"Kamu dimana?"Sebuah pesan masuk di ponselnya membuat Ele melirik, itu adalah pesan dari Tristan. Beberapa waktu terakhir laki-laki itu kerap mengirimkan pesan sekedar bertanya kabar atau posisinya dimana. Tak jarang juga dia mengajak Ele bertemu meski itu hanya sekedar makan siang bersama, namun Ele telah menolaknya selama ini."Kantor, Mas." Balas Ele pula. Gadis itu kemudian kembali mengalihkan pandangan pada setumpuk naskah hardcopy di atas meja, baru saja hendak melanjutkan pekerjaan ketika Tristan menelpon."Hallo Mas?""Kamu ada waktu tidak? Mas mau ajak kamu ke pesta teman Mas nanti malam.""Mbak Miranti dimana?" Tanya Ele pula sembari memeriksa ejaan naskah yang ada di tangannya."Miranti sedang sakit, dia tidak bisa ikut, supaya Mas tidak terlalu terlihat ngenes, kamu gantikan Miranti ya, tenang kok, kamu tetap Mas perkenalkan sebagai adik Mas. Please."Ele mengeratkan ballpoint di tangannya. Dia sudah bertekad untuk menjaga jarak dari kakak angkatnya itu. Tetapi di lain si
Tristan menatap wajah Ele lekat, "Mas menyadari bahwa perasaan Mas padamu sudah berubah, El."Eleanor mengangkat alis, "Maksudnya bagaimana?""Tristan menarik napas sebentar, "Mas menyayangi kamu bukan lagi sebatas adik, tapi sebagai seorang pria kepada wanitanya."Ele merapatkan bibirnya. Dia berusaha menyusun segenap kemampuannya untuk bicara lagi. "Mas sudah menikah, itu tidak dibenarkan.""Mas tidak lagi punya rasa untuk Miranti.""Kenapa Mas Tristan jadi sekejam ini? Mas yang melamarnya, memintanya untuk mengorbankan hidupnya demi bersama dengan Mas. Lalu Mas sendiri yang hendak mencampakkan dia?""Kami akan berpisah secara baik -baik.""Lalu, kalau Mas berpisah dengan Mbak Miranti, apa yang akan Mas lakukan selanjutnya?""Menikahi kamu."Eleanor tersedak ludahnya sendiri. Dia terhenyak. Dulu, dia pernah menyukai Tristan lebih daripada seorang kakak, namun sekarang, perasaan itu telah lenyap tak bersisa. Bahkan Eleanor tak tahu apakah dia masih bisa mencintai. Satu-satunya yang b
Ashley tahu bahwa dia tidak bisa hanya berdiam diri saja. Jika dia terus membiarkan Eleanor ada disekitar Astakara, Ashley cemas kalau rahasianya akan terbongkar.Sudah terlalu banyak yang dia pertaruhkan, wanita itu tidak ingin kalau rencananya hancur dalam sekejab.Sebuah pikiran melintas di benaknya, perempuan berkulit putih cenderung pucat itu tersenyum lebar.***Ashley masuk ke kamar bayi pagi itu, dia tidak melihat siapapun di sana kecuali Astakara yang masih pulas. Wanita itu mendekat pada Astakara, melihat wajah bayi yang sudah mulai gembil itu dengan pandangan tak biasa. Saat dia membalik, dilihatnya Yanti masuk dengan membawa asi yang telah di hangatkannya dari dapur."Nyonya," sapa Yanti pula dengan pelan."Apakah itu Asi dari wanita itu?" Tanya Ashley pula. Yanti mengangguk, "Benar Nyonya, saya mengambil stok yang ada di kulkas dan memanaskannya." Jawab Yanti, dia mengambil Astakara yang rupanya telah bangun, menangis lumayan keras."Yanti, saya ingin bicara dengan kamu."
Sepanjang malam, Astakara terus menangis dengan keras, membuat Yanti kewalahan menjaganya, padahal di sana juga sudah ada Ira. Keduanya sudah melakukan berbagai cara untuk menenangkan bayi gembil itu, namun seolah tiada artinya. "Kamu lapar? Minum dulu...." Yanti berusaha memberikan susu dari dot yang ada, namun di tepis si bayi dengan marah. Dia menangis terus, membuat seisi kediaman di bikin cemas.Karna sudah tak tahu harus berbuat apa, Ira bergegas menemui Ashley, dia mengetuk-ngetuk pintu kamar Ashley yang kedap suara. Wanita itu keluar. "Ada apa?" Tanyanya dengan alis terangkat."Tuan Kecil menangis terus, Nyonya, kami tidak tahu apa yang salah." Ashley mendengus, "Lalu apa gunanya aku membayar kalian?" Ketusnya. Dengan langkah malas dia berjalan ke kamar Astakara di ikuti Ira.Di sana sudah ada Yanti yang menggendong kewalahan si bayi yang terus memberontak kiri kanan dengan tangisan tidak nyaman.Seharusnya tidak ada yang salah, popoknya masih bersih, dia bahkan sudah minum
Eleanor berangkat kerja ke kantor pagi-pagi sekali. Semalam gadis itu sudah memompa asi dan menitipkannya ke kulkas. Dia menuju kantor lebih cepat karna ada beberapa hal yang harus dia bereskan dalam pekerjaannya.Itu adalah jam makan siang, Ele sudah bersiap keluar untuk pergi makan, namun ponselnya berdering. Ketika dia melihat, itu adalah panggilan dari ayahnya, Sultan Winata. "Halo?""Dimana, Nak?""Di kantor, Yah.""Nanti ada orangnya Ayah yang menjemput kamu untuk makan siang di kediaman. Kamu mau kan?"Ele terdiam sejenak. Makan siang di kediaman? Itu maknanya dia akan makan semeja dengan istri dan anak anak ayahnya. "El?""Baik, Yah. Apa aku bisa bawa mobil sendiri?""Kalau kamu nyaman seperti itu, Ayah tidak akan melarang, tapi jemputan kamu tetap akan datang, mengawal kamu dari mobil yang lain.""Baik."Pembicaraan berakhir. Ele berjalan keluar ke parkiran, mendapati di sana sudah ada seorang lelaki kekar dengan pakaian formal berdiri di sisi mobil hitam mengkilap, tepat
Atmosfir kediaman Abimanyu sepi kala Ele memasukinya. Dia melihat Yanti melintas naik ke tangga sembari meliriknya sedikit. Itu cukup mengherankan, dia tidak melihat Ira akhir-akhir ini.Setelah membersihkan diri, Ele melihat itu sudah masuk sore. Dia mendadak rindu untuk melihat Astakara. Langkah kakinya membawanya naik ke atas, menuju kamar Astakara. Saat itu, ia tak melihat Effendy maupun Ashley. Eleanor berdiri di depan pintu, melihat Astakara yang berceloteh sehabis mandi sore di atas ranjangnya.Yanti menatapnya."Jika Anda ingin masuk, silakan Nona. Tuan memang tidak pernah melarang Anda kesini, bukan?"Ucapan Yanti membuat Ele merasa sedikit heran. Tidak biasanya Yanti menunjukkan sikap yang santai.Merasa dirinya sudah kepalang rindu pada si bayi, Ele masuk ke dalam. Di usapnya pelan bayi Astakara yang tertawa dengan mata berbinar ketika melihatnya.Bayi itu mengangkat keduanya tangannya, meminta di gendong. Saat Ele melirik Yanti, dia melihat sang nanny diam saja, tidak ber
"Kamu melukainya?"Eleanor mengernyit. Dia memandang Effendy yang menatapnya tajam. Ruang bayi itu terasa menyempit, Ashley memandangnya dengan aura permusuhan, lalu menyerahkan Astakara pada Yanti yang kemudian menenangkan bayi itu dengan ASI dalam dot."Melukai apa?"Ashley menunjuk tubuh Astakara, "Lihat, kamu mencubitnya dimana-mana! Itu hanya anak kecil, mengapa kamu demikian tega?!""Aku tidak mencubitnya." Tukas Ele, keningnya masih berkerut."Kamu mencubitnya! Jangan menyangkal perbuatanmu!"Sebelum Ele bicara lebih banyak, Effendy telah menyela. "Aku kecewa dengan perbuatanmu, Eleanor."Merasa di pojokkan, Ele lekas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak-""Mau tidak mau, aku akan menjadwalkan pemeriksaanmu dengan psikolog keluarga ini. Kamu tidak bisa menolak, ibu penyusu untuk putraku harus memiliki kesehatan mental yang baik." Tandas Effendy. Lalu dia melihat pada Eleanor, "Jangan mengulangi perbuatanmu, sekali lagi kamu berusaha menyakitinya, maka kamu akan tahu akiba
Pintu kamarnya diketuk, membuat Ele yang tengah mengetik naskah terjeda sejenak. Karna yakin itu adalah maid yang datang membawakannya ia minuman pelancar asi dengan varian rasa Almond setiap sore, Ele langsung menyahuti."Masuk," ucap Ele pula. Pintu terbuka dan seorang maid yang Ele tidak begitu tahu namanya karna memang begitu pendiam, berjalan masuk.Maid itu menyerahkan segelas minuman dan menaruhnya di atas meja, tepat di samping tangan kanan Ele."Minumnya, Nona."Ele melihat ke arah sang maid. "Tumben. Biasanya Maritha yang kesini." Ujar Ele pula sambil lalu, tak lupa memberikan seulas senyum tipis."Maritha mendapat tugas baru untuk menjadi asisten kepala, saya Mila, mulai sekarang saya ditugaskan untuk khusus melayani beberapa keperluan Nona."Ele manggut-manggut. "Terimakasih." Ujarnya singkat padat dan jelas. Mila akhirnya undur diri dari sana. Ele mengerjakan naskahnya sampai beberapa halaman, lalu seperti biasa, dia meraih minuman yang di berikan, menenggaknya sampai hab
Tiga hari berlalu, Eleanor yang menyibukkan diri merawat Kaisar memilih untuk tidak menaruh harapan besar. Dia hanya ingin melihat, sejauh apakah usaha Effendy mematahkan dugaan perselingkuhan yang dia saksikan.Menepati janjinya, pagi itu Effendy kembali datang ke kediaman Winata.Namun kali itu, dia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan Indo-Prancis yang Ele kenali sebagai Irliana. Perempuan yang berciuman dengan suaminya.Gemma membawa Kaisar bermain -main ke taman, Gemmi turut nimbrung bersama kakaknya ke sana.Di ruang tamu, Eleanor duduk bersama Ayahnya. Sedang Anita memilih untuk tidak turut campur. Dia tidak menampakan dirinya di ruang tamu.Sultan mempersilakan Effendy dan Irliana duduk. Memindai sosok Irliana sejenak, lalu laki laki itu bicara. "Saya mendengar, putri saya meminta Anda memberikan bukti kalau Anda memang tidak berselingkuh."Effendy mengangguk, "Ini Irliana, perempuan yang merupakan sahabat masa kecil saya, juga yang disalahpahami sebagai selingkuhan sa
Effendy tahu bahwa Sultan Winata adalah salah satu orang terpandang yang cukup famous di negeri ini. Yang membuat dia terkejut, adalah kenyataan yang dia terima bahwa Eleanor adalah putri Sultan Winata bersama dengan Dewi Bimantara. Kedua orangtua dari istrinya ternyata masih hidup.Sekembalinya ke kediaman, Effendy di kabarkan oleh salah satu maid bahwa ada sebuah paket untuknya. Ketika dia membuka, itu adalah surat perceraian, yang menunggu tanda tangannya.Secepat itu?Effendy meremas kertas itu dan membuangnya ke sembarang arah. Dia tidak akan Sudi menandatangi surat perceraian itu. Chislon merasa hatinya menjadi dingin dan sakit, dia merasa Eleanor tengah membalasnya. Dulu, dia yang melayangkan surat cerai pada istrinya.Effendy tak ingin menunggu waktu yang lama, dengan mengendarai mobilnya, Chislon menuju kediaman Sultan Winata. Dia tidak merasa kesulitan karna alamat itu begitu gampang dia peroleh dari Mahesa.Kediaman Sultan Winata masuk dalam kawasan elit. Ketika ia turun da
Berita tentang Adallard Quentin yang melakukan kekerasan pada istrinya langsung menjadi konsumsi publik, perihal semua perlakuannya yang terekam di siarkan langsung ke sosial media.Kepolisian Indonesia akhirnya menyerahkan kasus itu pada Polisi Prancis. Berbeda dengan sebelumnya, polisi Prancis tidak bisa berbuat banyak atau menutup mata karna tekanan publik.Irliana kembali ke Prancis untuk menghadiri sidang putusan dan juga untuk pengajuan perceraian terhadap suaminya. Dia berjanji pada Effendy akan kembali ke Indonesia setelah urusannya selesai. Dia berharap, Effendy juga bisa segera menemukan keberadaan Eleanor. Wanita itu tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan maaf berulangkali.Effendy melepasnya di bandara, hanya mengangguk atas semua ucapan ucapan Irliana."Kabari aku jika sudah menemukan istrimu, aku akan kembali ke Indonesia untuk membantu menjelaskan semuanya... Aku juga ingin meminta maaf secara langsung padanya..." Itu adalah ucapan terakhir Irliana sebelum beran
Harapan Effendy meredup, sampai keesokan hari, istri dan anaknya tidak pulang ke rumah. Sedang Irliana untuk sementara dia izinkan tinggal di kediaman utama agar bisa langsung memberikan klarifikasi jika Ele kembali sewaktu-waktu.Eleanor bak di telan bumi, ponselnya tidak dapat di hubungi. Effendy sampai menggunakan nomor baru untuk menghubungi, namun tetap tidak bisa. Itu menandakan kalau Ele mungkin sudah berganti nomor saat itu juga.Ketika Chislon memutuskan untuk datang ke panti asuhan ke esokan harinya, dia tidak menemukan Eleanor di sana, bahkan menurut sang bunda, Ele tidak datang ke sana sama sekali.Rasa bersalah, marah, cemas dan khawatir membuat Chislon merasa tidak tenang. Dia berdiri di balkonnya, mengerahkan orang-orangnya untuk mencari keberadaan sang istri."Aku benar-benar minta maaf, Chislon." Irliana menghampiri Chislon yang berdiri di balkon lantai dua. Laki laki itu baru saja mengecek laporan dari orang-orangnya yang masih nihil."Sekalipun kamu meminta maaf rib
Ketika Effendy tiba di rumah yang di tempati Irliana, dia melihat sosok Adallard yang berdiri bersandar di sisi mobil miliknya. Laki laki dengan cambang halus yang menghiasi dagunya itu tersenyum miring ketika berhadapan dengan sosok Effendy.Keduanya berhadapan -hadapan dengan tinggi tubuh yang tampak setara. "Effendy Chislon Abimanyu," eja Adallard menilai laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Dia membuka mulutnya dan berbicara dalam bahasa Prancis, dengan suara rendah dan manipulatif. "Aku sudah tahu, kamu, memang Chislon yang itu. Sahabat masa kecil istriku...." "Irliana tidak suka dengan kehadiranmu." Tandas Chislon dalam bahasa Prancis."Siapa yang perduli," Adallard mengangkat bahu dan tertawa pendek. "Seberapa kuatpun kamu berusaha melindunginya, apakah kamu pikir hukum akan melindungi seorang laki laki yang menyembunyikan seorang wanita dari suaminya?""Kamu tidak pantas menjadi suaminya." Effendy tersenyum sinis, menghunus lawan bicaranya dengan pandangan tajam l
Effendy terbangun pagi itu, menyadari dia tertidur semalaman sembari memeluk istrinya. Eleanor masih lelap, wanita itu sepertinya tidak sadar membalas pelukan suaminya. Laki-laki itu sudah bermaksud membereskan permasalahan mereka hari ini. Dia tidak bisa membiarkan Ele dalam persepsi salah tentangnya lebih lama.Dia mengusap rambut Eleanor, mencium dahinya. Saat itu, Ele terbangun. Sang istri tampak terkejut menyadari posisi mereka dan langsung melepaskan diri, menjauh lalu perlahan bangun dari tempat tidur.Sebelum Effendy bicara apapun, Ele telah bergerak masuk ke dalam kamar mandi.Effendy hanya bisa menghela napas kasar. Dia pelan bangkit, bermaksud mengecek bayinya lebih dulu. Nyatanya Kaisar belum bangun. Ketika dia kembali ke kamarnya, Eleanor sudah keluar dari kamar mandi.Merasa Ele masih belum bisa di ajak bicara, Effendy akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia berencana tidak akan ke kantor hari ini. Saat Effendy keluar, dia mendapati istrinya tak lagi ada di sana. Selagi ia me
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin