Mahika mengendap keluar dari kamar mandi, hanya dengan handuk membalut tubuh atas hingga sebatas paha. Ia sudah selesai membersihkan diri. Karena Kainan tidak mengantarkan sabun, sampo, dan peralatan lain miliknya, terpaksa Mahika menggunakan kepunyaan sang pria. Dan kini, harum khas Kainan menempel lekat di kulit tubuhnya.
Ditolehkannya kepala ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Kainan. Namun, tidak ada siapa pun di sana. Saat Mahika berjalan ke arah ranjang, ia menemukan satu setel piama terlipat di atasnya lengkap bersama dalaman."Dia yang meletakkan ini di sini?! Tapi, milik siapa? Kenapa dia malah menyiapkan baju baru?! Bukannya membawa pakaianku yang di mobil ke sini," gumamnya seraya mendudukkan diri. Tubuh gadis itu masih sedikit lemas pasca tanpa sengaja melihat api.Dalam hati ia bersyukur. Saat trauma kembali muncul, biasanya ia akan lama memulihkan diri. Tak hanya membutuhkan waktu berjam-jam, tetapi bisa sampai dalam hitungan hari efeknyaMahika menatap berbinar ke arah makanan yang tersaji di atas meja. Tanpa sadar, lidahnya bergerak menelusuri permukaan bibir saking tergiurnya. Memang hanya menu sederhana berupa tumis pakcoy yang dicampur dengan jamur tiram, bersama beberapa potong nugget yang masih hangat di dalam piring lainnya.Namun, hal itu sudah sangat spesial untuk sang gadis yang biasanya hanya memakan tahu atau tempe sebagai pelengkap nasi. Tidak pernah ada menu istimewa yang lain. Sayur asem, terkadang sup ditambah tempe goreng dan sambal adalah menu andalan di warung langganannya.Lirikan kecil ia berikan kepada Kainan yang sudah lebih dulu memulai makan malamnya. Hal janggal yang tertangkap netra, membuat gadis itu mengerutkan keningnya. Kainan sengaja memisahkan lauk pauknya dalam piring yang berbeda dengan milik istrinya."Kenapa makananmu dipisahkan dengan yang ini? Tidak mau mengambil makanan dari tempat yang sama denganku? Aku tidak punya penyakit menular, Tuan Kainan ...
Selesai makan malam dan membersihkan peralatan, Mahika pun meninggalkan ruangan tersebut kemudian menyusul Kainan. Bermaksud meminta bantuan untuk membawakan pakaiannya dari mobil ke dalam rumah.Saat melewati ruang tengah, ternyata di sanalah Kainan berada. Sedang serius mengerjakan sesuatu dalam laptop di pangkuan. Mahika pun mendekat dan mengatakan maksudnya."Bantu aku mengambil baju-bajuku," pintanya.Kainan menghentikan pergerakan jari-jari tangan dan mengangkat wajah. Menatap istrinya dengan wajah datar. "Sudah saya bilang, lakukan sendiri. Itu kunci mobilnya di atas meja," ucap sang pria."Ck. Tidak berperasaan," keluh Mahika kesal. Gadis itu tidak mengambil kunci yang Kainan tunjukkan, melainkan duduk pada salah satu sudut sofa. Menekuk wajah bersamaan dengan kedua tangan terlipat di dada dan terus saja menggerutu tak jelas.Kainan yang menyaksikan itu, menghela napas, kemudian meletakkan laptop yang sudah dimatikan, ke atas meja
Pagi ini suasana sedikit canggung. Mahika tak tahu, apa yang terjadi dengan Kainan sehingga pria itu menjadi begitu pendiam. Ya, memang mungkin seperti itulah sikap dasar sang pria. Namun, selama dua hari mengenalnya, Mahika terbiasa dengan ulah usil Kainan yang seakan-akan merendahkannya. Dan hal itu tidak dilakukan hari ini.Tidak ada sarapan. Setelah merapikan rumah atas inisiatif sendiri, Mahika pun membersihkan badan. Hanya mengenakan celana pendek sebatas lutut dan kaus murah yang pernah ia beli saat ada pasar kaget di depan pabrik, tiap tanggal gajian.Kainnya memang cukup tipis dengan leher yang sudah melar, sehingga membuat dada Mahika di balik kaus tersebut terlihat, saat sang gadis menunduk. Meski begitu, pakaian itu terasa nyaman dipakai. Ia berniat bersantai di rumah suaminya, selama sang pria pergi bekerja.Akan tetapi, niatnya tak terlaksana saat Kainan yang sudah rapi dengan setelan kerja, keluar kamar dan memerintahkan dirinya untuk bergan
"Tunjukkan pekerjaan untuknya. Mulai hari ini, dia akan menjadi office girl di sini.""Apa?!" sambar Mahika yang baru saja tiba. Gadis yang kini berdiri pada jarak satu meter di belakang Kainan tersebut, menganga tidak percaya.'Pria gila ini serius ingin mempekerjakan aku sebagai office girl di perusahaan ini?'"Kamu bawa berkas-berkas yang saya minta?!" Kainan mengulurkan tangan saat menanyakan hal tersebut. Mahika menaikkan pandang, menatap Kainan tak paham.'Apa yang dia maksud adalah ijazah, SKCK, daftar riwayat hidup, juga Kartu Tanda Penduduk, yang ia katakan semalam?!' batin Mahika mengira-ira."Kamu tidak bawa?" Kainan bertanya tajam."It—itu ....""Tidak apa-apa. Itu bisa menyusul," potong Kainan tanpa mengizinkan Mahika menuntaskan kalimatnya.Pria itu kemudian membalikkan badan, kembali menghadap ke arah salah satu staff personalia yang berdiri di balik meja. "Baiklah, saya tinggal. Tolong urus dia."
Setelah memperoleh seragam kerja, Mahika mendapatkan jadwal tugas yang diam-diam sudah diatur oleh Kainan. Tanpa sepengetahuan sang gadis, pimpinan Happy Company tersebut sengaja meminta Roshinta—si staff HRD yang ia temui tadi, agar menempatkan Mahika khusus untuk melayani dirinya.Bagusnya, tak sedikit pun Roshinta menaruh curiga. Karena kebetulan perusahaan mereka pun sedang membutuhkan tenaga tambahan untuk bagian tersebut.Membawa segelas kopi hitam tanpa gula, Mahika bersiap melaksanakan tugas pertamanya. Mengantar minuman ke ruangan yang sudah disebutkan oleh Roshinta. Karena yang ia bawa hanya segelas kopi, Mahika tak menggunakan troli. Cukup dengan sebuah nampan berukuran sedang.Roshinta mengatakan, Mahika harus mengingat detail tugasnya. Mulai dari membersihan peralatan kantor, merapikan ruangan, menyediakan minuman hingga makanan untuk pegawai. Dalam hal ini, tentu saja khusus satu orang yang harus Mahika layani. Yang mana gadis itu pun belum t
Kainan menghela napas berat kala mendudukkan pantat kembali pada kursi kebesarannya di balik meja kerja. Memutar tempat duduk ke kiri dan ke kanan, Kainan menggigit bibir dengan kening berkerut dalam. Kedua siku bertumpu pada lengan kursi, dan jari-jari panjangnya bertaut di depan dada. Otak pria itu masih sibuk mencerna perihal kejadian beberapa menit sebelumnya, di mana Mahika menyeret pergi Andaru dari hadapannya.'Ada hubungan apa di antara mereka?' batin Kainan bertanya-tanya.Damar yang mengikuti Kainan memasuki ruangan, memperhatikan atasannya dalam diam. Pria muda itu tahu apa yang sedang sang tuan pikirkan. Apa lagi jika bukan perihal sang istri yang baru hitungan hari dinikahi justru pergi bersama pria lain."Tuan perlu sesuatu?" tanya Damar, mencoba mencairkan suasana yang mendadak beku.Kainan melirik ke arah pria yang lebih muda dan menghentikan gerakan memutar kursinya. Tampak seperti menimbang sesuatu, Kainan pun berseru, "Buka data karyawan. Lihat profil lengkap Andaru
Mahika menarik tangan Andaru agar mengikuti langkahnya. Kaki jenjang yang terbalut celana panjang hitam tersebut begitu lincah menuruni satu per satu anak tangga. Sementara salah satu tangannya tak sedikit pun melepaskan sang pria. Gadis dengan seragam kerja berupa kemeja lengan pendek berwarna biru tua berpadu abu-abu terang pada bagian dada tersebut seolah tak ingin Andaru kembali meninggalkannya."Mahika," seru Andaru di sela langkahnya mengikuti sang wanita. Jika dia mau, bisa saja Andaru membuat Mahika berhenti. Namun, melihat raut bahagia yang terlihat meletup-letup tergambar pada wajah gadis tersebut saat bertemu dengannya, Andaru tak tega merusak suasana hati Mahika. Biarkan sesuka hati gadis itu ingin melakukan apa."Mahika, sebentar." Andaru berhasil membuat sang gadis menghentikan langkah dan berbalik memaku lekat sepasang netra legamnya, ketika mereka baru saja menuruni tangga hingga lantai terbawah."Kamu tidak lelah? Padahal ada lift, kenapa memilih melewati tangga?" uca
"Kamu mau meracuni saya?"Kainan menghardik Mahika, saat hanya tinggal mereka berdua di ruangan sang CEO. Andaru sudah meninggalkan tempat itu beberapa saat lalu, setelah mendapat teguran keras dari Kainan karena melanggar peraturan perusahaan. Sedangkan Damar, sebagai satu-satunya yang tahu bahwa atasannya dan sang gadis adalah pasangan suami-istri, memilih pamit sebelum diusir. Pria muda itu paham, Kainan dan Mahika perlu berbicara."Meracuni? Apa maksud kamu?" sahut Mahika dengan suara tinggi.Sang suami berjalan mendekati meja, kemudian menunjuk cangkir kopi yang masih terletak di atasnya."Coba minum!" titah Kainan."Kenapa aku harus minum? Aku tidak suka kopi. Apalagi yang tidak ada manis-manisnya sama sekali. Iyyuuhh ... maaf saja, nanti aku muntah." Mahika menunjukkan wajah mual seusai kalimat tersebut terucap."Tidak usah pura-pura tidak tahu. Kamu sengaja memasukkan banyak garam ke dalam sana, bukan?" tuduh Kainan."Sembarangan menuduh saja. Aku hanya membawa minuman itu dar