Pak Jiro menghela nafas lelah. Kenapa kelas 12 Ipa 1 sangat ramai?
"Semuanya diam sebentar. Saya ingin menyampaikan informasi penting!" dengan sekali tarik nafas separuh kamu. Gombalnya.
Sunyi. Sepi. Tanpa dirimu.
"Baik, seminggu lagi akan di adakan Try Out. Persiapkan diri kalian, belajar yang giat, semoga nilainya bagus sesuai harapan kalian. Jadwalnya akan di catat oleh sekeetaris. Maki, catat di papan ya," pak Jiro memberikan selembar kertas mata ujian Try Out.
"Oh iya, untuk Ujian Nasional juga semakin dekat. Karena ini pemberitahuan dari pemerintah Jepang, jadi selisih waktu ujian akan singkat," tambah pak Jiro lagi.
"Waduh? Tiba-tiba UN gitu aja. Gue kira masih lama!"
"Yah, siap-siap di marahin mama papa. Belajar yang bener!"
"Sabar, biar dapat nilai bagus!"
"Lama-lama aku pusing nih," keluh Fumie memijat pelipisnya.
Haruka terkekeh. "Hahaha, deritamu Fumie. Lagian kalau gak belajar mana bisa kan masuk Universitas
Saat hari Try Out tiba, Aoi masih saja tidur. Ia kelelahan belajar semalaman, turuti saja apa yang di katakan Makoto.Flashback on"Kamu itu salah mengalikan bilangannya. Masa ini di kali ini. Ya jelas hasilnya salah Aoi. Coba kamu-""Udah?" sela Aoi datar. Ia sampai pusing di omeli terus-terusan."Aku lagi jelasin ini. Diam dulu dong. Jadi kalau di kalikan silang pasti-""Benar!" seru Aoi cepat.Sampai kedua mata Aoi terasa berat, ia mengantuk. Salah sendiri Makoto menjelaskan tanpa jeda dan titik koma."Kalau tidur aja imut, apalagi galak. Jadi gemesin," Makoto tersenyum sendiri. Bukan sama kamu.Flashback offMakoto menyibak gordennya."Aoi. Aoi, bangun ayo. Udah jam lima nih, kamu Try Out loh. Sana mandi," Makoto mengguncang tubuh Aoi, cewek itu hanya menggeliat."Satu jam lagi deh. Gue masih ngantuk tau," Aoi memeluk guling, tambah ngantuk juga."Mandi dulu. Sarapan, terus belajar lagi. Berangka
Setelah ujian beberapa minggu lalu, dan semua siswa di nyatakan lulus. SMA Sakura mengadakan promnight sebagai acara perpisahan.Maki, sebagai OSIS selalu sibuk mengatur pengisi acara, pembawa lagu, dan pemberian piala untuk siswa yang berprestasi."Maki, emang gak ada model rambut lain apa? Tiap hari kondean terus. Kalau aku nih, langsung pusing!" ucap Chika cerewet. Maki tak menggubrisnya.'Gini nih punya teman bawel. Suka ku lah pakai konde. Lebih unik dan gak mungkin ada yang tertarik,' batinnya savage."Haru! Aoi! Foto yuk!"Ketiganya tersenyum manis, pose lain sampai Haruka jadi sasarannya."Fumie! Aku belum siap kok udah cekrek sih! Hapus gak? Hapus!" Haruka meraih ponsel Fumie, karena Haruka memejamkan matanya dan bibir terbuka. Ke-aestetikannya hilang.Fumie tertawa. "Makannya Haru, fokus dong. Ini buat kenangan Haru. Ya gak Aoi?"Aoi mengangguk. "Kalau dansa nanti, kalian puny
"Silahkan mas di pilih bunganya. Ada bouquet putih, kuning, dan pink. Semuanya masih fresh, baru di petik dari kebun bunga," jelas Shizu ramah.Ryuji membeli bunga karena ia ingin balikan dengan Aoi. Apalagi disaat Aoi melempar senyum ke arahnya saat acara promenade waktu itu.Flashback On"Atas usaha dan kerja kerasnya dalam belajar sampai rela begadang dan ketiduran. Dia berhasil meraih peringkat pertama dan menggeser Ryuji yang selalu mendapat gelar sang juara di tahun-tahun sebelumnya. Dia adalah...""Aoi Mianami!"Ryuji terkejut. Aoi? Bagaimana bisa cewek itu menyainginya?Tapi Aoi tersenyum, ke arahnya! Betapa hatinya tak deg-degan saat ini.Flashback onDan Ryuji memilih jalan balikan untuk memperbaiki semuanya. Mungkin mulai dari awal akan jauh lebih baik."Yang warna putih aja. Berapa?""1000 ¥en saja mas," jawab Shizu tersenyum.'Semoga Aoi suka. Karena aku yakin, Aoi itu hanya mencintai aku.
Aoi membuka pintu belakang rumah dengan hati-hati. Langkahnya mengendap-endap, semoga saja Makoto tidak tau.Tapi saat melewati ruang tengah, Makoto tidak ada, TV pun juga masih menyala."Mana dia?""Oh, kayaknya di ruang tamu. Mungkin baca koran," Aoi melangkah masuk ke kamarnya. Malam ini sangat melelahkan, tapi untuk perasannya tidak. Karena Ryuji lah sekarang menjadi penyemangatnya.***Aoi menyipitkan matanya. Jendela kamarnya sangat terang karena cahaya matahari. Jam berapa ini?Aoi melihat jam wekernya.9 pagi."Kok aku gak di bangunin sih?" Aoi bergegas menuju dapur, biasanya Makoto membangunkan jam 5 pagi."Om Makoto?" suara Aoi menggema di seluruh ruangan.Saat tiba di dapur, Aoi tak menemukan keberadaan Makoto. Dimana pria itu berada?"Kemana sih?" Aoi melangkah menuju ruang tamu, mungkin saja Makoto masih tidur di sofa.Di ruang tamu, Aoi tak menemukan Makoto.Aoi mencoba menghubun
Ryuji sekarang tanpa sungkan dan ragu datang ke rumah Aoi."Kamu rencananya mau kerja ya?"Ryuji dan Aoi duduk di ruang tamu. Sampai Aoi lupa membasuh wajahnya saat Ryuji sudah datang ke rumahnya pagi-pagi buta.Aoi menggeleng. "Namaku udah terdaftar di Universiras Sakura. Satu minggu lagi tes seleksinya. Doain aja aku lolos dan keterima disana," biarlah Makoto melarangnya, lagipula Aoi hanya ingin meraih cita-citanya."Iya, amien. Jalan-jalan yuk? Aku baru ada waktu sekarang. Kalau nanti sore atau malam gak bisa. Aku jaga mall," meluangkan waktu dengan orang yang di sayang memang penting, mungkin dengan ini Ryuji bisa memperbaiki hubungannya.Aoi mengangguk setuju. "Yuk, mana tangannya?"Seperti biasa, selalu Aoi yang meminta tangannya di gandeng.Hari ini Ryuji sangat senang, alasannya hanya satu. Makoto sama sekali tak menampakkan batang hidungnya."Boleh manggil sayang?"Aoi tersipu. Ryuji tetap manis dan romantis.
"Aoi?" Karin menekan bel beberapa kali."Gak di kunci kok ma," Amschel membuka pintunya."Masa jam segini masih tidur yah?" Karin melangkah menuju kamar Aoi. Di kunci."Aoi? Aoi? Kamu masih tidur ya nak?"Aoi menggeliat, suara mamanya itu sangat mengganggu tidur nyenyaknya."Mama pulang?" Aoi beranjak dari kasurnya.Saat Aoi membukakan pintunya, sang mama langsung memeluknya karena rindu itu berat."Maaf ya? Mama aja pingin banget pulang. Tapi karena kerjaan masih banyak, pulangnya lama," ucap Karin sedih.Aoi mengangguk. "Yang penting mama sama ayah udah pulang. Jadi aku gak sendirian lagi di rumah," beberapa hari belakang ini, ia kesepian. Apalagi Makoto yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar."Memangnya Makoto kemana? Apa dia gak nemenin kamu?" tanya Amschel heran.Aoi tak tau harus menjawab apa."Mungkin banyak kerjaan yah. Tapi, Haruka sama Fumie main kesini kok," rasanya senang, baru kali ini ia mencer
"Loh? Aoi mana? Bukannya tadi kalian ngobrol bareng ya?" tanya Himarin terkejut, Makoto masuk dengan wajah cueknya. Entah terjadi apa baru saja."Aku disini kok ma," Aoi tersenyum tipis, bekas air mata di pipinya mengering. Semoga semuanya tak menyadari kesedihannya."Duduk nak, mama mau ngomong sesuatu yang penting tentang perjodohan kalian," ucap Himarin serius."Besok Makoto akan mengantarkanmu ke toko gaun pengantin ternama. Oh ya, cincinnya biar Makoto yang akan memilihnya nanti. Pasti bagus, ya kan nak?" Himarin tersenyum menatap Makoto."Hm," hanya bergumam. Makoto malas menjawabnya. Kalau saja di hatinya masih ada rasa cinta kepada Aoi, mungkin akan senang.'Andai aja kalau yang beliin cincin dan gaunnya itu Ryuji. Aku bakalan seneng banget,' batin Aoi, sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk senyuman kecil.***Karin tersenyum puas melihat Aoi mau dandan meskipun hanya bedak dan liptint
Selama perjalanan pun, hanya kesunyian yang menyekat keduanya.'Andai aja dia gak perlu hadir dalam hidupku. Semuanya pasti bahagia, bukan berakhir berpisah seperti ini,' batin Aoi mengeluh.Makoto melirik Aoi yang diam.'Sebenarnya aku marah pada Ryuji. Dia sudah menyakiti hatimu untuk ketiga kalinya,' batin Makoto, ia ikut merasakan kesedihan yang di alami Aoi.Setelah sampai di mansion Rotschild, Makoto pergi tanpa mengatakan apa-apa."Aku kira kamu bakal bilang kangen gitu. Tapi gak, aku aja yang terlalu berharap," Aoi memandang mobil Makoto yang sudah menghilang.***Aoi berangkat sendiri ke rumah Haruka. Ia ada janji dengan Haruka untuk belajar bersama, persiapan ujian seleksi perguruan tinggi negeri."Kenapa aku jadi gak suka jalan kaki ya?" tanya Aoi heran. Mungkinkah ia teringat kejadian waktu itu? Dimana seragamnya kotor karena ulah mobil sialan yang tak mau bertanggung jawab.
"Idaman darimana ma? Pasti dia udah punya pacar," tuding Aoi menunjuk wajah Takeru yang sedang bannga itu. "Pacar siapa? Gak ada kok. Aku masih lajang," ungkap Takeru jujur. Sejak dulu ia hanya menyukai Aoi namun tidak berani karena kemarahan wanita itu yang sama saja dengan letusan gunung berapi. Karin tersenyum senang. "Takeru lajang karena dia cinta sama kamu nak. Makannya daridulu gak mau pacaran sama wanita manapun. Betul kan Takeru?" Karin berkedip melempar kode, Takeru terpaksa mengangguk. Aoi berdecak kesal. "Udahlah ma. Aku pulang aja. Bete lama-lama disini," Aoi melangkah pergi. Satu oksigen dengan Takeru membuatnya tidak nyaman sekaligus darahnya bisa mendidih dan tinggi. ***Hikaru mengeluh sedikit pusing. Ia baru saja sadar dari pingsan-nya. Takeru langsung menghampirinya. "Apa ada yang sakit?" Takeru sangat khawatir. Hikaru sakit membuat hatinya tidak tenang. Karin yang melihat interaksi antara Takeru dan Hikaru hanya tersenyuum. Sangat cocok sekali menjadi figur a
Pagi ini Aoi dibuat cemberut lagi, bagaimana tidak? Ayahnya memakai mobil terbang demi mengatasi kemacetan kota Jepang yang semakin meningkat dari tahun-tahun akhir. "Ayah, tapi kan kalau aku pakai mobil sport yang itu lama. Aku lebih suka-""Sstt, jangan membantah. Pokoknya ayah harus pakai mobil terbang itu. Karena sekarang ada rapat penting, ayah gak mau telat," Amschel menyela ucapan Aoi. Ada saja alasannya. "Ayah gak adil," Aoi mengerucutkan bibirnya. Hikaru yang melihat sang mama terkikik geli dengan wajah imut itu. "Mama jangan marah. Lagipula hari ini aku gak ada tugas piket kok."Aoi selalu mengantarkan Hikaru ke sekolah sangat pagi sekali, bahkan jam 6 tepat sudah sampai di sekolah. Semua itu Aoi lakukan hanya demi menghindari si Takeru yang biasanya mengantarkan Aiko setiap harinya sejak kemarin. Mengingat itu kepalanya mengepul. Takeru, pria yang pandai menggombal sekaligus tukang rayu itu berhasil mengambil hati kedua orang tuanya sekaligus Hikaru. Entah apa tujuannya,
"Ayo ma!" Aoi berseru, ia sudah siap dengan tampilannya yang sederhana. Hanya makan dengan seseorang yang entah itu siapa tapi mentraktirnya. Karin tersenyum. Betapa cantiknya Aoi sekarang seperti peri yang siap menyihir perhatian Takeru malam ini. ***Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai juga di kafe. Karin berpamitan pada Aoi karena harus membantu Amschel di kantornya yang tengah lembur. Aoi merasa tak keberatan. "Semoga kamu suka ya? Mama pergi dulu. Ajak dia ngobrol."Aoi mengangguk. "Siap ma."Aoi ingin tau siapa seseorang yang begitu baik mengajaknya makan gratis? Apakah laki-laki atau perempuan?"Kapan ya dia datang?" Aoi menunggu dengan tidak sabar. Jika mamanya sudah menyuruhnya untuk berkenalan dengan seseorang, pasti baik. Tapi pikirannya melayang pada sosok Takeru, raut wajah Aoi berbubah cemberut. Ia harap bukan pria haus uang itu. Amschel telah mengantarkan Takeru di kafe yang sama dimana Aoi sekarang menunggu. Amchel melihat kafe yang tidak t
Hari ini Hikaru kembali ke sekolah, diantarkan oleh Aoi langsung karena ia tak mau Takeru terlibat lagi dan berpura-pura baik dengan anaknya itu. Aoi telah berjanji pada Hikaru akan mengantar dan menjemputnya pulang dengan mobil terbang saja daripada manual yang nantinya pasti bertemu Takeru lagi. "Nanti jangan keluar gerbang dulu ya? Biar mama aja yang kesana duluan," pesan Aoi pada Hikaru saat berada di dalam mobil terbang itu. Hanya membutuhkan beberapa menit saja sudah sampai di sekolah dasar sakura yang tak begitu jauh. Hikaru mengangguk patuh. "Iya ma. Aku akan nunggu di kelas aja," Hikaru tau pasti mamanya itu tak ingin ia bersama om baik, padahal ia lebih berharap bisa bertemu pria itu lagi. Namun sifat possessif mamanya begitu kuat.Hanya membutuhkan 10 menit perjalanan akhirnya sampai juga. Aoi mengecup kening Hikaru dan memberikan 1000 ¥en pada anaknya itu untuk uang jajannya. "Aiko jam segini udah nyampe belum?"Hikaru menggeleng. "Biasanya jam setengah tujuh ma. Bentar
Hari ini, Karin meminta Aoi untuk bersiap lebih awal. Aoi sempat tidak mau tapi setelah mamanya bilang akan diberikan soal harta warisan yang masih belum ada keputusan itu membuat semangat Aoi bangkit kembali. Ya, setelah Makoto tidak ada sekarang harta warisan itu tengah berada di ombang-ambing tidak ada penentuan siapa pemilik keseluruhan kekayaan Amschel Rotschild dengan segala asetnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Aoi berharap itu hanya untuk dirinya, bukan dibagikan kepada orang asing dan bukan siapa-siapanya apalagi tidak termasuk anggota keluarganya. Aoi sangat menolak tegas hal itu jika terjadi. "Ma, aku udah siap," Aoi menghampiri mamanya yang sibuk mengetik pesan entah dengan siapa. Yang membuatnya heran, mamanya itu tersenyum! Siapa?"Ayo. Ayah udah di kantor duluan. Hikaru juga ada disana."Sepertinya sangat penting, bahkan hari Senin ini Hikaru tidak masuk sekolah. Aoi hanya berpikir pembagian harta ini pasti hanya untuk Hikaru. Kalau memang begitu, Aoi tak akan mem
Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau
Sudah larut malam, Aoi sulit memejamkan matanya. Pikirannya terlintas tentang Takeru yang memiliki kedekatan dengan Hikaru. Aoi menatap Hikaru yang tidur di sampingnya. Iya, anaknya itu meminta tidur bersama karena tidak ada teman. Sama seperti dirinya yang tidak ada Makoto yang selalu di sisinya. "Mama hanya takut kamu meminta seorang ayah nanti. Padahal ayah kita masih ada disini. Dalam hati," Aoi berbicara sendiri, suaranya tidak mengganggu tidur nyenyak Hikaru. "Jangan meminta mama untuk menikahi om baik itu. Mama masih mencintai ayah dengan baik. Berjanji akan selalu setia sampai akhir hayat mama," Aoi memejamkan matanya, perasaanya mendadak tidak tenang. Ia terkalu berpikir keras, tentu saja karena Hikaru menyukai Takeru karena sikap baiknya. ***"Tau gak omah? Aku kemarin diantar sama-""Itu makan dulu Hikaru, jangan berbicara. Tidak baik," Aoi menyela dengan cepat, jangan sampai Hikaru menceritakan Takeru kepada mama, bisa-bisanya ia kembali dekat dengan Takeru dan menjadi
Ryou menambah kecepatan mobilnya. Di jembatan, kaki Aoi siap mengayunkan untuk terjun dari atas jembatan yang memiliki ketinggian tak main-main, bahkan air di bawahnya mengalir dengan derasnya sehingga jika ia melompat mungkin jasadnya tidak akan pernah di temukan. Satu..Dua..Tiga.."NONA AOI!!" Ryou menarik tangan Aoi dengan sigap ia menggendongnya. "Nona jangan bunuh diri seperti ini. Nyonya mencari-cari dengan cemas bahkan Tuan Amschel pun mengkhawatirkan nona."Aoi menangis sesenggukan. "Aku gak mau pulang. Gak mau," Aoi menggeleng pelan, ia tak ingin bertemu mama lalu di perkenalkan lagi dengan pria itu. Tidak, jangan sampai ada perjodohan lagi. Aoi lelah dengan semua itu. "Nona Aoi, mari kita pulang. Jangan keluar tanpa ada yang menemani nona. Apalagi tadi, nona hampir saja melakukan bunuh diri," Ryou sangat cemas. Entah apa yang akan Amschel lakukan jika dirinya gagal menjaga Aoi, mungkin nyawa juga taruhannya. "Nona, tolong pulang. Karena tuan Amschel sangat mempercayaka
Setelah kematian Makoto dan omah Ema, Aoi mencoba lebih kuat dan tegar meskipun sedikit tidak rela. "Hari ini kamu mau ikut ke kantor?" tanya Karin pada Aoi, daripada anaknya itu sendirian di rumah dan kembali bersedih. Aoi mengangguk malas. "Ikut ma."Hikaru sudah berangkat beberapa menit yang lalu bersama Amschel. "Jadi model majalah mama ya? Kamu pasti terlihat cantik," Karin akan memberikan yang terbaik untuk Aoi apalagi dari penampilan. "Ma, aku gak bisa banyak gaya," keluh Aoi sedikit cemberut, bahkan foto saja hanya sekali jika ingin memiliki kenangan. Kenangan, kalimat itu mengingatkannya akan Makoto dan omah Ema. Karin yang memperhatikan Aoi mulai melamun pun meraih tangannnya. "Aoi, jangan di pikirkan lagi. Mama gak mau kamu stress terus jatuh sakit," ucap Karin sangat khawatir. Aoi tersenyum hambar. "Hikaru aja kuat masa aku gak? Hehe, ayo ma kita berangkat ke kantor. Aku mau jadi model majalah mama," dengan wajah cerianya Aoi berusaha untuk bahagia hari ini meskipun