mengetuk, dia langsung membuka pintu dengan kasar, membuat Christian dan Ken yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan menoleh bersamaan. “Jayden, apa kau sudah lupa cara mengetuk pintu? Di mana sopan santunmu?” tegur Christian. Jayden yang sudah terlanjur emosi, mengabaikan teguran sang ayah dan bertanya dengan marah, “Kenapa ayah menggusur pekampungan itu?' Christian mengerutkan kening sebentar, kemudian bertanya, "Perkampungan apa?" "Jangan pura-pura tidak tahu," jawab Jayden, "Perkampungan yang berada di selatan kota, itu tanah milik Li's Corp, kan?" Sebelum menjawab pertanyaan sang putra, Chris
“Kakak, kau datang lagi?” Gadis kecil penjual kue itu langsung berlari ketika melihat Jayden sedang berjalan ke arah minimarket. “Hhmm,” gumam Jayden Li seraya mengangguk ringan. Seperti biasa, dia hanya menampilkan ekspresi biasa ketika berbicara dengan siapa pun. Berbeda sekali dengan gadis kecil yang berada di hadapannya itu, matanya tampak berbinar dan senyuman sangat lebar ketika menyambut kedatangannya. “Kak, maaf, kueku hari ini sudah habis. Tadi ada Paman baik hati yang membeli semua kueku,” ujarnya dengan wajah riang. Senyuman begitu polos, membuat siapa pun yang melihat akan merasa gemas. “Lihatlah. Sudah tidak tersisa.” Dengan antuasias gadis kecil itu menunjukkan wajah kue yang biasa gunakan untuk meletakkan kue kukusnya. Jayden melirik sejenak, sebelum akhirnya kembali menatap gadis di depannya. “Aku ke sini untuk membeli sesuatu di dalam,” jawabnya datar. Gadis itu mengangguk tanda mengerti. “Oh, seperti itu.” Dia pikir Jayden datang untuk membeli kuenya, karena b
"Sudahlah. Untuk apa juga aku perhitungan dengan anak kecil sepertimu."Daniel berlalu dari sana dan mendekati gadis kecil yang tampak sedang menunduk. Sebelum memeriksa gadis kecil itu, Daniel memanggil salah satu perawat yang ada di sana untuk mendekat.Jayden Li yang semula duduk dengan acuh tak acuh, akhirnya mendekat ketika melihat Daniel mulai mengobati gadis kecil itu.Ketika Daniel sedang membersihkan luka di bibir gadis itu, tampak dia mengigit bibir bawahnya seraya mengerutkan wajah.“Sakit?” Jayden Li yang sejak tadi hanya diam, akhirnya bertanya pada gadis kecil itu.“Tidak, Kak.”Melihat senyuman gadis itu yang begitu lebar, entah mengapa justru membuat sudut hati Jayden terasa sakit.Kenapa gadis di depannya tidak menangis dan justru tersenyum? Sudah jelas itu sakit, tapi gadis di depannya tidak mengeluh sedikit pun.Jika itu terjadi pada adiknya, bisa dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah sakit itu. Adiknya pernah tidak sengaja terjatuh dan itu membuat kehebohan di
“Bangunlah.”Gadis kecil yang semula masih meringkuk, perlahan bangkit dibantu oleh Jayden Li usai ketiga preman itu dibuat tumbang dan babak belur.“Apa kau tidak apa-apa?”Gadis itu mengangkat kepala setelah membersihkan bajunya yang kotor. “Aku tidak apa-apa, Kakak. Terima kasih sudah menolongku.”Melihat gadis itu tersenyum lebar dengan wajah polosnya, Jayden seketika tertegun. Dia menatap gadis di depan dengan alis yang hampir menyatu.Dia tersenyum?Setelah diinjak-injak dan dibuat terluka, dia masih bisa tersenyum selebar itu.Bagaimana bisa? Padahal, di wajahnya terdapat beberapa luka memar dan di bagian bibir bawahnya tampak mengeluarkan cairan merah. Sepertinya ada luka robek di bagian bibirnya. Tidak hanya itu, di bagian pelipis gadis kecil itu pun terdapat luka berupa garis memanjang yang juga mengeluarkan sedikit darah.Dengan umur seusainya, sangat wajar jika dia menangis histeris, tapi gadis kecil di depannya itu justru tersenyum. Jangankan menangis, mengeluh sakit pun
“Tuan Muda, silahkan.” Pengawal pribadi Jayden Li membuka pintu belakang setelah melihat anak bosnya keluar dari tempat latihan bela diri.Jayden mengangguk dengan wajah datar, kemudian memasuki mobil dan duduk di kursi belakang.“Paman Rai, berhenti di depan. Aku ingin membeli sesuatu.”Rai, asisten pribadi Jayden yang sedang mengemudi mengangguk, kemudian menepikan mobil mereka di minimarket yang berada di sebelah kanan jalan. Mobil yang hitam yang sejak tadi mengikuti mobil Jayden Li ikut berhenti di belakangnya. Mobil sedan hitam itu berisi 4 orang pengawal berbadan tegap yang secara khusus ditugaskan untuk mengikuti Jayden Li ke mana pun dia pergi.“Paman Rai, kau di sini saja, aku hanya sebentar," ucap Jayden setelah tiba di depan pintu minimarket.“Tapi, ....” Rai ingin menolak, tapi Jayden kembali angkat bicara, “Tidak sampai 5 menit, aku sudah keluar. Jadi, Paman tunggu di sini saja.”Jayden membalik tubuh, kemudian meraih pintu dan masuk ke dalam. Tidak jauh dari minimarket
“Kalau begitu, bagaimana kami bisa masuk ke perut Ibu?" Qarina menahan tawanya, semetara Christian dan Aileen saling melirik dengan ekspresi bingung. “Kalau untuk itu, silahkan tanyakan pada Ayah." Karena dia sendiri bingung, bagaimana harus menjelaskan pada Steven agar dia bisa mengerti. “Ayah, katakan padaku, bagaimana bisa kami masuk ke perut Ibu?” Christian yang ditanya seperti tampak berpikir keras. Cukup lama dia terdiam sampai akhirnya dia membuka suara, “Karena Ayah rajin menyuntikkan vitamin pada Ibu.” Steven menggaruk kepalanya karena tidak mengerti dengan penjelasan sang ayah. “Jadi, Ayah seperti Paman Daniel yang suka menyuntik orang sakit?” Karena merasa terjebak dengan jawabannya sendiri, Christian menjadi bingung sendiri harus bagaimana menjelaskan pada sang putra agar dia mengerti dan tidak bertanya lagi. “Tidak sama. Kau masih kecil, Ayah jelaskan pun kau tidak akan mengeti. Tunggu kau besar, nanti kau juga akan tahu,” Itu adalah jawaban yang paling aman agar St
"Kenapa baru pulang?" Aileen menghampiri Christian yang baru saja memasuki kamar. "Alicia sejak tadi menangis mencarimu." Sejak dua hari yang lalu, Christian berada di luar untuk meninjau anak perusahaan mereka yang berada di kota sebelah. "Maaf, Sayang. Pesawatku delay." Seharian ini, dia memang tidak sempat menghubungi Aileen. Biasanya, dia menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan vidio agar bisa berbicara dengan sang putri yang memang sejak dulu sangat dekat dengannya. Alicia memang lebih dekat dengan Christian dibandingkan dengan Aileen. Itu karena Christian sangat menyayangi Alicia dan selalu memanjakannya, hingga terkadang membuat Steven menjadi iri. "Dia sudah tidur?" tanya Christian seraya membuka kancing kemejanya. "Sudah. Dia menangis selama 1 jam dan tidak mau berhenti meski aku sudah membujuknya berkali-kali. Dia marah karena tidak bisa bicara denganmu." "Kalau begitu, aku akan melihatnya setelah mandi." "Apa kau ingin berendam?" Karena Christian baru saja melak
“Sayang, aku lapar." Aileen berucap seraya mengalungkan tangannya di leher Christian. Keduanya saat ini sedang berada di kolam di dalam kolam renang. Semenjak hamil, setiap pagi atau sore hari, Christian akan menemani Aileen untuk berenang selama kurang lebih 15 menit.“Kau ingin makan apa, Sayang,” tanya Christian seraya merapihkan rambut Aileen di bagian depan.“Aku ingin makan nasi goreng.”“Baiklah. Ayo, kita naik.” Setelah Christian meraih tubuh Aileen dan menggedongnya, dia berjalan menuju anak tangga yang berada di tepi kolam.“Tapi, aku ingin kau yang membuatnya.”Baru saja akan menapakkan kaki di anak tangga bawah, Christian tiba-tiba menarik kembali kakinya. “Aku tidak bisa masak, Sayang. Bagaimana kalau rasanya tidak enak?”“Tidak apa-apa. Aku akan mengajarimu.”“Baiklah.”Setibanya di atas kolam, Christian menurukan Aileen dengan hati-hati, lalu memakaikan bathrobe. Baru setelah itu, keduanya berjalan menuju ruangan bilas yang berada tidak jauh dari kolam renang. Usai me